Nabila 4 • Mas Panca

9.1K 1.2K 35
                                    

Happy reading! ❤❤

***

Setiap orang pasti melakukan kebohongan
Yang berbeda hanyalah alasan di balik kebohongan itu
Apakah untuk niat tertentu atau memang sudah kebiasaan

***

gilanglang liked your photo

Aku hanya memandang notification itu sekilas. Lalu menggesernya kebawah untuk melihat siapa saja yang sudah mengomentari fotoku yang baru diupload dua jam lalu.

"Na, aman?" Tanya Mas Panca.

Mas Panca adalah kakak tertuaku, dan merupakan laki-laki yang menghadiahkan sebuah tas gendong untuk ulang tahun adeknya yang sudah beranjak kepala dua.

Sebagai adik perempuannya, aku tidak pernah paham bagaimana cara pemikiranya bekerja. Setiap keputusan atau tindakannya benar-benar berbeda dari kebanyakan orang.

Jika orang lain melakukan cara think out of the box, maka dia akan berfikir think of the new's box. Benar-benar tidak terduga, dan selalu berbeda dengan apa yang dipikirkan oleh orang lain.

"Cuma nemenin nongkrong mah nggak perlu dandan kayak gimana-gimana, Mas." Responku atas pertanyaannya barusan.

Oke, sebenarnya ini jangan ditiru. Aku termasuk penganut prinsip be pretty is important but be worth it is more. Makanya aku jarang sekali berdandan, dan lebih suka tampil apa adanya dengan setelan kasual plus hoodie oversize dengan warna-warna pastel.

Memiliki dua orang saudara laki-laki, lagaknya juga membuat sifat ku yang barusan semakin menjadi-jadi. Tidak ada obyek yang bisa di compare soal cara berpenampilan sehingga membuat bagaimana pun aku tampil aku selalu merasa baik. Yes, a simple like that!

Mas Panca hanya tertawa, lalu menyuruhku untuk bergegas karena kami akan segera berangkat.

"Mah, Mas sama adek mau jalan-jalan dulu di sekitar malioboro." Ucap Mas Panca sembari menyalami Mama.

Aku mengikutinya di belakang, "Jangan nyampe kemaleman ya, Mbak. Nanti kalo mas mu nggak mau pulang dan banyak alesan yang ngada-ada jangan lupa hubungi Mama." Nasehat beliau yang sengaja di keraskan agar yang dituju bisa mendengar.

Aku hanya tertawa, sedang kulirik Mas Panca justru malah cemberut mendengar wejangan Mama barusan. "Nggak boleh lebih dari jam setengah sepuluh ya, Mas pokoknya," Titah lanjutan dari sang bunda ratu.

Kami hanya mengangguk patuh. Kalo kata Mas Panca sih istilahnya turutin aja dulu. Nanti-nanti bisa lah mundur dikit, katanya saat aku selalu protes jika disuruh pulang tepat waktu.

Aku dan Mas Panca kemudian melangkah keluar rumah. Lalu berpisah arah setelah berada di balik pintu. Mas Panca menuju garasi untuk mengambil mobil, sedang aku memilih menunggu di depan halaman rumah.

***

"Na, nanti lo kudu ati-ati kalo di godain temen-temen Mas. Terutama sama yang namanya Gilang. Pokoknya jangan deket-deket." Mas Panca masih saja memberitahukan ku hal-hal yang itu-itu saja.

Aku hanya mengangguk-angguk mengiyakan. Pasalnya dari semenjak aku naik mobil, wejangannya tidak berkembang sama sekali. "Iya, Mas." Jawabku karena sudah bosan mendengar ocehannya yang tidak bervariasi.

Aku tau jika teman-temannya satu spesies dengannya. Dan pengalaman menjadi adiknya selama ini, tentulah membuatku yakin bahwa aku tidak akan terpesona dengan orang-orang dengan kelompok seperti itu. Hanya mengandalkan tampang dan mulut yang manis untuk menjebak perempuan-perempuan polos di luar sana.

"Lagian ini gue dateng juga jadi pacarnya Mas Panca kan ceritanya. Terus kenapa mesti khawatir digodain? Temen nggak makan temen kali, sante." Jawabku tetap acuh sambil asik melihat-lihat peralatan gambar di salah satu online shop. Girl and the discount, benar-benar hal yang tidak dapat dipisahkan.

Kudengar Mas Panca mendengus. Terserah lah apa maunya yang penting shopee pay-ku akan bertambah dua ratus ribu nantinya.

"Ngomong-ngomong, Mas. Kenapa lo butuh pacar pura-pura?" Aku bertanya karena penasaran.

Aku tidak pernah tau dan tidak pernah mau tahu tentang urusannya bersama teman-temannya. Bahkan ketika aku tau teman-temannya akan datang ke rumah, aku selalu stay di dalam kamar dan tidak membiarkan diriku terlihat. Benar-benar berusaha agar keberadaanku tidak terdeteksi dengan baik.

Tapi karena urusannya kali ini bersinggungan denganku, hari ini aku akan membuat pengecualian. Ditambah lagi, aku juga cukup penasaran tentang apa yang sebenarnya telah terjadi.

"Gue kalah taruhan!" Aku mengernyitkan dahi karena sedang berpikir.

Apa hubungan antara kalah taruhan dan membayar ku untuk menjadi pacar pura-puranya? TIDAK ADA! Kesimpulan ku setelah berfikir beberapa saat.

"Terus kenapa butuh pacar pura-pura?"

"Gue di suruh nembak Viona kalo gue lagi nggak ada pacar!"

Tawaku seketika memenuhi mobil. "Mbak Viona?" Beoku yang dibalasnya dengan dengusan.

Mbak Viona adalah salah satu perempuan yang tergila-gila dengan Mas Panca. Saking tergila-gilanya, bahkan hampir setiap hari dia mampir ke rumah untuk mengantarkan berbagai jenis makanan. Tidak heran juga, teman-temannya Mas Panca yang bahkan tidak tahu aku sebagai adiknya, justru tau siapa perempuan ini.

"Bagus dong, Mas. Mbak Viona cantik dan baik gitu kok. Apalagi Mama kayaknya juga udah sreg." Aku memberikan pendapat terhadap Mbak Viona.

Lagi-lagi Mas Panca hanya mendengus. "Tapi gue nggak suka." Jawabnya datar.

Aku mengangguk-angguk. "Kenapa? Gue justru mikirnya lo harusnya bersyukur banget disukai sama cewek kaya dia."

"Kalo yang lo permasalahan wajahnya yang nggak secantik mantan-mantan lo, gue rasa kalo dia mau dandan juga bakalan lebih cantik kok." Lagi-lagi aku mengutarakan pendapatku karena Mas Panca tidak juga bersuara.

Sebagai seorang perempuan, meski berpenampilan sedikit nerd, aku bisa melihat bahwa tetangga sebelah rumahku itu sebenarnya sangat cantik. Hanya saja memang bukan sifatnya untuk selalu mempoles diri, sedangkan orang di sebelahku ini selalu menilai wanita dari tampangnya.

Ya sudahlah, aku berharap jika mereka akan berjodoh suatu saat nanti.

***

"Wow, beneran bawa ceweknya ternyata," Sapaan pertama yang diberikan lelaki berkaos hitam itu padaku dan Mas Panca.

Aku hanya tersenyum, berusaha menampilkan ekskresi senyum polos yang semoga tidak terlihat menjijikan.

"Ya gimana ya, gue emang nggak bohong kalo udah ada cewek. Jadi please ganti dare-nya jangan nembak Viona, kasian dong cewek gue." Jawab Mas Panca sambil menggenggam tanganku dan mengangkatnya di depan teman-temannya.

Aku memandangi teman-teman Mas Panca yang berseru kegirangan melihat tingkah lakunya. Benar-benar tidak menunjukkan umur, batinku saat melihat mereka begitu antusias hanya untuk hal seperti ini.

"Yah, kasian deh si Viona pangerannya udah ada pawangnya!" Salah satu temannya yang tidak ku ketahui namanya itu berujar, kemudian disusul oleh tawa orang-orang dimeja ini.

Aku mengedarkan pandangan ke seluruh meja. Memperhatikan satu persatu orang yang sedang tertawa hingga mataku bertubrukan dengan mata seseorang. Aku tidak yakin, tapi sepertinya aku pernah melihat orang ini entah kapan dan dimana.

***

"Jangan lupa buat tf shopee pay, Mas. Malem ini gue mau hunting barang, biar nggak kehabisan!" Teriakku saat Mas Panca mulai menaiki tangga menuju kamarnya.

Dia tidak menjawab, tapi mengangkat ibu jari kanannya sebagai respons dari teriakanku barusan.

Aku tersenyum samar, tidak sia-sia menahan diri untuk menjawab kekepoan teman-temannya yang diatas rata-rata.

Point OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang