17th Point

8.6K 1.3K 9
                                    

Gadis berambut panjang sepunggung itu menginjakkan kakinya dengan pasti menaiki tangga indekos

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis berambut panjang sepunggung itu menginjakkan kakinya dengan pasti menaiki tangga indekos. Sambil membawa ransel yang cukup berat di punggungnya--karena banyak bekal makanan yang dibawakan oleh sang bunda--Zahra mengarahkan pandangan pada salah satu kamar milik teman terdekatnya.

Setelah Zahra menyapa ibu pemilik kos sebelum naik ke lantai dua, wanita itu memang sempat memberi informasi jika selama liburan semester ini, Nadia tidak pulang ke rumahnya di Bandung.

"Nad." Zahra mengetuk pintu dengan perlahan.

Beberapa saat kemudian, pintu terbuka dan menampilkan sosok Nadia yang sangat berbeda dari tampilannya sehari-hari. Garis dan lingkaran hitam samar yang ada di mata Nadia membuat Zahra yakin ada sesuatu pada temannya itu.

"Zahra?"

Zahra tersenyum kaku. "Kenapa, Nad? Gue bosen di rumah terus nggak ada temen. Makanya balik cepet," jawabnya sambil melangkah masuk ke kamar Nadia.

Setelah berada di dalam, Zahra manggut-manggut dan mengedarkan pandangan ke seluruh sisi. Atensinya berhenti pada suatu objek--satu dus mi instan yang kini sudah tersisa setengah.

Zahra beralih menatap Nadia dengan sorot mata penuh tanda tanya. "Nad, lo nggak makan mi setiap hari, kan?"

Melihat Nadia termangu di tempat setelah ia melempar pertanyaan, Zahra semakin yakin jika temannya itu kini sedang melewati masa-masa sulit.

Namun, jawaban Nadia lagi-lagi membuat Zahra berasumsi lebih. "Mungkin. Gue juga nggak tahu.

Zahra menarik napas dan berusaha mengeluarkannya dari mulut. "Nad ... lo masih anggap gue stranger, ya? Please, udah setahun kita kenal."

"Kelihatan kacau banget, ya?" Senyum miris terlukis di wajah Nadia yang sayu.

"Soal Raga?"

Nadia menggeleng cepat. "Bukan."

"Terus?"

Nadia menghela napasnya panjang, lalu menjawab, "Hubungan sama Ibu lagi nggak baik-baik saja."

Kini, giliran Zahra yang diam dan menunggu Nadia melanjutkan ucapannya.

"Gue selalu dipercaya sebagai anak pintar yang akan sukses, tapi gue sama sekali nggak ngerasa itu, Ra. Di saat semua mengharapkan kesuksesan gue, gue justru menganggap kalau udah nggak mampu lagi, karena selama ini ... gue cuma beruntung."

"Nad, lo berhasil karena udah berjuang. Bukan beruntung," sanggah Zahra dengan nada rendah.

"Bahkan sekarang gue udah berhasil nipu lo, Ra."

Mata Zahra menatap Nadia dengan khawatir. "Nad ...."

"It's okay, gue udah mencoba baik-baik aja, kok, setelah semalam."

"Sorry, Nad. Berat banget, ya, pasti?"

Tidak menjawab, Nadia justru terlihat memutar lengan panjangnya seolah berusaha menutupi sesuatu. Melihat gelagat aneh dari gadis di depannya, Zahra lantas menarik tangan Nadia pelan. "Sorry, Nad," ucapnya tatkala tangannya mulai menyingkap lengan panjang cardigan Nadia hingga menampilkan sayatan yang masih basah.

Meeting Point (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang