Yuk komen!
Aku suka banget balesin komen 🤣
***Menurut wikipedia, prasangka berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan mengenai obyek tersebut. Awalnya, istilah ini merujuk pada penilaian berdasarkan ras seseorang sebelum memiliki informasi yang relevan yang bisa dijadikan dasar penilaian tersebut. Dan faktanya, kerap kali seorang individu memberikan prasangka kepada orang yang sebenarnya baru atau bahkan tidak dikenalnya.
Rena melirikku dari ekor matanya. Kali ini, ekspresi wajahnya sangat katara sekali bahwa ada sesuatu yang sangat ingin dibahasnya denganku. Mimik wajahnya mudah sekali di tebak, dan aku tahu jika sekarang ada sesuatu yang menurutnya penting untuk segera dibahas bersama.
"Na, lo udah tau belum?" Kalimat pembuka yang aku sinyalir sebagai awal dari sebuah diskusi publik, untuk membahas perilaku orang lain yang akan kami gunjingkan lantaran beberapa isu yang sedang menyambanginya.
Sang informan yang tadi bertanya kepadaku, berhasil membuatku yang semula sedang memperhatikan ponsel kini beralih menatapnya secara terang-terangan.
Dahiku mengerut, menyalurkan signal bahwa aku membutuhkan penjelasan dari informasi yang telah didapatkannya itu. "Apa?"
"Kana balikan sama Angka." Rena memberitahukan satu fakta yang baru diketahuinya entah darimana asalnya.
Aku mendengus kecewa setelah mendengar pertanyaannya. "Udah tahu," Jawabku sembari mengalihkan fokus ke layar ponsel kembali.
"Eits! Tunggu dulu! Infonya nggak cuman gitu aja ya, Na. Tapi ini gue dapet info terbaru lagi." Rena meneruskan informasinya, berusaha mengembalikan atensiku padanya.
"Ternyata, gosip kalo putusnya mereka karena orang ketiga cuma kabar burung semata."
"Hah?" Aku menatap Rena dengan tidak percaya.
"Kok bisa? Bukannya kemaren Angka udah terang-terangan jalan sama Bela pas baru putus sama Kana?" Tanyaku memastikan.
Rena mengangguk membenarkan.
"Iya, tapi kemaren si doi kasih klarifikasi kalo dia bukan orang ketiga di hubungannya Kana sama Angka."
"Loh?" Aku merasa bingung dengan informasi yang diberikan Rena.
"Akun menfess kampus, rame banget ini. Lo nggak buka twitter kan?" Rena menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan sebuah thread tentang kabar balikannya sang couple goals di fakultas kami.
Oh ya, kampus kami memang memiliki akun berkirim menfess di twitter untuk hal-hal yang mengundang sensasi dan kontroversi. Dari mulai berita hangat seputar kebijakan hingga berita abal-abal yang banyak diminati orang untuk diperdebatkan. Semacam lambe turah versi twitternya lah!
"Kok gue baru tau, Ren." Akuku setelah selesai membaca thread yang baru ditunjukkannya barusan.
"Ya udah biasa kali, Na. Lo kan apa-apa taunya terakhiran.." Ucapnya sambil menarik kembali ponselnya yang tadi dia pinjamkan.
"Tapi... nggak nyangka gue kalo ternyata si Bela bukan pelakor. Padahal mah gue lihat dianya yang mepet terus sama Angka pas masih sama Kana." Aku menyuarakan opiniku kepada perempuan berambut ombre itu.
"Gue juga mikir gitu tadinya, Na. Tapi... barusan pas gue nonton video klarifikasinya Bela, katanya dia sama Angka nggak ada apa-apa. Cuman lagi ada projek berdua gitu, makanya jadi keliatan sering bareng. Terus katanya dia nggak tau menau soal hubungan Angka sama Kana. Jadi dia minta sama orang-orang yang ngehate dia di instagram buat berenti gitu." Rena melanjutkan kembali hasil stalkingnya di dunia maya.
"Wah! Gitu ya ternyata. Gue nggak tau dia juga sih, cuman tipe wajahnya kayak gimana gitu.. Jadinya kan gue suujon mulu gara-gara wajahnya."
Rena terlihat menyetujui pendapatku. "Kaya tipe-tipe yang agresif gitu ya Na kalo diliat dari penampilannya. Tapi..." Rena menjeda kalimatnya yang membuatku penasaran.
"Apa?" desakku saat Rena justru tak kunjung melanjutkan perkatannya.
"Gue denger-denger ya, tapi ini nggak tau ya bener apa nggak. Gue belum validasi info yang ini nih." Disclaimernya yang hanya aku tanggapi dengan mengangkat ibu jari tangan kananku.
"Katanya yang bermasalah tuh si Kananya gitu. Dia overprotective parah sama si Angka, terus dia juga yang menggiring opini anak-anak kalo Bela yang berusaha buat ngerebut Angka dari dia."
"Playing victims, heh?" Aku menarik kursi yang kududuki menjadi lebih dekat dengan Rena karena obrolan kami semakin seru.
Kami berdua memang sangat totalitas jika menggunjingkan orang lain. Dan bahkan, kami sampai melakukan riset kecil-kecilan jika informasi yang didapat kurang meyakinkan.
"Ya gitu. Katanya juga mereka udah sering ribut gara-gara masalah ini. Bahkan sebelum si Angka kenal deket sama Bela."
Aku menaik turunkan kepalaku. "Gitu ya Ren ternyata. Don't judge a book by its cover nyatanya bener-bener penting ya..."
"Iya bener. Duh, gue jadi ngerasa bersalah karena dari kemaren-kemaren udah ngecapp jelek si Bela, Na. Manalagi gue kayaknya udah menyebarkan virus ketidaksukaan gue sama dia. Waduh! Dosa gue banyak nih!"
Aku menggeleng-gelengkan kepala tidak habis pikir. "Nah loh... makannya Ren tu mulut jangan lemes. Sekali-kali lah jagan ghibahin orang mulu," Nasehatku seakan aku adalah orang suci yang tidak tertarik dengan gosip. Padah sesungguhnya kami berdua tidak jauh berbeda.
Belum juga Rena menjawab petuahku, aku sudah menangkap sosok yang menjemputku pulang memasuki salah satu food court yang kami berdua singgahi. Aku segera melambaikan tangan agar Aldo bisa menyadari keberadaannku.
Melihat aku melambaikan tangan pada seseorang, Rena berbalik menuju arah pandangku. Terlihat sosok Aldo yang berjalan menghampiri meja kami.
"Aldo kok sekarang makin ganteng aja ya, Na!" Tiba-tiba Rena berujar setelah melihat keberadaan Aldo.
"Jadi mirip sama Mas Panca ngga sih?" Aku bertanya kepada Rena untuk memastikan asumsiku barusan.
"Iya sih, jadi ada vibes-vibes nya Mas Panca gitu. Kok bisa?"
Aku hanya mengendikkan bahu atas pertanyaannya. "Gue juga nggak tahu Ren. Baru ngeh juga,"
***
"Do! Mau aja lo di suruh-suruh mbak lo kesini." Rena segera melayangkan pertanyaannya setelah Aldo tiba di meja kami.
"Terpaksa Mbak Ren, ntar tuan putri ini ngadu yang aneh-aneh sama bunda ratu kalo nggak dijemput." Jawabnya sambil menarik salah satu kursi untuk diduduki.
Aku memutar kedua bola mata malas, lalu mebiarkan Aldo dan Rena bercakap-cakap ringan sembari menunungguku membereskan segala macam barang bawaan.
"Do! Hayu balik!" Ajakku tepat setelah mencangklong tas yang hari ini aku bawa.
"Cepet amat Na," Rena yang justru membalas perkataanku.
"Iya."
"Sori ya Ren, gue ada janji lain nih abis ini. Lo nggak papa kan kalau kita tinggal?" Tanyaku tidak enak karena harus meninggalkan Rena di sini sendirian.
Rena hanya tersenyum, lalu berujar, "Santai kali, Na. Bentar lagi juga gue dijemput. Sana gih kalian berdua balik, nggak papa kok nggak usah nunggu gue."
Kulihat Aldo sudah berdiri dari kursinya, "Beneran ya nggak papa?"
Rena mengangguk yakin. "He eh."
"Okede kalo gitu, gue duluan ya.." Pamitku sembari berpelukan sebentar bersama Rena. Tanda perpisahan yang biasa kami lakukan.
Aku melepaskan pelukan kami, lalu berajak menjauh dari posisi ini. Dapat kudengar Aldo berjalan menyusul di belakangku, tepat setelah mengatakan 'Duluan ya Mbak kita,' kepada Rena
KAMU SEDANG MEMBACA
Point Out
ChickLit"Kalo gue nggak salah inget, lo udah ada cewek kan pas pertama kali kita ketemu?" "Baru putus kemaren, " Jelasnya tanpa ku minta "Wow. lancar banget ya ngomongnya." Lagi-lagi aku berdecak kagum mendengar ucapannya. Dia benar-benar manusia langka ya...