Terima kasih
Semangat dan selamat membaca
***
"Mas sini bantuin!" Aku berteriak karena Mas Gilang tiba-tiba sudah menghilang dari dalam kamar."Kenapa sayang, hm?" Tiba-tiba saja dia sudah berdiri di belakangku, dengan kedua tangannya yang sudah menempel pada bahuku yang hari ini terbuka karena model pakaian yang aku kenakan.
Entah kenapa tubuhku langsung merinding. Darah terasa berdesir hanya karena sentuhannya, padahal kami sudah puluhan kali melakukan skinship yang lebih dari ini.
Aku bergidik ngeri. "Mas lepasin ih!" Aku menyuruhnya untuk melepaskan pegangannya agar jantungku bisa kembali berdetak dengan normal.
Namun alih-alih mengikuti kemauanku, dia justru mencium bahuku yang langsung mengalirkan geleyar aneh di seluruh tubuh.
"Mas..." Tidak sadar aku melenguh karena sentuhannya itu.
Jika tidak cepat-cepat aku menghindarinya, maka aku harus mengganti pakaian yang baru kubeli kemaren atau harus menghabiskan foundation dan concealerku untuk menutupi bekas sapuan bibirnya. Dan itu berarti bahwa kegiatan memperbaiki penampilan yang sudah aku siapkan sejam terakhir ini, hanya akan berakhir sia-sia.
"Mas jangan mulai deh!" Aku mendengus kesal karena perbuatannya barusan.
Niat hati memanggilnya untuk di mintai tolong, aku justru malah di repotkan dengan tingkah menyebalkannya.
"Masih kepagian Na ini." Jawabnya masih mencoba merayuku.
"Terus menurut kamu kita harus nunggu telat dulu otw nya?" Balasku tak mau kalah.
Bisa-bisanya dia mengatakan seperti itu saat jarum jam sudah menunjukkan pukul delapan, yang itu berarti bahwa acara yang akan kami datangi akan dimulai dalam waktu satu jam ke depan.
Aku menghela napas berat. Tidak tau lagi bagaimana harus mengahadpi laki-laki tampan yang kini berstatus sebagai suamiku, yang entah mengapa belakangan ini bersikap sangat manja dan ingin selalu dekat denganku.
"Panca bakalan ngerti kok kalo kita telat, yang!" Masih saja dia merayu agar kami pergi ke rumah bunda nanti saja.
Hari ini adalah hari bersejarah bagi keluarga kami. Hari dimana seorang Panca akhirnya melabuhkan hatinya kepada Rena. Sahabat baikku yang dulu sering dijodohkan bunda dengan Mas Panca dengan bercanda.
Siapa yang sangka bahwa kalimat-kalimat harapan bunda yang diselipkannya dalam candaan berakhir baik seperti ini? Tidak ada. Karena kadang-kadang rencana Tuhan memang tidak bisa ditebak oleh manusia yang penuh dengan keterbatasan.
Aku menarik napas untuk menambah stok kesabaran. Setelah melangsungkan pernikahan dengan Mas Gilang enam bulan yang lalu, aku memang di boyongnya untuk tinggal di rumahn yang sudah dia persiapkan untuk anak istrinya di masa mendatang. Dan dari situlah kami berdua mulai belajar mandiri dan tidak bergantung lagi dengan dana sokongan dari mama-papa dan juga ayah-bunda, namun dengan resiko bahwa dia bisa bertindak semaunya karena kami hanya tinggal berdua.
"Perjalanan dari sini ke rumah aja setengah jam, Mas. Kalo nggak jalan sekarang kita bakalan terlambat."
"Enggak, Ra. Kan masih ada setengah jam sisanya. Kita pake di rumah aja ya yang setengah jam."
Aku menggeleng tidak percaya dengan pernyataan yang dia lontarkan barusan. Bisa-bisanya dengan wajah tanpa dosa, dia mengajakku melakukan hal yang sudah kami lakukan sebelum subuh tadi.
"Nggak ya, Mas."
"Kalo kamu nggak mau siap-siap sekarang, aku bakalan berangkat sendiri naik taksi." Akhirnya aku mengeluarkan jurus mengancam pada laki-laki yang tidak juga mengganti pakaian dengan yang sudah aku siapkan sedari tadi.
Aku melirik Mas Gilang yang mendengus. Namun tak ayal juga berbalik dan melangkah menuju ranjang dimana pakaian yang sudah aku siapkan berada.
"Mas..." Panggilku yang berhasil menghentikan langkahnya.
Mas Gilang menuatkan alisnya hingga menyatu. Mungkin merasa penasaran kenapa aku memanggilnya, sementara sebelumnya aku sudah marah-marah agar dia segera berganti pakaian. "Bantuin dulu..." Aku ikut membalikkan badan dan menunjukkan resleting gaun di bagian punggungku yang belum juga bisa ku tarik atas.
Sebenarnya niat awalku memanggilnya juga untuk melakukan hal ini, namun dia justru berbuat tidak-tidak yang berhasil membuatku waspada dan harus menghindarinya.
Mas Gilang tersenyum. Dan entah mengapa aku justru merasa was-was karena senyum yang dia tunjukkan mengandung banyak makna yang bisa aku interpetasikan.
To be continue di karyakarsa ...
Adegan berbahaya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Point Out
ChickLit"Kalo gue nggak salah inget, lo udah ada cewek kan pas pertama kali kita ketemu?" "Baru putus kemaren, " Jelasnya tanpa ku minta "Wow. lancar banget ya ngomongnya." Lagi-lagi aku berdecak kagum mendengar ucapannya. Dia benar-benar manusia langka ya...