"Akhirnyaaa...." Gumamku sambil menghempaskan diri di sofa ruang tamu.
Kami sekeluarga baru pulang dari kediaman pakde Jaya setelah menginap semalam dan mengikuti serangkaian acara resepsi. Dan badanku benar-benar terasa pegal semua dari ujung rambut hingga kaki.
Niat hati ingin merefresh otak, malah badan yang akhirnya retak-retak.
Keluarga besar benar-benar mengeksploitasi ku kemaren. Disuruh melakukan ini itu lah, membersihkan ini itu lah, bahkan hingga menjadi penerima tamu harus aku lakukan. Intinya aku jadi tidak menyukai menghadiri pesta hajatan pernikahan karena sangatlah melelahkan.
"Mbak, mandi dulu gih sana! Keburu males entar," Nasehat mama sembari merapikan oleh-oleh dari tempat pakde.
Namanya baru pulang ke rumah saudara yang baru memiliki acara besar, tentusaja ada beberapa barang yang kami bawa pulang sebagai buah tangan dari keluarga tersebut.
Aku hanya menggumam pelan, "Iya mah. Bentar dulu..."
Belum juga aku memejamkan mata, suara adik laki-laki kesayanganku itu menginterupsi, "Mbak, geseran dikit dong," Ucapnya sambil menekan tubuhku agar sedikit bergeser.
Aku mengeram kesal, "Udah mepet Do! Mbak udah nggak bisa geser lagi. Lo pindah kamar aja gih," Kesalku sambil mendorong tubuhnya menjauh menggunakan kedua lenganku.
Aku sudah hampir terlelap dan bocah ini justru datang dan mengganggu. Kulirik Aldo mengerucutkan bibirnya kesal, "Bentaran doang mbak astaghfirullah... berbagi dikit lah sama gue," Jawabnya tak mau kalah.
Sesuai dugaan, tentu aku tidak mau mengalah. Aku akan tetap pada posisiku duduk dan tidak akan membiarkan bocah ini untuk mengambil tempat seinci pun.
Alhasil, kami pun saling mendorong untuk mendapatkan tempat yang lebih luas. Saling menekan satu sama lain dan tidak ada niatan untuk saling mengalah.
"Mahhhh..." Teriakku kesal karena berhasil dikalahkan oleh Aldo.
Seberapa besarpun aku berusaha, tetap saja tenagaku tidak akan pernah bisa mengimbanginya. Tenagaku yang tidak seberapa itu, langsung dikalahkan oleh Aldo dalam pertarungan yang begitu singkat.
Mama bergegas menuju ke arah kami dengan wajah khawatir, "Kenapa, Mbak?" Tanya beliau.
Bibirku mengerucut, lalu jari telunjukku mengarah ke arah Aldo. "Anak bungsu mama tuh, jahatin mbak masa," Adu ku seperti anak kecil yang baru saja kehilangan mainannya.
Kulihat mama berkacak pinggang sembari menatap tajam kami berdua. "Kalian ya, udah pada gede tetep aja masih suka ribut. Sekarang bangun dan mandi sana mbak, dek!" Titah nyonya rumah yang sepertinya tidak bisa lagi aku bantah.
Aldo menyikutku dengan lengannya, lalu saat aku menoleh ke arahnya dapat kulihat jika dia sedang memeloti dan seolah berkata melalui tatapan matanya, "Gara-gara elo nih mbak, kita malah jadi disuruh mandi kan.."
Aku hanya meringis. Tidak mengelak juga jika apa yang aku lakukan barusan justru malah membuat kami berdua harus segera bergegas pergi ke kamar.
Niat hati ingin cari perlindungan, justru sebaliknya lah yang aku dapatkan.
Aku segera berdiri, lalu menarik tangan Aldo untuk ikut naik ke atas agar tidak mendapat omelan mama yang sudah memberikan tanda-tanda akan mengamuk.
***
Tok tok!Suara seseorang mengetuk pintu kamarku.
"Iya sebentar," Teriakku yang masih sibuk mengeringkan rambut dengan hair dryer.
Aku memutuskan untuk keramas agar tubuh menjadi lebih segar. Terlebih lagi memang sudah beberapa hari ini aku belum menyempatkan diri membasahi rambut karena harus menjalani hidup dengan mengejar deadline.
"Kenapa, Ma?" Tanyaku setelah membuka pintu dan mendapati mama yang ternyata berada dibaliknya.
"Di bawah ada Gilang," Ucap mama yang seketika membuatku heran.
Kedua alisku menyatu,"Terus kenapa kesini? Kamar Mas Panca disebelah, Mah," Jelasku seolah menunjukkan jika mama salah alamat jika datang ke kamarku.
"Orangnya cari kamu mbak, bukan Mas Panca."
Informasi ini kontan saja membuatku membelalakkan kedua bola mata. "Ada urusan apa?" Tanyaku untuk memastikan.
Aku mulai mengingat-ingat apakah memang punya janji dengan laki-laki ini atau tidak. Meski kerap melupakan sesuatu, aku bukan tipe yang sering tidak ingat akan janji yang sudah aku buat sebelumnya.
Kulihat mama hanya mengendikkan bahu, astaga! "Gimana, Mbak?"
Aku menggaruk tengkukku, "Ya udah mah, tolong bilangin sebentar. Mbak rapi-rapi dulu..."
Akhirnya aku mengatakan kepada Mama untuk menyampaikan kepada Mas Gilang menunggu karena aku harus bersiap-siap terlebih dulu.
***
"Kenapa, Mas?" Tanyaku tepat setelah sampai di ruang tamu.
Mas Gilang dan mama yang sedang asyik mengobrol kontan mengalihkan pandangannya ke arahku. "Mbak, nggak sopan ih," Omel mama mendengar ucapku yang terkesan to the point.
Aku memang belum duduk saat melontarkan pertanyaan barusan. Barusaja sampai di ruang tamu, dan aku langsung menanyakan kepadanya apa yang sebenarnya membuatnya tiba-tiba datang kemari dan menemui ku.
Bibirku mengerucut, "Nggak papa kok tante," Justru Mas Gilang yang menanggapi pertanyaan mama.
Kedua alisku masih menukik tajam, menunggu penjelasan dari laki-laki yang terlihat begitu menawan dengan kemeja kotak-kotak yang digulung nya hingga siku.
Gitu doang damage-nya kena banget, anjir!
Batinku pada diri sendiri."Mau ngajak lo keluar sebentar, Na." Jelasnya sembari memegang tengkuknya yang tidak gatal.
Alisku masih menyatu, tanda bahwa aku masih membutuhkan penjelasannya lebih lanjut daripada ini. "Hari ini ada acara kecil-kecilan sama anak-anak. Dan gue mau ngajak lo buat gabung sebentar. Udah izin tante juga kok," Lanjutnya sambil melirik mama yang entah mengapa justru menyunggingkan senyum mahalnya itu.
Dan seperti yang diduga, tidak ada alasan yang bisa aku berikan untuk menolak ajakan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Point Out
ChickLit"Kalo gue nggak salah inget, lo udah ada cewek kan pas pertama kali kita ketemu?" "Baru putus kemaren, " Jelasnya tanpa ku minta "Wow. lancar banget ya ngomongnya." Lagi-lagi aku berdecak kagum mendengar ucapannya. Dia benar-benar manusia langka ya...