1st Point

40.4K 3.2K 159
                                    

Napasnya terembus mengenai kulit wajah dengan lembut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Napasnya terembus mengenai kulit wajah dengan lembut. Iris mata yang berselimut lensa kontak berwarna cokelat gelap itu terlihat berpendar menatap refleksi dirinya di cermin kamar mandi fakultas. Sementara, tangannya memeluk almamater kebanggaan yang baru ia peroleh sekitar enam bulan lalu.

Tekadnya sudah bulat. Menyuarakan aspirasi hingga turun ke jalan adalah hal yang baginya harus dilakukan dalam menjalankan perannya sebagai agen perubahan.

Setelah puas dengan tampilannya, Zahra mengayunkan langkah keluar, menghampiri dua gadis yang tengah mengobrol di depan kamar mandi sembari menunggunya.

Nata dan Elsa. Dua orang yang membuatnya merasa utuh di tengah kepanikan masalah organisasi. Walaupun berbeda kelas, tetapi ketiganya dipertemukan dalam satu departemen yang sama--Departemen Seni dan Budaya.

"Yuk, cabut! Anak-anak yang lain udah siap?" tanya Zahra sambil menyempatkan untuk melirik jam yang melingkar manis di pergelangan tangan kirinya.

"Anak FKM masih di fakultas, sih, kebanyakan. Fakultas lain tadi gue lihat udah pada di titik kumpul depan rektorat," sahut gadis sipit bernama Nata itu.

"Gue kira lo nggak bakalan ikut turun ke jalan, Ra." Kini, giliran Elsa yang berceletuk merespons obrolan sebelumnya.

"Sorry? Gue kelihatan anak manja banget ya sampai dikira nggak mau turun ke jalan?" Zahra tergelak sambil menatap kedua teman organisasinya itu secara bergantian. "Gini-gini, gue itu Soe Hok Gie versi perempuan masa kini!"

Ada rasa bangga yang memeluk tubuh Zahra tatkala ia menyebutkan sebuah nama yang juga menjadi alumnus universitas sekaligus role model-nya dalam membela kebenaran.

"Asalkan turun ke jalan untuk membela nasionalisme nggak dijadikan alasan di balik keinginan nge-fangirl Bang Rendra, sih, nggak apa-apa, Ra."

Zahra meringis saat Nata menyebutkan nama kakak tingkat yang mengambil atensinya semenjak masa kaderisasi. "Emm ... nge-fangirl Mas Ren kayaknya sampingan, sih, Nat. Tapi, gue nggak mau, lah, kalau cuma tim mantau snapgram atau thread twitter. Big no!"

Nata berdecak samar dan mulai mencibir, "Mas banget, nih, Ra, manggilnya?"

"Aduh ..., panggilan aja lo permasalahin ya, Nat. Dia tuh tipe-tipe wajah kalem khas jawa yang pantes banget dipanggil 'Mas'. Lagipula, gue nggak nyaman manggil cowok yang lebih tua dengan sebutan 'Bang'. Kakak gue aja kalau di rumah gue panggil 'Mas'."

"Udah, ah! Bawel banget temen-temen gue ini," sungut Elsa sambil memposisikan dirinya di tengah dan mulai menggamit lengan kedua temannya itu untuk segera menuju titik kumpul. "Jadi berangkat nggak?"

"Jadi, dong!"

Zahra tersenyum mendengarnya. Dada yang kian bergejolak mengiringi langkah kakinya yang mengayun ringan menuju titik kumpul aksi hari ini.

Meeting Point (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang