Nabila 5 • Ghosting

8.7K 1.1K 47
                                    


***

Ada dua jenis perilaku dalam ilmu psikologi, yaitu overt (perilaku terbuka) dan covert (perilaku tertutup). Untuk jenis perilaku yang kedua ini, orang tidak jarang yang akhirnya mengalami mis persepsi karena apa yang diperlihatkan oleh seorang individu mungkin saja tidak sesuai dengan kenyataan yang sedang dirasakannya.

Orang akan cenderung menunjukkan perilaku yang dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya, dan mengesampingkan apa yang sebenarnya ingin diekspresikan oleh dirinya sendiri.

Ketakutan-ketakutan tidak diterima menghantui dan kemudian menjadi beban yang berujung dengan kehilangan jati diri. Bertindak sesuai apa yang dimaui oleh sekitar, dan lambat laun mengikis keinginan.

Contoh sederhananya seperti apa yang dilakukan salah satu temanku. Dengan alpha satu persen aku yakin jika sebenarnya perempuan dengan rambut ombrenya itu sedang mengalami kegalauan karena tiba-tiba ditinggalkan oleh gebetannya.

Meski kelihatannya lebih emosi dan menggebu-gebu dalam berbicara, Rena sesungguhnya sedang menyembunyikan rasa sedih dibalik apa yang ditunjukkannya pada dunia luar.

"Gue kesel banget, Na. Astaga!" Ucapnya pertama kali setelah membanting tas yang dibawanya ke atas meja.

Aku masih asyik menyedot jus alpukat kesukaanku, karena tanpa aku harus merespon, Rena pasti akan langsung menceritakan alasan dibalik perkataan dan perilakunya barusan.

"Bangsat banget emang si Dion," Lanjutnya sembari menarik kursi untuk diduduki.

Nah kan benar! Dia pasti baru mengalami hal buruk dalam hubungan yang dijalinnya.

Aku hanya memutar bola mata jengah, sudah kuduga. "Lo di ghosting?" Tanyaku pada perempuan ini.

Rena hanya mengangguk lesu, lalu menarik gelas jus di depanku untuk diminumnya.

Belum juga aku mengatakan apapun, dia kembali melanjutkan, "Minta dikit, Na. Gue beneran keausan!" Aku mengurungkan niat untuk mengambil gelasku kembali darinya.

Sepertinya emosi yang sedang dirasakannya benar-benar cukup serius, batinku yang tidak ku suarakan.

Aku memanggil seorang pelayan dan memesankan jus jambu dan roti bakar untuk Rena.

"Thanks, Na." Sambil meringis dan mengangsurkan kembali gelas berisi jus itu padaku.

"What happen? Something going wrong?" Pasalnya Rena memang jarang sekali mengajakku bertemu mendadak.

"Dion tiba-tiba ngilang gitu aja. Dari dua minggu yang lalu dia jarang banget bales wa gue, dm gue nggak di buka, tapi storynya nggak pernah jeda."

"Terus?" Aku memainkan sedotan dalam gelas sembari tetap mengarahkan pandangan kepadanya.

"Tiga hari sebelum kejadian itu, doi udah confes kalo demen sama gue. Terus sebulan belakangannya juga, udah spil dikit-dikit soal itu."

"Dia nembak atau cuma omongan basi doang?" Aku bertanya karena penasaran apa yang sebenarnya seorang seperti Dion lakukan pada Rena.

"Omongan biasa sih," Jawabnya sambil menopang dagu.

Aku menghela napas. "Ren, Dion itu bukan cowok baik-baik. Lo tau kan reputasinya kayak gimana? Dalam waktu satu bulan aja dia bisa ganti cewek 2 sampe 3 kali."

"Gue udah pernah peringatin elo ya kalo he is a womanizer. Dan pasti omongannya tuh meyakinkan banget buat dipercaya."

"Apalagi nih ya, sebagai perempuan pada dasarnya kita emang makhluk yang gampang baper. Jadi harusnya elo nggak langsung tanggepin dia dari awal." Aku bermaksud memperingatinya, namun justru terkesan seperti memarahi karena aku merasa sedikit kesal.

Siapapun disini pasti tahu bagaimana Dion itu. Dan perempuan cantik di depanku ini, justru tetap saja memilih take a risk saat dari awal dia sudah tau bahwa dia sedang bermain-main dengan orang yang tidak dapat dipercaya.

Kulihat Rena menghembuskan napas lelah, lalu menelungkupkan kepalanya di atas meja menggunakan kedua lengannya.

Sebentar lagi ni bocah pasti bakalan nangis - asumsiku yang hanya butuh beberapa detik untuk di buktikan.

"G-gue ngerti, Ma. Tapi gue pikir si Dion beneran serius sama gue. Dia kaya tulus banget gitu.." Jelasnya bersusah payah.

Lagi-lagi aku hanya mampu menghela napas saat mendengar penuturannya. "Ren, buaya nggak bakal jadi predator yang berbahaya kalo nggak punya modal yang luar biasa. Lo ngerti kan?" Rena mendongak dan mengangguk-anggukan kepalanya.

"Nggak usah sedih, jadiin pelajaran buat kedepannya aja. Kalian belum pacaran kan?" Todong ku yang lagi-lagi di jawabnya dengan anggukan kepala.

"Good! Lo nggak boleh down kaya gini. Elo harusnya bersyukur karena nggak jadi salah satu dari mantannya yang segudang itu. Lo kudu bangkit, berubah jadi lebih baik, dan bikin orang-orang kaya Dion menyesal udah ninggalin elo."

Aku adalah tipe perempuan yang sangat membenci hal-hal seperti ini. Itulah mengapa saat mendengar penjelasan Rena yang sesungguhnya sudah kutahu dari awal mereka dekat, aku sangat sentimen dalam menanggapinya.

Terlalu kesal dengan Rena yang tidak pernah mendengarkan ku, atau terlalu marah ada orang seperti Dion yang terlahir di dunia ini.

***

To: Mas Panca
Gw pulang telat, Mas
Tolong bilangin orang rumah

From: Mas Panca
Lo chat Aldo aja
Gw ga pulang kayaknya malem ini
Entar nitip bilangin sekalian
Tq

To: Mas Panca
😡😡


Aku mendengus membaca balasannya. Niat hati ingin meminta tolong malah justru berujung di mintai tolong.

To: Aldo
Do, di rumah nggak?

From: Aldo
Enggak, Mbak
Gue di tempat temen


To:Aldo
Pulang jamber?

From: Aldo
Belum tau
Gmn?

To: Aldo
Mau nitip pesen tadinya
Tp lo nggak di rmh jd nggak jadi

To: Aldo
Jangan balik malem"!

Lagi-lagi aku hanya menghela napas.

Memiliki dua orang saudara laki-laki membuatku terbiasa hidup mandiri. Kedua orang ini sering sekali pergi dari rumah dan menginap entah dimana.

Jika ada kejadian dimana aku tidak bisa menghubungi orangtuaku, kedua orang ini tidak bisa diharapkan untuk dimintai tolong.

To: Tetangga Sebelah
Mas, mau minta bantuan
Tolong bilangin nyokap gue, gue balik malem ya
Ada tugas yang kudu di selesein.

To: Tetangga Sebelah
Gue tadi udah telfon tp nggak aktif, terus bokap jg lg nggak di rumah

Makasih banyak-banyak, Mas ❤️


Aku menekan tombol sent sebelum menutup aplikasi WhatsAp. Ini adalah satu-satunya jalan agar mama tidak perlu khawatir. Merepotkan orang untuk datang ke rumahku.

Tapi paling tidak, ini masih lebih baik daripada membiarkan mama khawatir karena aku tidak pulang di jam seperti biasanya.

Point OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang