31

83 15 8
                                    

^^^

"Kevin. Dia adalah manusia goblok yang udah bunuh bokap gue!" sungut Aksa kesal yang membuat Aneska lagi-lagi mengerutkan keningnya.

"Kevin? Lo kenapa bisa nuduh dia?"

"Lo tahu? Dia adalah orang munafik yang hobi hancurin hidup orang lain, Nes! Dan perlu lo tahu, Nes. Dia dekat sama lo karena dia mau hancurin hidup lo juga! Gue sebenarnya tau ini udah dari bulan kemarin setelah gue selamatin lo dari anak buah bokap gue tempo hari. Gue lihat Anna, bokap gue dan juga Kevin ketemuan di rumah kosong dekat rumah gue. Saat itu gue ngintip diam-diam, tapi anehnya si Kevin langsung sadar keberadaan gue. Gue diancam buat dibunuh kalau gue kasih tahu ini ke lo." papar Aksa panjang lebar dengan berapi-api. Sepertinya ia sudah tak tahan memendam ini semua.

"Sebenarnya, gue juga agak curiga sama Kevin baru-baru ini. Entah kenapa, dia seakan memaksakan kehendak dia sendiri buat bantuin masalah hidup gue. Gue berterimakasih karena lo udah kasih tahu ini semua sama gue," Aneska menjeda terlebih dahulu perkataannya, "cuman, yang sekarang gue khawatirkan itu lo. Gue takut dia tahu kalau lo ceritain ini semua sama gue. Karena, seperti yang lo bilang tadi, Kevin suka tiba-tiba tahu tentang sesuatu."

Aksa tersenyum tipis. "Makasih udah khawatirin gue. Gue bakalan jaga diri gue baik-baik, kok. Yang penting, sekarang kita lebih baik susun benteng supaya rencana jahat dia gagal, Nes." 

Aneska mengangguk. Orang berbahaya seperti Kevin tidak cukup oleh gertakan kecil saja. Harus ada rencana besar yang disusun secara rapi untuk menghentikannya.

"Tapi sebaiknya nggak sekarang, Nes. Ini udah terlalu malam, lo lebih baik istirahat dulu karena gue tahu, sebenarnya lo baru pulang kerja, kan? Gue minta maaf udah ganggu waktu lo,"

"Santai aja, Sa. Gue berterima kasih banget karena lo udah peduli sama gue dengan ceritain hal sepenting ini."

"Iya, Nes. Gue senang bisa bantu lo sejauh ini. Gue harap lo bisa mencapai tujuan hidup yang lagi lo perjuangkan. Sorry kalau gue nggak terlalu banyak bantu lo dalam hal ini, tapi gue selalu dan akan selalu lakuin hal terbaik buat lo," ucap Aksa dengan tatapan teduh yang terasa aneh dimata Aneska. Senyuman yang ditorehkan bibir Aksa akan memenangkan siapapun yang melihatnya.

"Makasih atas segala yang udah lo lakuin buat gue. Gue benar-benar beruntung bisa kenal sama lo,"

Aksa hanya membalasnya dengan senyuman lantas berdiri dari bangku taman.

"Kalau gitu, kita pulang aja Nes, makin dingin banget dah perasaan nih udaranya,"

Aneska mengangguk dan ikut berdiri di samping Aksa. Mereka berdua akhirnya melenggang dari taman tersebut, berjalan menuju rumah Ravindra kembali.

^^^

"Saya pamit, tante, maaf malam-malam ganggu," pamit Aksa yang sudah duduk di jok motornya pada Mrs. Paul.

"Iya, hati-hati di jalan, ya. Sering-sering mampir ke rumah Andranya, nongkrong-nongkrong bareng lagi kayak dulu," ucap Mrs. Paul seraya tersenyum.

"Iya, tante. Kalau gitu, Aksa jalan sekarang, tante."

"Iya, hati-hati ya,"

"Nes, gue pulang ya," Aneska yang diajak bicarapun mengangguk.

"Assalamualaikum...."

"Waalaikumsalam...."

^^^

"Hi, baby do you wanna be mine, maybe we can see a seaside, wanna kick it with you, oh," Aksa bersenandung lagu 'seaside_demo' yang dipopulerkan seb dengan ria ketika mengendarai motornya seraya membayangkan Aneska yang baru ia sadari, ternyata tadi gadis itu banyak tersenyum dan bicara banyak juga padanya. Ah, ia merasa spesial sekali sekarang.

"Senang banget rasanya, anjir. Btw gue tadi seriusnya nggak ketulungan dah." ucap Aksa cengengesan sendiri selagi jalan raya sepi.

Sementara Aksa sibuk dengan pikirannya sendiri, sekelebat bayangan hitam melintas tepat didepan motornya. Aksapun tak perlu waktu lama menyadari hal tersebut. Bulu romanya terasa berdiri, mengirimkan sinyal ketakutan yang membuat Aksa meningkatkan kecepatan laju motornya.

"Itu tadi apaan, anjir? Seumur-umur gue baru lihat gituan." ucap Aksa dengan laju motor masih dalam kecepatan tinggi.

"Mana jalanan sepi banget, anjrit,"

Ya, Aksa orangnya memang sedikit penakut pada hal-hal tak kasat mata. Apalagi berkendara sendirian seperti ini. Rasanya Aksa ingin punya portal yang langsung membawa dirinya kerumah tanpa ribet.

Tapi, sepertinya kelebat bayangan tadi bukanlah sesuatu yang berhubungan dengan hal itu. Tak jauh dari motor Aksa, seseorang berbaju hitam-hitam dengan celurit ditangannya nampak menaburkan paku untuk menutupi akses jalannya motor.

Aksa yang sedari tadi berkendara dengan kecepatan tinggipun tak sengaja menerobos sebaran paku tersebut, menyebabkan ban motornya meletus. Aksa saat ini mulai kehilangan keseimbangan dan ambruk di aspal secara kasar. Lengan kanan bagian atas cowok itu terlihat robek pakaiannya hingga aspal membuat kulitnya terkelupas, bahkan dagingnyapun terasa terparut. Perlu kalian ketahui, lengan yang terluka saat ini merupakan bekas operasinya 1 minggu yang lalu, yang mana jahitan-jahitannya belum sembuh sepenuhnya.

"AAARGHH," Aksa mengerang lantang seraya memegangi bagian yang tadi lecet. Ia sambil berusaha beranjak untuk melarikan diri dari pelaku yang menaburkan paku tadi.

"Mau kemana, lo?" panggil orang berpakaian hitam-hitam tadi seraya berlari menyusul Aksa dengan kecepatan diatas manusia rata-rata hingga berhasil menghadang Aksa didepan.

"Lo siapa, anj***! Ngapain lo gangguin perjalanan orang lain kayak gini, hah?!" protes Aksa seraya menahan rasa perih yang ditimbulkan oleh luka tadi.

"Lo masih nanya siapa gue? Dan lo masih nanya kenapa gue gangguin lo?" tanya orang berbaju hitam-hitam tersebut seraya membuka masker hitam dan juga upluk yang menutupi kepalanya.

Seketika Aksa terbelalak melihat sosok dihadapannya.

"LO!"

Sosok berpakaian hitam-hitam itu terbahak-bahak seraya memutar-mutar celurit di tangan kanannya.

"Kaget?"

"Lo tau? Lo udah abai sama apa yang udah gue omongin sama lo. So, sekarang waktunya lo terima konsekuensi atas perbuatan lo."

Aksa menelan ludahnya kasar dengan keringat dingin yang mengucur deras ditubuhnya. Napasnya mulai memburu menahan rasa takut yang amat sangat ketika melihat celurit itu berkilat-kilat disodorkan pada leher Aksa. Jika ia bergerak sedikit saja, benda itu sudah pasti menyayat lehernya, akan tetapi, jika ia terdiampun manusia itu pasti menebaskannya juga.

"Happy Rest In Peace, brother!"

^^^

To be continued

Please Aksaaaa T_T

Jangan lupa vote dan comment-nya yaaa

Mohon maaf kalau banyak kesalahan dan ada yang nggak nyambung sama chapter sebelumnya

Terimakasih udah nunggu aku up dan baca sampai habis ^_^

Salam hangat,

ruangwp

Rewrite Destiny [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang