Nabila 27 • Leave No One Behind

4.4K 626 2
                                    


Orang bilang cinta yang diam-diam akan lebih setia daripada yang diungkapkan
Lalu apakah cinta yang diumbar-umbar akan lebih cepat usai ketimbang yang di sembunyikan?

***

"Beautifful girl in the corner. Cih!!" Rena mencibir pelan, namun kebetulan masih bisa aku dengar.

Aku menolehkan pandangan ke samping kiriku, tepat ketika perempuan yang hari ini memakai kardigan berwarna hitam itu melemparkan ponselnya ke atas meja sembari mengumpat, "Bangsat emang ini orang!"

"Kenapa, Ren?" Aku bertanya karena penasaran akan apa yang berhasil membuatnya kesal seperti tadi.

"Dion?" Tebakku yang dia angguki dengan ogah-ogahan.

"Katanya kemaren mau move-on? Terus ngapain masih stalk ig-nya?" Lanjutku sambil menulis beberapa materi yang ditinggalkan di papan tulis.

Oh iya, fyi aku sebenarnya bukanlah anak yang rajin. Hanya saja ini minggu terakhir sebelum UTS. And i decided to take something different untuk menunjang proses belajarku beberapa hari ke depan.

"Gue nggak stalk ya, Na." Akunya setelah mengambil kembali ponsel yang dibanting nya tadi.

"Bokis banget!" Jawabku sambil menutup buku catatanku karena sudah kehilangan mood menulis.

Lalu mengambil ponsel di dalam totebag, membuka kuncinya, mencari fitur kamera, membukanya setelah menemukan, dan mengarahkannya ke papan tulis untuk bahan mencatat nanti ketika si mood sudah kembali lagi.

"Asli Na! Gue berani sumpah malah kalo akun dia udah gue blok dari jauh-jauh hari."

Aku masih fokus untuk melihat hasil jepretan ku tadi. "Terus liat dimana? Twitter?" Pertanyaanku yang dibalasnya dengan gelengan.

"Bunga," Jawabnya dengan suara yang sudah kembali normal.

"Bunga si kembang fakultas bukan?" Kulirik Rena mengangguk membenarkan. "Pantesan Ren kalo si Dion nge-gosthing elo. Orang dia nemu bibit unggul gitu."

Reni mendengus mendengar perkataan ku barusan. "Lo kok gitu si Na sama gue. Jahat amat!"

"Bukan gitu Ren, gue kan cuma nyampein logical reason nya. Tapi sebagai temen baik lo, gue bakal terus dukung lo nih... "

"Emang bangsat banget itu Dion," Lanjutku dengan wajah lempeng, yang tentu saja membuat Rena semakin kesal.

"Please, Na! Jangan bikin gue tambah emosi deh."

"Ya kata lo gue kudu ngedukung lo, Ren? Ini bentuk solidaritas gue nih.. " Rena mendengus pelan mendengar pembelaanku.

"Tau ah, pusing!" Rena berujar sembari menjatuhkan kepalanya di atas meja.

"Gak papa, ambil aja sisi positifnya. Melatih kesabaran.... "Lanjutkan sambil menepuk-nepuk bahunya.

"Tapi gue gedheg banget, Na. Ngapa pula itu mereka berdua pamer kemesraan di instagram, childish banget!! " Ucapnya ketika tiba-tiba mendongakkan kepalan dan berhasil membuatku kaget seketika.

Aku menahan diri untuk tidak menoyor kepala Rena yang sedikit gesrek sepertinya.

Childish and Childlike memang adalah kata yang erat kaitannya dengan sifat atau sikap yang dimiliki anak-anak, dimana keduanya mempunyai arti yang mengarah pada sesuatu yang sama yaitu anak-anak. Tapi point of view dari sisiku, aku tidak menyetujui jika mempublikasikan hubungan via sosial media adalah sesuatu yang kekanak-kanakan. Tentunya, dengan pertimbangan konten yang diunggahnya juga.

Sometimes, aku merasa hal yang demikian perlu. To get know others, bahwa we have a relationship each other.

"Ya udah, di blok aja dulu si Bunga sementara. Atau kalo nggak lo unfoll aja kalo gitu," Saran yang bisa keluar dari bibirku.

Lagi-lagi Rena hanya mengangguk, lalu mengotak-atikan ponselnya entah melakukan apa.

***

"Hai, Na. " Aku memandangi layar ponselku, tepat pada sederet nomor tidak dikenal yang siang ini menghubungiku.

Sebenarnya mendapatkan chat dari nomor yang tidak dikenal ini bukan sesuatu yang aneh terjadi. Then the problem is, tiga hari yang lalu whatsapp ku ke log out sendiri, dan nomorku entah kenapa tidak bisa lagi digunakan kembali sehingga dengan berat hati akhirnya aku menggantinya. So, aku agak sedikit kaget saat ada orang yang mengirimiku pesan, sedangkan seinget yang ada di kepalaku baru papa, mama, Mas Panca, Aldo, dan Rena yang punya nomor baruku.

Apa Mas Gilang? Pikirku entah mengapa.

Aku memutuskan untuk tidak membalas pesan tersebut. I think, its not an urgent message sehingga perlu untuk dibalas. Jika penting, the sender will be resent her/his message.

"Mah, jadi mau bikin apa?" Aku meletakkan kembali ponselku di atas nakas yang ada di dapur, lalu menghampiri mama yang sedang sibuk menimbang-nimbang bahan untuk membuat kue.

"Brownies aja deh ya, Mbak. Ini bahan-bahannya alhamdulillah masih lengkap..." Aku mengangguk-angguk sembari mengaitkan tali celemek ku.

"Ini mau bikin berapa loyang?"

"Lima aja mbak, tadi mama juga udah beli yang lain-lainnya. Jadi bikin brownies nya buat pelengkap aja."

Setiap Aldo ada rencana untuk naik mama pasti akan membuat semacam doa bersama untuk keselamatan Aldo. Oke oke aku tau ini agak gimana, tapi memang seperti itu cara mama memvisualisasikan rasa sayangnya pada Aldo. Mama mungkin tidak akan pernah berhenti khawatir dari setelah Aldo mengantongi persetujuan dari papa, hingga besok ketika dirinya benar-benar sudah kembali terlihat batang hidungnya lagi di dalam rumah.

"Jadi ini nanti di anter ke panti kaya biasanya, mah? Doa bareng disana juga?" Tanyaku sembari memecahkan telur untuk adonan.

"Iya, Mbak. Biar lebih enak gitu, nggak perlu ngundang-undang orang lagi. Terus biar sekalian berbagi gitu sama anak-anak yatim." Timpal beliau sembari mengayak tepung.

"Bener juga sih mah, nggak ribet juga ya jadinya." Aku berjalan untuk mengambil mixer untuk mengaduk adonan. Lalu kemudian masing-masing dari kami fokus mengerjakan bagiannya masing-masing karena hal seperti ini sudah seringkali kami lakukan.

Saat baru saja memasukan adonan ke dalam over, terdengar suara salam dari pintu depan. "Mah, ada tamu nggak sih?" Aku melirik mama yang sedang mencuci peralatan bekas kami bertempur tadi.

"Bentar, Mbak." Aku dan mama kembali terdiam untuk memfokuskan pendengaran. Dan benar saja, kembali terdengar salam yang kali ini aku dan mama sama-sama mendengarnya.

"Bukain gih mbak. Mama masih repot ini." Titah si bunda ratu tanpa memberikan kesempatan untuk menolak.

Aku mengerucutkan bibirku. Lalu tanpa membenahi penampilanku yang awut-awutan, aku berjalan ogah-ogahan ke ruang tamu sambil berteriak. "Wa'alaikumsalam, sebentar!" Dan tepat ketika aku membukakan pintu, seseorang di baliknya langsung menyunggingkan senyum manisnya yang membuatku ingin menghilang seketika.

Point OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang