15th Point

8.4K 1.3K 52
                                    

2017

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

2017

Zahra tersenyum lebar saat mengintip kakaknya yang tengah bersiap di ruang tengah. Perlahan, ia mengayunkan kaki untuk mendekat, sekalipun Zahra yakin dirinya hanya akan mendapat tatapan tajam dan dingin dari lelaki itu.

Baru beberapa langkah Zahra mendekat, lelaki berkaus hitam itu mendongak dan menatapnya sangsi. "Apa?"

Zahra menggigit bibir bawah bagian dalamnya. Tuh, kan, galak amat, Mas, kalau udah kayak gini!

"Hmm ... itu ... konser Sheila On 7 yang diadain sama organisasi mahasiswa daerah Mas nanti malem, ya?"

"Iya. Habis ini sih berangkatnya. Kenapa?" Wira memicing pada Zahra seolah memiliki dugaan buruk kepada adik perempuannya.

"Mau ikut. Boleh, ya? Tadi Zahra udah bilang Bunda katanya--"

"Nggak!" potong Wira cepat. Ia bangkit dari duduknya sembari membawa ransel abu-abu di sebelah bahu.

Tidak menyerah, Zahra mengekor lelaki itu. Walaupun belum mendapat izin dari kakaknya, Zahra sudah menyiapkan segala bawaannya untuk pergi, sehingga kini ia pun sudah rapi dan siap berangkat.

"Mas ... boleh, ya? Please ... janji deh Zahra nggak bandel. Diem aja nanti."

"Dek ... Mas ini jadi panitia. Habis acara harus ada eval dulu dan pulangnya malem. Nggak usah ikut, deh! Ngeribetin!"

"Ya udah, aku tunggu sampai Mas selesai eval."

Namun, sorot mata Zahra yang penuh harap itu langsung luruh kembali setelah mendapat jawaban dari kakaknya.

"ENGGAK."

Melihat Zahra yang masih menatap dirinya, Wira akhirnya menghela napas berat. "Dek, di sana banyak temennya, Mas. Jangan malu-maluin. Lagian Mas juga nggak bisa, lah, harus nemenin kamu terus karena lagi ngurus acara."

"Zahra juga nggak minta ditemenin. Nonton sendiri pun nggak masalah yang penting Sheila On 7!"

Lagi-lagi helaan napas berat kembali lolos dari mulut Wira. Setelah ia mengerang sembari mengacak rambutnya yang sudah rapi, lelaki itu berkata, "Ya udah, ayo!"

Mata Zahra melebar. "Serius? Ah ... makasih Mas-ku."

Wira tidak menjawab. Ia lantas berlalu pergi menghampiri bundanya untuk meminta izin berangkat. Sementara, Zahra tidak henti-hentinya tersenyum lebar karena telah berhasil membujuk manusia ter-ketus yang pernah ia kenal.

***

Zahra menatap lurus ke depan sembari membawa cup lemon tea di tangannya. Ujung sepatunya mengetuk-ngetuk tanah lapangan tempatnya berdiri secara teratur dengan ritme musik dari band lokal yang tampil di atas panggung. Di barisan paling belakang, Zahra mendesah tanpa sadar.

"Adeknya Wira, ya?"

Suara lelaki yang membaur dengan alunan musik membuat Zahra mendongak menatap pemilik suara tersebut. Ia mengangguk tanpa berkata-kata kembali karena kewarasannya mungkin sudah hilang setelah diajak mengobrol oleh Aldias--teman kakaknya yang selalu ia idam-idamkan.

Meeting Point (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang