32

63 17 9
                                    

^^^

Dengan semua barang-barang yang sejak beberapa hari lalu sudah dikemas dengan lengkap ke dalam koper, Aneska berdiri didepan pintu kamar seraya menarik dan membuang napas perlahan, mempersiapkan diri untuk mengatakan bahwa dirinya akan pamit dari rumah yang sudah memberinya kehangatan selama ia tinggal disini.

Ya, sekarang tiba saatnya Aneska untuk hengkang dari rumah keluarga Paul. Sebenarnya ia merasa sedikit sedih untuk meninggalkan rumah ini. Ia mulai merasa sayang pada Mrs. Paul yang selama ini perhatian sekali padanya dan juga semua orang disini memperlakukan dirinya seakan Aneska bukanlah orang asing di rumah mereka. Namun, bagaimana lagi? Ia tak ingin menjadi beban dalam keluarga mereka lebih jauh lagi.

Aneska menarik gagang pintu dengan tangan kanan dan koper ia boyong bersamanya menggunakan tangan kiri. Hari ini masih lumayan pagi sehingga pasti seluruh penghuni rumah belum ada yang pergi beraktivitas ke luar.

"Lo mau kemana bawa koper kayak gitu?" tanya Ravindra yang juga baru keluar dari kamarnya yang tepat berada di samping kamar Aneska. Ia terlihat sudah siap dengan seragam sekolahnya serta tas hitam tersampir di bahu kanan.

"Gue mau pindah dari rumah lo," ucap Aneska datar.

Ravindra nampak sedikt terkejut mendengar jawaban Aneska, namun kemudian ia buat normal kembali wajahnya. "Kenapa?"

"Gue udah dapat kosan buat gue tempatin. Thanks lo udah nerima gue di rumah ini, dan maaf kalau misalnya gue suka repotin lo dan keluarga lo selama gue numpang disini. Gue nggak akan pernah lupa sama semua kebaikan keluarga lo."

Ravindra menatap datar wajah Aneska cukup lama lantas berbicara, "kalau itu keputusan lo, gue terima. Tapi biarin gue buat antar lo ke kosan lo."

"Nggak usah, gue bisa pergi sendiri. Lo langsung berangkat sekolah aja,"

"Nggak, gue akan antar lo,"

"Gue bilang nggak usah,"

"Nggak, gue antar lo,"

Aneska yang mendengarnya lantas menggulirkan bola matanya. Yah, terserah cowok itu saja. Sebersikeras apapun Aneska menolak, dia akan tetap memaksa. Lagipula saat ini ia tengah malas untuk sekedar beradu argumen dipagi hari. Itu sangat tak baik untuk mood-nya nanti.

Ia pun akhirnya berjalan menuruni tangga menuju ruang tengah dengan Ravindra dibelakangnya. Setelah sampai di ruang tengah, Aneska menyimpan terlebih dahulu kopernya dan bergegas menuju ruang makan untuk menemui Mrs. Paul.

"Tante," panggil Aneska pada Mrs. Paul yang tengah mempersiapkan sarapan untuk keluarganya.

"Iya, sayang," sahutnya seraya menoleh ke arah Aneska.

"Eh, kok kamu nggak pakai seragam?"

"Aneska mau pamit pergi, tante."

Mrs. Paul terlihat menautkan kedua alisnya. "Mau pergi kemana emangnya? Kamu udah izin ke pihak sekolah?"

"Aneska mau pindah ke kosan, tante. Aneska nggak enak ngerepotin tante terus."

"Lho, kok pindah sih, Aneska? Kamu itu udah kita anggap keluarga sendiri. Jangan gitu, ah." ucap Mrs. Paul sedih.

"Maaf, tante. Tapi Aneska harus pergi. Makasih tante udah memperlakukan Aneska seperti anak tante sendiri. Aneska benar-benar bersyukur bisa kenal sama keluarga yang baik banget sama Aneska."

Mrs. Paul langsung saja memeluk Aneska hangat dengan emosional. Ia sangat tak rela anak kesayangannya pergi. Terlebih lagi Aneska selama disini selalu menemaninya untuk mengobrol dan curhat mengenai banyak hal. Yah, seperti yang kalian ketahui, Mrs. Paul merupakan satu-satunya wanita di keluarga ini.

Rewrite Destiny [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang