2

2.1K 208 51
                                    

^^^

Aneska kini tengah berjalan menyusuri gang menuju rumahnya. Ia masih bingung dengan yang tadi dilihatnya di sekolah. Apakah cewek yang tadi menabraknya benar-benar Mishall, atau hanya kebetulan mirip. Dan, gadis yang berjalan dengan cewek tersebut nampak sangat mirip dengan dirinya di masa lalu. Entahlah. Ia tak ingin mengambil pusing.

Setelah beberapa menit, Aneska akhirnya tiba dirumahnya dan membuka pintu, memasukinya. Dilihatnya ruang tamu sungguh berantakan dengan banyaknya gelas pecah dan juga ayahnya yang tengah memejamkan mata di sofa.

Aneska menghela nafasnya panjang dan mengambil sapu ijuk untuk menyapukan pecahan kaca yang bisa saja terinjak olehnya.

"Heh! Lo udah dapet duit belom, hah?!" ujar Gilang, ayahnya dengan mata masih terpejam.

"Belum, Yah. Aneska baru pulang sekolah. Sekarang mau berangkat kerja," ucapnya lembut seraya merapikan pecahan kaca.

"Gue bilang lo kerja aja kayak nyokap lo dulu. Biar dapet banyak duit!" ucap Gilang melemparkan botol kosong ke lantai membuat suara nyaring terdengar memekakkan telinga.

"Tapi, yah, Aneska gak mau cari uang dengan cara kotor kayak gitu," ucap Aneska lembut.

"Halah! Gak usah sok suci, lo anak haram!" Gilang kini menatap benci Aneska dan menghampiri gadis tersebut.

Aneska hanya bisa menunduk. Kehidupan barunya membuatnya terpaksa tertekan dari kecil membuat sikap aslinya yang ramah, periang, bar bar dimasa lalu tergantikan dengan sikap tertutup, tak mengenal kasihan dan anti sosial.

"Kenapa diem, hah?! Cepet cari duit yang banyak! Minuman gue udah abis di kulkas! Mana makan cuman sama tahu tempe!" sentak Gilang membuat Aneska mengangguk.

Selalu begitu. Ayahnya yang tempramental membuat mentalnya selalu terluka, apalagi fisiknya yang tak jarang ditampar seenaknya dan dipukul dengan botol minuman kosong yang ia bawa dari Club.

"Aneska ke kamar dulu, mau ganti baju, pergi kerja," pamit Aneska kemudian meninggalkan ayahnya yang masih tersulut emosi.

Semenjak keluar dari penjara 7 tahun lalu, bukannya bertobat, Gilang malah semakin menjadi. Entahlah, tiada hari tanpa kekerasan untuk Aneska.

^^^

Disinilah Aneska, mencuci piring disebuah restoran demi menghidupi dirinya dan ayahnya yang selalu menuntut. Terkadang Aneska sungguh ingin berteriak dihadapan Gilang bahwa dia bukanlah anak pria itu. Namun, keadaan sekarang berbeda. Mau tak mau Aneska jalani saja.

"Aneska," seseorang memanggilnya.

"Iya, bang," Aneska menjeda sejenak acara cuci piringnya dan menghadap pada rekan kerjanya.

"Bos minta lo buat temuin dia. Selamat ya, kayaknya lo mau gajian dah. Nih, gue juga baru nerima," ucap Celio mengacungkan amplop coklat yang nampaknya berisi banyak sekali uang disana. Ya, gaji Celio pasti lebih besar daripada dirinya yang hanya tukang cuci piring dan pelayan. Sedangkan Celio adalah chef disana.

"Ooh, iya, bang, makasih. Gue ke bos dulu," ucap Aneska tersenyum singkat dan berlalu menuju ruangan bosnya.

Aneska kini mengetuk pintu ruangan bosnya dan memasuki ruangan tersebut setelah ada sahutan dari dalam.

"Assalamu'alaikum,"

"Waalaikumsalam,"

"Apa betul saya diminta menemui bos?" ucap Aneska sopan.

"Iya, saya mau kasih gaji kamu, sekaligus sama tip nya karena kamu kerja sangat bagus disini," ucap Rangga, bosnya seraya tersenyum.

Aneska tersenyum tipis membuat siapapun yang melihatnya akan ketagihan. Termasuk bos tampannya yang kebetulan usianya tak terpaut jauh, hanya berbeda 2 tahun darinya.

Rewrite Destiny [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang