Jangan tidur kemalaman jika tidak ingin esok paginya jadwal menjadi berantakanPernah dengar kalimat ini? Aku pernah tidak sengaja mendengarnya. Lupa, mungkin Rena yang mengatakannya kepadaku di masa lalu, yang mungkin saja hanya aku anggap sebagai angin lalu. Dan lucunya, kali ini justru aku mengalaminya dengan sangat jelas di kehidupan.
Aku kembali menilik jam tanganku entah untuk yang keberapa kali, sedangkan kakiku terus berlari menuju halte bus. Sambil memegang kacamata yang pagi ini bertengger manis diatas hidung, aku berdoa jika bus yang datang kali ini sedikit lebih lama dari biasanya.
Sayangnya, dari kejauhan aku sudah melihat kedatangan bus dan beberapa orang mulai menaikinya.
"Arrrgghh!" aku berteriak mengeluh pelan. Lalu memilih untuk duduk di halte sendirian, sembari merutuk kebodohanku tadi malam.
Pikiranku berkelana ke kejadian malam tadi. Bodohnya aku tidak memaksakan tidur padahal pagi harinya ada praktikum yang harus aku datangi. "Sial!" Makiku pada diri sendiri.
Entah Mas Gilang punya pelet apa sehingga malam tadi membuatku terus saja memikirkannya. Meski aku akui, ada sesuatu di dalam sana yang sedang mengepakkan sayapnya dengan bahagia. I think its something wrong happen with me.
Aku menolak fakta jika aku tertarik dengan dirinya. Sosok laki-laki yang hanya bermodalkan wajah dan kata-kata manis bukanlah tipe pasangan yang aku impikan sedari dulu. Good attitude adalah point utama yang aku pertimbangan dalam memilih pasangan. Lalu laki-laki yang sehari lalu putus dan hari berikutnya terang-terangan mendekati perempuan lain, apakah itu termasuk memiliki good attitude?
Aku menggeleng dan menepuk pelan kepalaku saat tidak sadar justru memikirkannya. Astaga, Na - ucapku pada diri sendiri.
Aku menghempaskan napas lelah (kembali). Ketidakberuntungan pagi ini memang terasa terlalu banyak untuk disebut sebagai sebuah kebetulan. Aku bangun kesiangan, motor scopy kesayanganku tiba-tiba tidak bisa dinyalakan, sedang Aldo dan Mas Panca bahkan sudah entah dimana sehingga tidak bisa kumintai tebengan.
Kuambil ponsel dari dalam totebag-ku, lalu memberitahu Rena akan keadaanku dan memintanya untuk mengetagkan satu bangku yang cukup strategis untukku. Aku belum sempat membaca materi, jadi aku harus menyembunyikan diriku agar tidak menjadi orang yang akan diberi-beri pertanyaan. I don't like to be a center, and i like to be an invisible woman.
Aku berjalan modar-mandir di depan halte. Berkali-kali kembali menilik jam tangan karena waktu yang sudah semakin mepet. Bus yang aku tunggu tidak datang-datang, sedang jam dipergelagan tanganku terus saja berputar. Aku menggigit kuku jari-jariku untuk mengalihkan kecemasan. Hingga tanpa sadar, aku tidak menyadari jika ada sebuah motor Honda CBR 250RR warna merah yang berhenti tepat disampingku.
"Na," Seketika aku berhenti, lalu menengok ke arah sumber suara dan entah kenapa menghembuskan napas lega.
"Mas Gilang..." Pekikku senang melihat sosoknya.
Aku tidak berbohong saat mengatakan saat aku merasa bahagia bertemu dengannya. Waktuku tidak banyak lagi agar tidak dianggap alpa oleh dosen praktikum yang sangat killer itu.
"Tolongin gue, Mas!"
Kuliat kedua alisnya menyatu, mungkin tidak paham maksud dari perkataanku. "Gue ada kelas pagi, Mas. Ini udah mepet banget, anterin ke kampus bisa?" Tanyaku agak tidak enak.
Mas Gilang menyunggingkan senyum manisnya, lalu dengan segera dia memberikanku sebuah helm berwarna hijau tosca yang entah dibawanya untuk uras apa. Aku tidak mengambil pusing, mungkin memang Mas Gilang baru mengantarkan orang, atau memang sengaja membawa dua helm jika berpergian. Siapa tau cowok sepertinya harus selalu jaga-jaga kan? Aku mengendikkan bahu tidak peduli.
"Thanks, Mas."
***
"Sini aja, Mas." ucapku cukup keras dibalik boncengannya.
Aku meminta berhenti di parkiran yang cukup jauh agar tidak menimbulkan banyak kasak-kusuk dari teman-temanku. Well, siapa yang tidak tahu Mas Gilang? Dengan berat hati memang harus aku akui jika sosoknya memang banyak dikenal dikalangan mahasiswa. Dengan otak yang cukup diatas rata-rata, wajah good lookingnya, serta kebiasaan buruknya yang itu jelas saja membuatnya sering menjadi bahan perbincangan. Dan dengan pasti, aku tidak mau tersebar gosip yang tidak-tidak jika aku memilih parkir ditempat biasanya aku parkir. Apalagi dengan stylenya yang hanya memakai kaos pendek dan celana jeans, akan banyak asumsi yang muncul yang dengan yakin tidak ingin aku dengar.
"Kenapa minta berenti disini, Na?" Tanyanya sambil melepas helm, lalu menoleh ke belakang ke arahku yang baru saja turun dari boncengannya.
Jujur aku tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaannya barusan. "Nggak papa, Mas. Takut ada gosip aja entar. Lo tau kan anak-anak sifatnya kayak gimana?" Terangku memilih jujur akan alasan yang sebenarnya.
Kulihat Mas Gilang mengangguk, mungkin mencoba melihat situasi ini dari perspektifku. "Ya udah gih, semangat jalannya! Masih lumayan jauh nih sama kelas..."
Aku hanya mengangguk dan tersenyum, lalu kembali sibuk melepas kaitan helm yang entah mengapa sedari tadi sangat sulit untuk dilepaskan.
"Susah banget sih," Suara hatiku yang tidak sadar aku suarakan.
Mas Gilang mengalihkan fokusnya kembali padaku. Lalu sosoknya yang tadi masih duduk manis di motornya itu, memilih menstandarkan motornya dan bergegas turun. "Butuh bantuan, Na?" Tanyanya setelah mengamati kesulitanku.
Aku hanya meringis, "Nggak usah, Mas. Ini bentar lagi kayaknya bakal bisa kebuka," Jawabku dengan yakin.
Hening.
Untuk beberapa saat kami hanya saling terdiam. Aku yang masih sibuk dengan kaitan helm, serta Mas Gilang yang juga asik mengamati segala pergerakanku.
Jujur, its not confortable for me. And the consequensy, kaitan helm ini rasanya justru semakin sulit untuk dibuka.
"Yakin nggak mau dibantu?" Ulangnya yang seketika menghentikan aktivitasku.
Aku menilik jarum jam ditanganku, lalu memutuskan untuk menyerah. "Sori, Mas. Tolong bantuin ya," Putusku pada akhirnya.
Mas Gilang hanya tersenyum mendengar responku, lalu berjalan mendekat ke arahku.
Dia berhenti tepat dihadapanku, dan kami berbagi jarak yang cukup sempit. "May i?" Tanyanya lagi.
Aku hanya mengangguk saat dia semakin mendekat hingga suara deru napasnya terdengar hingga ke dalam pendengaranku.
Jantung, please acted like nothing even happened - batinku pada diri sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Point Out
ChickLit"Kalo gue nggak salah inget, lo udah ada cewek kan pas pertama kali kita ketemu?" "Baru putus kemaren, " Jelasnya tanpa ku minta "Wow. lancar banget ya ngomongnya." Lagi-lagi aku berdecak kagum mendengar ucapannya. Dia benar-benar manusia langka ya...