Masih menunggu komentar kalian ❤️
***
"Na, mampir solat dulu ya?" Tanyanya sedikit berteriak karena harus beradu dengan suara angin.
Saat akan pergi tadi, Mas Gilang menyuruhku untuk meninggalkan motorku dan hanya mengambil helmnya.
Dan disinilah kami berada, berboncengan dengan sepeda motor di sore hari di jalanan Kota Yogyakarta yang entah kenapa kemacetannya justru membuatku merasa bahagia.
"Iya, Mas." Teriakku tak kalah keras. Untunglah penyakit bolot yang sering menghampiriku saat berkendara tidak menyapa, sehingga perkataan lelaki yang masih fokus berkendara ini bisa kudengar seutuhnya.
Lalu setelah mendapat persetujuanku, motornya mengarah ke sebuah masjid yang cukup besar dengan banyak kendaraan di pelataran depannya.
Sampai beberapa jamaah laki-laki keluar, dia tidak kunjung juga keluar dari masjid yang kami singgahi. Akhirnya,aku memilih kembali masuk ke area sholat putri untuk mencari tahu apa yang sebenarnya dilakukannya. Rupanya dia masih memanjatkan doa sembari bersandar pada pilar masjid yang tepat berada dibelakangnya.
Aku menghebuskan napas lega, entah kenapa merasa bahagia hanya dengan mengetahui fakta bahwa dirinya adalah sosok yang tidak jauh dari Tuhannya.
Aku memutuskan untuk keluar, menunggunya selesai dengan duduk-duduk di depan masjid sembari sesekali melihat lalu lintas jalan. Kebetulan, masjid yang kami singgahi ini memang berada tepat di tepi jalan raya.
Begitu asyiknya dengan keadaan, aku tidak menyadari jika Mas Gilang sudah selesai memanjatkan doa-doanya.
"Cantik banget!"
"Hah?"
"Lo cantik banget, kalau pake mukena." Celetuknya yang membuat wajahku merona.
Sial! Hari ini perkataan-perkataannya benar-benar membuatku blushing.
Aku hanya diam, sembari menentramkan detak jantungku yang mulai tidak beraturan.
"Ngintip ya?" Aku melemparkan satu pertanyaan karena tidak mau hanya menjadi satu-satunya korban yang harus menikmati jantung yang berdetak tidak normal.
"Iya. Tadi gue lihat dari shaf depan. Terus juga ngintip dikit, biar lebih jelas."
Sial!
Aku benar-benar lupa seperti apa itu Mas Gilang.
Dia tidak mungkin merasa grogi hanya karena pertanyaan singkat ku barusan. Seseorang sepertinya pasti sudah biasa melemparkan pertanyaan-pertanyaan semacam itu.Aku akhirnya memutuskan mengabaikan ucapannya, lalu memilih untuk memakai sepatu yang untungnya terletak cukup agak jauh dari posisinya. Untungnya juga, Mas Gilang pun demikian. Segera berjalan ke arah rak sepatu untuk mengambil sepatunya.
***
Setelahn aku kembali manaiki boncengannya, tidak ada percakapan diantara kami. Aku memilih tetap diam dan dia tidak juga bersuara. Sampai akhirnya motor vario ini berhenti di depan sebuah gerobak nasi goreng pinggir jalan yang berada di jalanan depan komplek perumahanku sendiri.
"Lo nggak papa kan gue ajak makan di pinggir jalan?" ucapnya padaku setelah berhasil menstandarkan motornya.
Aku hanya mengangguk, karena masih sibuk dengan kaitan helm yang tak kunjung juga terlepas.
Terdengar suara tawa Mas Gilang, lalu tanpa kuduga sosoknya melangkah mendekat dan menarik tanganku yang masih sibuk melepaskan kaitan diantara helm, "Sini, biar gue bantuin bukanya."
Dan blus, sepertinya pipiku sudah tak bisa lagi menyembunyikan warna merahnya.
***
"Pak, 2 spesial kayak biasa. Aku duduk dipojokan situ ya," Tambahku sambil menunjuk ke arah bangku yang yang aku maksud.
"Siap 45 mbak Na." Aku memberikan jempol tangan kananku untuk meresponnya.
"Ngomong-omong tumben banget mbak masih sore gini udah kesini?" tambah Pak Ujang sembari masih terus mengaduk-aduk nasi goreng di atas wajan. Aromanya benar-benar membuatku kembali merasa lapar.
Belum juga aku jawab, orang yang datang bersamaku tadi sudah menyela, "Udah pesen, Na?"
Aku hanya mengangguk, dan Pak Ujang terlihat tersenyum-senyum seolah mengetahui alasan kedatanganku ke kedainya yang tidak di waktu biasanya.
Aku meringis, lalu segera menarik tangan Mas Gilang untuk duduk dan menjauh sebelum medapat ledekan dari bapak tukang nasi goreng favoritku.
Kedai depan komplek rumahku ini memang sudah menjadi langgananku semenjak berdiri. Dan fun factnya, sangking sukanya dengan nasi goreng bahkan aku hampir tidak pernah absen setiap minggunya untuk kesini. Jadi, tidak heran jika Pak Ujang sudah akrab denganku. Dan bahkan aku bisa mengatakan, aku sudah dianggapnya juga sebagai anak perempuannya di kota perantauannya ini.
"Duduk sini aja, Mas. Biar nanti nasgornya yang diantar kesini." Ucapku setelah kami berhasil sampai di tempat duduk kesukaanku di pojokan sebelah kiri.
Mataku mengedarkan pandangan ke seluruh sisi tenda. Mungkin karena masih sore, warung nasi goreng ini jadi tidak seramai biasanya saat aku datang. Biasanya waktu-waktu seperti ini dikatakan sebagai waktu yang nangung, dan memang benar jika kedai akan ramai di waktu sebelum isya atau setelah lebih dari jam sepuluh malam.
"Jadi mau kemana jadinya?" Pertanyaanku masih sama seperti tadi, make sure kemana tujuan Mas Gilang sebenarnya ketika tiba-tiba berinisiatif mengajakku jalan.
"Sebenernya cuma mau ngobrol serius, Na" Jawabnya agak tidak sinkron dengan pertanyaanku.
"Hah?" Beoku tidak bisa menangkap maksud perkataannya.
"Gue mau ngobrolin soal kita sih, makannya ngajakin lo keluar."
Ini aku salah dengar atau bagaimana. Mas Gilang datang tiba-tiba menemuiku dan ingin mengobrol kan hubungan kami? Aku asik memikirkannya di dalam otakku.
"Iya, Na." Jawabnya mungkin karena gemas, atau justru kesal terhadap kelemotan ku.
"Maksudnya kayak gimana ya, Mas?" Pertanyaanku seolah menuntut kejelasan lebih darinya.
"Mau ngobrolin soal kita. Gue, lo, dan hubungan kita!"
Jedar! Sepertinya aku barusaja terkena sambaran petir. Tanganku dibawah meja sudah bergetar sebagai respon kalimat mengejutkannnya. Walaupun sebenarnya aku sudah menduganya jika kejadian ini pasti terjadi diantara hubungan kami.
Ngomong-ngomong soal ini ini, aku juga sangat tidak menyukai terlibat dengan hubungan yang tidak jelas. Entah itu friendzone, adek-kakak zone, atau zone zone lain yang mengabu-abukan bagaimana aku sendiri harus bersikap.
So, let see. Apa yang akan diungkapkan Mas Gilang mengenai kejelasan hubungan kami.
Apakah kira-kira ini akan menjadi salah satu moment yang berharga dalam hidupku? Atau apakah aku harus melingkari juga tanggal ini dengan bulpoint merah yang ada di atas mejaku? Pertanyaan-pertanyaan yang tiba-tiba muncul di dalam otakku.
Entahlah!
Berbagai fikiran tiba-tiba berkeliaran di dalam otakku. Tentang apa yang sekiranya akan dikatakan orang di depanku, atau tentang bagaimana aku harus menyusun kalimat jawaban atas apa yang akan diucapkannnya.
"Ayok pacaran, Nabila!"
Dan ya, imajinasiku membuyar seketika.
![](https://img.wattpad.com/cover/259497298-288-k53968.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Point Out
Chick-Lit"Kalo gue nggak salah inget, lo udah ada cewek kan pas pertama kali kita ketemu?" "Baru putus kemaren, " Jelasnya tanpa ku minta "Wow. lancar banget ya ngomongnya." Lagi-lagi aku berdecak kagum mendengar ucapannya. Dia benar-benar manusia langka ya...