25th Point

8.8K 1.3K 59
                                    

Andra tidak tahu berapa kecepatan yang ia pacu setelah pergi meninggalkan kompleks perumahan indekos Zahra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Andra tidak tahu berapa kecepatan yang ia pacu setelah pergi meninggalkan kompleks perumahan indekos Zahra. Lelaki itu memilih langsung pulang ke kos dan terpaksa membawa mobil papanya dulu selama beberapa waktu, karena Andra tidak yakin dirinya mampu berkendara ke rumah Bekasi dengan baik saat kondisinya sekarang. Hal tersebut pun sepertinya tidak akan dipermasalahkan oleh sang papa, mengingat pria itu masih memiliki mobil lain di rumahnya.

Andra melempar kunci mobil asal ke meja, sebelum memilih rebah ke kasur. Matanya terpejam seiring dengan embusan kasar yang berulang kali lolos dari mulutnya. Namun, beberapa saat kemudian, ia mendengar suara pintu dibuka dan menampakkan sosok Satya yang masih berdiri di ambang pintu sembari menatapnya dengan sorot beribu arti. Lelaki itu mengayunkan langkah mendekat ke arah Andra.

"Akhirnya gue ketemu momen di mana lo jadi cowok seutuhnya, Ndra. I mean, gue ngerasa lo bener-bener punya hati setelah tindakan apa yang udah lo lakuin tiap kali patah hati."

Andra tertawa miris dan mengubah posisinya menjadi duduk. "Ini yang namanya karma."

"Jadi, gimana kelanjutan kalian?" tanya Satya hati-hati, karena ia yakin apa yang terjadi dengan temannya itu bukanlah hal yang baik. Terlebih setelah ia mendengar rem berdecit yang cukup keras saat mobil Andra memasuki halaman kos, membuat Satya yakin jika saat ini Andra baru saja melewati masalah yang besar.

"Ya udah, bubaran."

Satya berdecak. "Bubaran gimana? Lo jawab dengan wajah lempeng gini bikin gue emosi karena nggak lo banget, Ndra."

"Bubaran biasa, lah. Lo kenapa kaget gitu deh denger gue putus?"

"Karena ini Azzahra. Gue yakin kali ini nggak kayak yang dulu-dulu," sahut Satya setelah Andra menutup mulut.

Andra yang mendengarnya lantas tersenyum miris. "Lo aja bisa percaya kalau gue emang cinta banget sama dia. Kenapa dia nggak bisa ya, Sat?"

Melihat respons dan tatapan sendu dari Andra, membuat Satya lantas beringsut meraih water jug yang ada di meja dan menuangkannya ke gelas, lalu disodorkan kepada Andra. "Nih, minum."

Andra tertawa. Sangat kontras dengan perasaannya sekarang. "Gue kira lo bakal kasih gue vodca or something like that daripada air putih," candanya.

"Gila," ketus Satya. "Gue masih waras buat nggak ngasih lo minuman kayak gitu. Mending lo gue kasih americano se-truk biar lambung lo pecah. Gue bakal lebih puas ngetawain lo."

"Sialan!"

Andra tersenyum samar. Setidaknya obrolannya dengan Satya mampu membuatnya sedikit tenang.

*****

Zahra menatap kosong layar laptop di hadapannya yang tengah menampilkan aplikasi SPSS untuk mengerjakan tugas analisis data. Gadis itu kini berada di gazebo fakultas dan membiarkan angin sore itu meniup helai rambutnya tanpa permisi. Zahra menghela napas tanpa sadar. Sudah tiga hari ini ia melakukan segala kegiatan tanpa minat. Tidak peduli dengan rutinitasnya mengompres mata sebelum berangkat ke kampus untuk menghilangkan mata sembabnya akibat menangis tiap malam.

Meeting Point (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang