Jangan lupa kasih kritik dan sarannya ya!
***
Salah satu rutinitas yang jarang aku lewatkan adalah berolahraga di minggu pagi- tidak peduli cuaca terang ataupun sebaliknya. Biasanya, aku akan lari pagi di alun-alun, bersepeda mengelilingi kota, atau sekedar berman basket di lapangan belakang rumah bersama Aldo dan Mas Panca. Dan jika cuaca benar-benar tidak memungkinkan, maka work out ataupun yoga lah yang akhirnya menjadi pilihan olahragaku.
Well, sebenernya tidak hanya weekend sih aku berolahraga. Memiliki dua saudara laki-laki tanpa sadar juga membuatku suka berolahraga, sehingga setiap ada waktu luang setelah beraktivitas, biasanya aku akan aerobik atau zumba di sore harinya.
Seperti minggu pagi ini, ketika aku dan dua laki-laki kebanggaanku ini tengah duduk manis di sisi alun-alun setelah dua jam lebih bersepeda mengitari sebagian wilayah Yogyakarta. Sebenarnya, aku bukan tipe yang sport freak banget, tapi demi mengimbangi Aldo dan Mas Panca, aku berusaha tidak mengeluh ketika diperjalanan tadi.
"Capek ya, Mbak?" Tanya Aldo ketika kami bertiga sedang duduk menunggu bubur ayam pesanan kami.
Sebenarnya aku cukup risih pergi berdua dengan mereka. Pasalnya, dengan wajah diatas rata-rata itu dimanapun keberadaan mereka akan menjadi pusat perhatian orang-orang. Dan itu pun terbukti dari beberapa saat yang lalu, mbak-mbak yang sedang berolahraga disini terus saja mencuri pandang ke arah kami.
"Hmm,'' Aku hanya menggumam samar sambil menunduk untuk memijat kaki.
"Diselonjorin dulu Na, biar pegelnya agak enakan," Timpal Mas Panca sembari menyilangkan kaki kanannya di atas kaki kirinya.
"Ini jalan baliknya masih lama loh, kuat nggak mbak?" tanya Aldo sambil bangkit dari kursinya, lalu menghampiriku dan membantu mimijit kakiku.
Cycling memang olahraga yang lumayan aku hindari. Selain tidak terlalu suka berada di jalanan terlalu lama, kakiku juga mudah pegal jika harus mengayuh sepeda untuk waktu yang cukup lama.
Kudegar Mas Panca mendengus, "Jangan dimanjain, Do. Baru gitu doang juga...." Seketika aku beralih menatap Mas Panca dengan dark eye andalanku.
"Kebiasaan deh, Mas!" ucapku sambil mengarahkan tangan Aldo ke bagian-bagian yang memang terasa sangat kesal. "Punya sodara mbok ya yang agak perhatian dikit gitu loh Mas, kaya Aldo ini," Tambahku sambil menepuk-menepuk bahu Aldo.
Kulirik Aldo menghentikan aktivitasnya, lalu merogoh saku celana trainingnya untuk mengambil sesuatu. "Gue pasang salon pas aja kali ya, Mbak? Biar lebih enakan gitu," Ucapnya dengan suara lumayan keras tanpa ada rasa bersalah sama sekali
Mataku kontan membola sempurna, sedangkan Mas Panca seketika tertawa. Cepat-cepat kutarik mundur kakiku dari tangannya, bermaksud mencegah Aldo merealisasikan rencanya.
"Astaghfirullah, Do. Jangan bikin yang aneh-aneh deh. Mbak kan belum jadi orang tua. Nggak mau," Tolakku sambil bangkit berdiri dan berkcak pinggang.
Aldo hanya meringis mendengar omelanku, "Udah-udah jangan ribut di tempat umum. Malu woy," Mas Panca melerai perdebatan yang baru akan ku mulai.
"Nih beli aqua aja ya yang sedeng, tiga. Di warung sono, " Tambah Mas Panca sambil memberikan uang pecahan dua puluh ribuan kepada Aldo, sembari menunjuk sebuah pedagang yang juga berada di pinggir alun-alun yang tidak jauh dari tempat duduk kami.
Kulirik Aldo hanya mengangguk, lalu mengambil uang yang diberikan Mas Panca dan bergegas pergi menuju warung tersebut.
***
"Gimana?" Aku menyipitkan mata mendengar pertanyaan Mas Panca yang terkesan tiba-tiba.
Mas Panca terkekeh pelan, "Lo bandel banget tau, Na. Udah gue bilangin jangan deket-deket sama temen gue yang namanya Gilang."
"Atas dasar apa Mas bilang ngomong kalo gue deket sama Mas Gilang?"
"Noh," Mas Panca menunjuk ke arah Aldo yang sedang mampir ke pedagang pentol di sebelah warung tersebut.
Astaga bocah itu, batinku yang tidak kusuarakan.
"Kemaren Aldo ngasih tau ke gue kalo waktu ke pasar malem bareng elo, kalian ketemu sama Gilang. Terus karena temennya masuk rumah sakit, elo di titipin sama Gilang akhirnya, bener?" Tanyanya di akhir kalimat.
Aku hanya mengangguk, karena apa yang dikatakannya memang benar adanya. "Cuman gitu doang mah nggak bisa dianggap dekat Mas. Itu pure gara-gara si Aldo nitipin gue ke dia. Gue juga tau kok dia kayak gimana. Nggak beda jauh kayak Mas juga kan?"
Kulihat Mas Panca melotot mendengar seranganku. Mungkin tidak akan menduga jika aku akan membalas pertanyaanya dengan kalimat itu. "Well, bener kan Mas apa kata gue. Siapa yang nggak tau coba kalo seorang Panca Aditama itu seorang penjerat wanita?" Lanjutku dengan kedua alis yang naik turun meledeknya.
"Oke oke gue akui. Tapi Na, please jangan mau deket sama Gilang. Dia sama gue nggak jauh beda, dan gue nggak bakal ikhlas kalo elo bakal jadi salah satu mainannya aja."
Oke, sebenarnya aku terharu dengan perkataannya. Aku tahu dengan pasti jika yang dikatakannya tulus dari dalam hatinya. Aku juga tidak sepolos itu untuk tidak menyadari jika Mas Gilang memang sedang berusaha mendekatiku. Bahkan pernyataannya di warung geprek beberapa hari lalu, sudah cukup untuk memvalidasi asumsi-asumsiku. "Iya mas, iya. Gue bakal berusaha buat nggak jatuh sama pesonanya. Meski gue akui, caranya pendekatannya emang nggak kaya buaya biasa di luaran sana."
Mas Panca lagi-lagi membulatkan matanya, "Dia udah nglakuin apa aja sama lo, Na?" Tanyanya dengan nada suara yang tidak biasa. Aku tahu dia sedang berusaha menahan amarah kepada salah salah satu teman baiknya itu.
"Sans, Mas. Gue tau apa yang musti gue lakuin, lo tenang aja. Punya satu kakak yang sama-sama brengseknya sama dia, menurut lo gue masih jadi perempuan polos kayak yang Mas kira?"
Mas Panca terdiam, mungkin mencerna apa yang baru saja aku katakan. "Don't worry, Mas." Lanjutku smabil tersenyum berusaha menenangkannya.
"Yang harus mas pikirin sekarang bukan hubungan gue sama Mas Gilang, tapi gimana caranya Mas ngejelasin ke temen-temen Mas kalo gue ini adek kandung lo, bukan pa car nya Mas." Mas Panca seolah tersadar dengan kenyataan yang baru saja aku lontarkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/259497298-288-k53968.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Point Out
ChickLit"Kalo gue nggak salah inget, lo udah ada cewek kan pas pertama kali kita ketemu?" "Baru putus kemaren, " Jelasnya tanpa ku minta "Wow. lancar banget ya ngomongnya." Lagi-lagi aku berdecak kagum mendengar ucapannya. Dia benar-benar manusia langka ya...