4

1.2K 179 10
                                    

^^^

1 hari setelah menerima sikap tempramental ayahnya, Aneska kini kembali bersekolah karena dirasa tubuhnya sedikit enakan, meskipun ditubuhnya banyak sekali lebam yang jika disentuh akan merasakan ngilu kembali.

Saat menyusuri koridor, banyak pasang mata memperhatikannya. Semuanya menatap ngilu pada sudut bibir Aneska yang merah-merah dan juga tangan kanan yang menampakkan lebam.

Aneska yang sadar diperhatikan melayangkan tatapan sinisnya dan kembali berjalan menatap lurus kedepan.

Tak sengaja gadis itu berpapasan dengan Ravindra dan juga teman-temannya. Ravindra nampak memperhatikan Aneska secara intens. Terdapat rasa bersalah dimatanya.

"Bentar, Rel,"

Ravindra menghampiri Aneska yang berjalan meninggalkannya. Ia meraih pergelangan tangan Aneska untuk menghentikan gadis itu.

"Maaf," itulah yang hanya Ravindra bisa katakan membuat Aneska berdecih sinis.

"Dengan mudahnya Lo minta maaf?" tanya Aneska seraya memegangi sudut bibirnya yang terasa sedikit perih.

"Maaf,"

"Lepas," titah Aneska datar.

"Maaf,"

"Gue bilang lepas!" sentak Aneska menghentakkan tangan kanannya membuat gadis itu meringis.

"Akhhh!"

"Maaf,"

"Kalo cuman itu yang pengen Lo omongin, mending Lo pergi tinggalin Gue! Gak usah Lo ikut campur lagi soal urusan keluarga Gue! Gak usah temuin Gue! Gak usah coba buat masuk ke kehidupan Gue! Ngerti bahasa manusia nggak sih?! Dasar brengsek!!" ucap Aneska murka lalu meninggalkan Ravindra yang mematung dengan rasa bersalahnya. Semua yang menyaksikan kejadian itu terlihat bingung dengan apa yang terjadi sebenarnya diantara mereka berdua.

"Dra, Lo kenapa dibentak si saiko dah?" tanya Farel yang tak ditanggapi sama sekali oleh Ravindra. Cowok itu memilih berjalan menuju kelasnya.

"Vin, Lo ngerti nggak?" tanya Farel pada Gavin yang juga bingung.

"Tau," Gavin mengedikkan bahunya.

^^^

Kini Aneska menaruh tasnya di kursi dan duduk disana. Ia pikir jika bolos pelajaran sekali saja mungkin tak masalah. Aneska membawa novel horror yang belum selesai ia baca dan bergegas keluar kelas. Meskipun bel masuk berbunyi nyaring, Aneska tak peduli. Ia tak akan mengikuti pembelajaran untuk hari ini.

Satu-satunya tempat yang ia tuju saat ini adalah belakang sekolah. Ia ingin menyendiri tanpa ada orang yang mengganggunya. Itu adalah salah satu cara Aneska menghilangkan sedikit rasa penatnya karena takdir menyulitkan ini.

Gadis itu mendudukkan diri disebuah bangku dibawah pohon persik seperti biasanya. Suasana sepi seperti ini membuat pikirannya rileks seketika. Ia sandarkan punggung ke sandaran bangku dan memejamkan matanya merasakan kesejukan yang diciptakan pohon persik tersebut.

"Ekhm," seseorang terdengar berdeham. Siapa yang berani-beraninya mengganggu waktu istirahatnya disini?

Aneska membuka matanya dan betapa kesalnya ketika dilihat cowok yang benar-benar ia benci dan sama sekali tak ingin dilihatnya tengah berdiri dihadapannya.

"Ngapain Lo kesini? Gak puas Lo ngusik hidup Gue? Pindah sono ke sekolah asal Lo," ucap Aneska datar dan kembali memejamkan matanya.

Rewrite Destiny [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang