15

625 94 3
                                    

^^^

Aneska kini berjalan menyusuri koridor, bergegas menuju belakang sekolah. Sudah lama sekali rasanya gadis itu tak berdiam disana. 3 hari setelah insiden penculikan itu, Aneska tak diizinkan sekolah terlebih dahulu oleh Mrs. Paul. Lagi pula waktu itu Ia tak membawa seragam atau apapun. Seragam yang Ia kenakan pun baru dibelikan keluarga Ravindra kemarin.

Gadis itu menghampiri bangku yang berada di bawah pohon persik dan mendudukkan dirinya disana. Ia menengadahkan kepalanya ke atas dan menghirup udara segar seraya memejamkan matanya. Baginya, tempat ini adalah tempat menyendiri yang terbaik.

Aneska kini berpindah posisi dari duduk menjadi terbaring memanjang di bangku tersebut. Ia gunakan satu lengannya untuk menutupi mata dari pancaran sinar matahari yang begitu terik.

Ia kini memejamkan matanya. Bukan, bukan untuk tidur, tapi sekedar menghayal atau lainnya. Ia saat ini tengah melamunkan kejadian kemarin. Betapa beruntungnya dirinya karena insiden penculikan malam itu sempat terlihat oleh Ravindra.

Kalian tahu? Pria paruh baya bernama Candra yang waktu itu berkata ingin membooking Aneska adalah suruhan Ravindra. Pria itu memang sudah menjadi pelanggan disana, jadi tak heran jika Mami Yuli dan juga Candra sangat akrab. Huh, Ia benar-benar berhutang Budi pada keluarga itu.

"Aneska!!"

Aneska mendengar seseorang memanggilnya dari arah tebing pembatas sekolah. Sontak gadis itu terbangun dan menoleh ke sumber suara. Dilihatnya Aksa tengah duduk diatas tebing tersebut dan melambai ke arah Aneska.

"Aksa?!" Aneska berlari kecil menghampiri Aksa.

"Kenapa jidat Lo diperban?" tanya Aneska menautkan kedua alisnya.

"Ah, ini, ini Gue kejedot pintu, si Adam nutup pintunya terlalu bar-bar," alibi Aksa seraya nyengir lebar.

"Yakin kejedot doang?" tanya Aneska tak yakin. Masa iya hanya gara-gara terbentur pintu sampai diperban seperti itu.

"Huuh, Nes..."

"Ngapain Lo ke sini?"

"Gue tadinya mau masuk ke Karisma, mau cari Lo, cuman, ternyata Lo lagi disini, lagian kemana aja? Udah 3 hari gak pulang-pulang," ucap Aksa masih duduk santai di tebing.

Alih-alih menjawab, Aneska malah balik bertanya, "Kenapa waktu itu Lo gak jemput Gue?"

"Gue waktu itu ada keperluan mendadak, Nes," ucap Aksa kini mulai turun dari tebing.

"Seenggaknya Lo kabarin Gue! Lo tau? Gue hampir aja kehilangan masa depan Gue, tau nggak?!" sungut Aneska benar-benar kesal. Meskipun ini bukan sepenuhnya salah Aksa, namun setidaknya cowok itu memberinya kabar agar Ia tak menunggu lama.

"Maksud Lo?"

Aneska terlihat memutar bola matanya malas dan menatap ke arah lain, "Gue sepulang kerja diculik sama bokap Gue dan komplotannya. Gue dibawa ke tempat kotor itu,"

"S-Seriusan? Nes, maafin Gue, Gue beneran gak tau, beberapa hari ini Gue di rumah sakit,"

"Rumah sakit?"

"Gue gak jadi bohong deh. Gue waktu itu abis balap motor lawan ketua Geng Karisma. Pas Gue mau nyalip, ban motor Gue keseleo kerikil," jelas Aksa membuat Aneska teringat sesuatu.

"Lo lawan Raka?"

"Iya,"

"Jadi jidat Lo luka gara-gara itu?" Aksa mengangguk.

"Dasar cowok," ucap Aneska sinis.

"Anyway, Lo gak papa 'kan, Nes? Mereka gak macem-macem sama Lo, 'kan?"

Rewrite Destiny [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang