21st Point

8K 1.2K 35
                                    

Dada Nata terasa diikat kuat sehingga gadis itu tidak mampu lagi bernapas dengan baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dada Nata terasa diikat kuat sehingga gadis itu tidak mampu lagi bernapas dengan baik. Dadanya kian sesak setelah mendengar kata-kata penuh makian dari orang tuanya, hanya perihal dirinya semalam pulang larut setelah keluar bersama teman SMA-nya.

"Kamu itu bisa nggak, sih, Dit ... dengerin Mama? Kamu ini anak cewek loh, bisa-bisanya pulang jam setengah sebelas malam. Kalau ada apa-apa di luar nanti siapa yang mau disalahin? Mama?"

Nata melirik ke arah papanya yang saat itu juga melayangkan respons sama.

"Jadi perempuan harus bisa jaga diri. Bukan malah asik-asikan. Papa udah bilang waktu itu, kalau kamu mending kuliah di luar negeri. Tapi, kamu masih ngotot mau di Indonesia saja. Biar apa, Dit? Biar kamu bisa main-main terus dan nggak fokus sama masa depan?"

"Ya udah, lah, Pa. Dia nggak dapet gelar bachelor aja udah seneng," sahut wanita muda itu dengan sangsi.

Merasa tidak mampu lagi mendengar semua tuntutan orang tuanya, Nata membuka suara. "Ma, Pa, Naudita udah belajar dari Senin sampai Jumat itu masih kurang? Emang selama ini Naudita pergi pagi pulang sore setiap hari itu ngapain? Main gundu?"

Nata akui, perkataannya kali ini termasuk dalam kategori kurang ajar diucapkan kepada orang tua. Namun, sekarang ia tidak mampu lagi menahannya.

"Dit, cukup!" pekik Mama Nata keras disertai dengan mata yang melebar, tetapi Nata tidak merasa kecil hati setelahnya.

Gadis itu justru kini mengangkat dagu. "Mama sama Papa mending keluar dari kamar Naudita daripada terus-terusan di sini, tapi aku malah bikin kalian makin emosi. Udah ... simpen aja tenaganya, biar besok masih kuat ngomelin aku."

Dua orang tersebut benar-benar menuruti kemauan Nata. Sepeninggal kedua orang tuanya, Nata hanya mempu meringkuk di tempat tidur. Sambil sesekali menjambak rambut dan memukul lengannya, gadis itu menangis penuh emosi. Perkataan dan raut wajah kedua orang tuanya masih berputar di kepala Nata, bahkan saat ia mendengar deru mobil yang meninggalkan halaman rumah.

"Berengsek!"

Nata tidak paham apa yang ada di pikiran kedua orang tuanya itu. Setelah mengucapkan tuntutan beberapa menit yang lalu, dengan tanpa beban mereka memilih pergi seolah tidak peduli dengan keberadaannya.

Gadis itu lantas memejamkan mata, berharap mampu memberi rasa tenang atas kejadian yang baru saja menimpanya. Namun, seiring napas teraturnya yang berembus, rekaman kejadian yang Nata lihat di mal seminggu yang lalu kembali melintas di kepalanya.

Tatkala ia melihat sosok yang sangat berarti baginya tengah menggandeng perempuan lain yang merupakan temannya sendiri. Nata kembali membuka mata dan tersenyum miring.

Miris. Dahulu, saat ia sedang membutuhkan sosok penenang dalam hidupnya, Andra selalu menjadi orang pertama yang memahami dan bersedia menolongnya dengan tangan terbuka. Namun, setelah pertemuannya dengan lelaki itu, Nata sadar ia tidak lagi bisa mengharapkan kejadiannya di masa lalu dapat ia ulang kembali.

Meeting Point (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang