8th Point

11.1K 1.5K 55
                                    

Gadis berambut panjang yang sengaja diikat satu ke belakang itu terlihat menghela napas panjang dan menggerakkan persendian yang terasa kaku seiring kakinya yang melangkah di tangga indekos

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis berambut panjang yang sengaja diikat satu ke belakang itu terlihat menghela napas panjang dan menggerakkan persendian yang terasa kaku seiring kakinya yang melangkah di tangga indekos. Ingin rasanya ia segera mengguyur tubuhnya dengan air setelah rasa lelah mulai menemani seharian ini.

Namun, sebelum ia masuk ke kamarnya, Zahra menyempatkan untuk mengetuk pintu kamar seseorang yang tidak jauh dari kamarnya. Beberapa detik selanjutnya, seorang gadis dengan piyama kumal muncul dari balik pintu dengan raut wajah yang penuh tanda tanya.

"Nad, sorry. Ini buat lo," ucap Zahra sembari menyodorkan paper bag yang berisi makanan kepada Nadia.

"Hah?"

Melihat respons dari Nadia, Zahra hanya mampu menghela napasnya gusar. Jika bukan karena Raga--pacar Nadia yang tidak punya nyali--itu tidak melibatkannya mengambil peran sebagai mata-mata hubungan mereka, mungkin Zahra akan langsung masuk ke kamarnya alih-alih memberi titipan Raga kepada Nadia.

"Ra, dalam rangka apa?"

Zahra hanya mampu meringis pelan dan tengkuknya tiba-tiba merasa gatal. "Buy one get one free. Free-nya buat lo aja daripada mubazir, 'kan?"

Nadia akhirnya mengulurkan tangan untuk menerimanya. "Thanks ya, Ra. Lo tadi ke sana dulu sebelum balik?"

"Iya, sekalian aja. Soalnya kalau udah pulang ke kos suka males keluar lagi buat cari makan."

Nadia menganggukkan kepala sebagai tanda setuju dengan ucapan Zahra. "Sama anak Zenius itu?"

Walaupun sebelumnya Zahra sempat terkejut dengan pertanyaan Nadia yang tepat sasaran, gadis itu akhirnya mengangguk mantap. "Iya, dibayarin lagi. Dia emang udah se-baik itu sejak kita ketemu waktu demonstrasi."

Zahra memang sempat menceritakan pertemuannya dengan Andra kepada Nadia tatkala ia baru tiba di kosnya saat itu. Namun, entah bagaimana setiap Andra yang menjadi subjek pembahasan mereka, Zahra mampu menangkap raut pias dan ekspresi dari Nadia yang sulit ditebak.

"Oh ... sampein makasih, ya."

Zahra mengangguk kaku dan masih bergeming di tempat, bahkan hingga saat pintu kamar Nadia tertutup kembali.

*****

"Sumpah ya, Sat. Demi Allah ... demi Rasulullah gue pengen hibahin lo ke mana gitu. Give up gue punya temen kayak lo! Muka gue harus ditaruh di mana kalau ketemu Zahra?"

Satya hanya menyemburkan tawa seiring ocehan dari Andra yang memenuhi telinganya selama perjalanan pulang ke kos. Setelah lelaki beralis tebal itu berhasil meloloskan kunci ke lubang pintu, suara seseorang menginterupsi mereka.

Meeting Point (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang