Net Zero adalah suatu titik dimana emisi gas rumah kaca suatu negara diimbangi dengan penyerapan emisi oleh hutan dan lautan. Sebagai negara kepulauan yang luas lautannya lebih besar dari daratan dan juga julukan akan hutan Indonesia sebagai salah satu paru-paru dunia yang disematkan, agaknya semestinya bisa dengan mudah Indonesia mencapai titik net zero ini. Sayangnya, tentu hal yang kita duga tersebut belum juga terjadi hingga saat ini.
Eksploitasi alam terus saja terjadi dimana-mana. Bahkan hampir di setiap video yang aku tonton di kanal youtube watchdocimage, isu-isu kerusakan alam terjadi hampir di setiap sisi negeri. Proyek reklamasi, perampasan hutan adat untuk kelapa sawit, bahkan pembangunan sepuluh Bali-Bali baru dalam video Bukan Pesona Indonesia mampu membuatku tercengang dan tak bisa berkomentar apa-apa.
Sisi baiknya, dari sebuah artikel yang aku baca menyebutkan bahwa Indonesia terus mendorong pola konsumsi dan produksi berkelanjutan yang dilakukan melalui pendekatan sistemik dan operasional. Which is berarti, pola konsumsi dan produksi yang sedang didorong ini akan bisa sangat membantu dalam mengurangi kadar emisi di atmosfer bumi.
Well, secara sistemik berarti berkaitan dengan aturan-aturan terkait pola konsumsi berkelanjutan seperti pengembangan standar produk ramah lingkungan, dan pengadaan barang/jasa ramah lingkungan di instansi pemerintah. Sedangkan secara operasional, penerapan pola ini dapat diterapkan dari praktik yang sederhana. Contohnya, menggunakan totebag atau ecobag ketika berbelanja untuk mengurangi penggunaan kantong plastik yang membutuhkan waktu ratusan taun untuk mengurainya.
Anyway, aku bukan tipe orang yang tergolong kelompok garis terdepan dalam aksi lingkungan. But in this situasion, bukankah tidak bijak jika kita tetap abai terhadap keberlangsungan lingkungan sendiri? Sedang di depan mata, kerusakan itu nyata adanya.
Pendapatku pribadi sebenarnya manusia lah yang membutuhkan lingkungan. So setelah mengetahui sedikit fakta ini, aku berjanji pada diriku sendiri to be a better person. Jika belum bisa bermanfaat dan memberikan impact yang baik bagi lingkungan, at least aku tidak menjadi salah satu individu yang ikut menyumbang dalam kerusakan lingkungan tersebut.
Memasuki semester tiga kemaren, aku sudah mulai mengubah kebiasaan-kebiasaan burukku menjadi sedikit lebih baik. Membawa tumblr minum ketika berpergian, membawa kantong sendiri ketika berbelanja, dan bahkan baru-baru ini berbelanja barang-barang preloved sebagai bentuk kepedulianku terhadap alam.
"Mbak, keluar yok!"
"Kemana?" Jawabku masih dengan mata dan jari yang terfokus di depan laptop.
"Beli martabak kuy," Aldo duduk di sofa yang sama denganku dan memaksaku untuk bergeser agar tidak merasa sesak.
Aku menghentikan kegiatan mengetikku sementara. "Bentar, Do. Nanggung banget ini, bentar lagi selesai."
"Bener ya mbak, jangan lama-lama." Jawabnya sambil mengeluarkan smartphonnya dari dalam saku celana jeannya.
"Siap bos, lima menit aja.."
***
"Yok!" Ajakku ketika barusaja menutup laptop yang sedari tadi kugunakan.
"Udah?" Aldo melirikku yang ku jawab dengan anggukan.
"Bentar ya, mbak naro laptop dulu sambil ambil kardigan di kamar." Dan tanpa menunggu jawaban Aldo, aku bergegas untuk naik dan mengambil beberapa hal yang aku butuhkan.
"Mama Papa berapa hari mbak di rumah eyang?" Aku mencondongkan kepalaku ke arah depan karena tidak begitu jelas mendengar apa yang Aldo katakan barusan.
Saat ini kami sedang berkendara menggunakan motor scoopy kesayanganku di tengah ramainya kota Yogyakarta di malam minggu. Jadi sangat wajar jika suara angin dan deru kendaraan bermotor menghambat indera pendengaranku dalam memproses suara di sekitar.
"Lo ngomong apa, Do? Mbak nggak denger."
"Papa mama berapa hari mbak di rumah eyang?" Aldo sedikit berteriak untuk memastikan jika aku mendengar pertanyaannya.
"Sampe hari rabu katanya," Jawabku tak kalah keras.
Sekali dalam sebulan, mama dan papa memang akan mengujungi eyang kakung dan yangti di Kota Solo. Kadang satu keluarga full, atau hanya berdua seperti saat ini. Sedangkan untuk mengunjungi orangtua papa yang notabenya warga asli Yogyakarta, maka kunjungan mereka akan lebih fleksibel ketimbang ke rumah orangtua mama.
"Pengen nyusul nggak, Mbak? Sambil liburan gitu... Mumpung gue libur abis ujian."
"Ya elo Do libur. Mbak lusa ada kuis, jadi nggak bisa."
"Kalo ke rumah eyang Pur mau nggak? Udah lama juga kan kita nggak ke sana." Aku mengusulkan untuk ke rumah eyang Yogya saja yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah kami. Pasalnya, aku benar-benar tidak bisa membolos lagi untuk semester ini pada matakuliah yang terjadwal besok dan lusa. Jatahku sudah habis kupakai, dan kebetulan juga akan ada kuis yang tidak bisa aku tinggalkan begitu saja.
"Boleh sih, Mbak. Mau besok pagi?"
"Bisa sih. Tapi mau ngajak Mas Panca nggak?"
"Ajak dong mbak, kan nanti Mas Panca yang bakal jadi atm berjalan kita kalo pergi-pergi kaya gini." Jawab Aldo yang membuatku tertawa membenarkan argumennya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Point Out
ChickLit"Kalo gue nggak salah inget, lo udah ada cewek kan pas pertama kali kita ketemu?" "Baru putus kemaren, " Jelasnya tanpa ku minta "Wow. lancar banget ya ngomongnya." Lagi-lagi aku berdecak kagum mendengar ucapannya. Dia benar-benar manusia langka ya...