14th Point

8.6K 1.2K 27
                                    

Pandangan Zahra masih menatap barisan angka di buku Biostatistik cetaknya sambil sesekali melirik Nadia yang sedang asyik berkutat dengan bukunya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pandangan Zahra masih menatap barisan angka di buku Biostatistik cetaknya sambil sesekali melirik Nadia yang sedang asyik berkutat dengan bukunya sendiri. Gadis itu mengerang dengan tangan yang mengacak rambutnya kesal.

"Nad, ajarin gue dong."

Zahra tersenyum penuh harap saat Nadia sudah mendongak menatapnya. Setelah pertemuan beberapa waktu lalu sekaligus meluruskan kesalah pahaman di antara keduanya, semua kini sudah kembali berjalan normal. Zahra pun sering bermain ke kamar Nadia untuk belajar bersama atau sekadar mengobrol sekalipun terkadang Zahra menyadari Nadia masih sering diam akhir-akhir ini.

"Yang mana, Ra, yang belum paham?"

Zahra menyodorkan buku, diikuti tangannya yang menunjuk soal dengan bolpoin. "Yang ini. Gue lihat punya lo, lo kerjain pakai rumus fisher. Emang kenapa, kok, nggak pakai chi-square padahal tabelnya juga 2x2?"

Nadia mengangguk. "Oh ... karena tabel kontingensinya nggak memenuhi syarat, Ra. Ini lihat," ucap Nadia sambil menunjuk salah satu kolom tabel tersebut. "Ada cell yang punya frekuensi harapan kurang dari lima ... makanya harus pakai fisher. 'Kan, syarat pakai uji chi-squre nggak boleh ada cell yang punya frekuensi harapan kurang dari lima. Kecuali kalau tabelnya lebih dari 2x2, boleh ada cell dengan frekuensi harapan kurang dari lima tapi maksimal dua puluh persen."

Penjelasan Nadia membuat Zahra terpaku dan menatap gadis itu takjub. "Keren! Sumpah, temen gue keren banget, sih ...."

"Ra, gue itu--"

"Gue itu nggak pintar?" potong Zahra. "Udah, deh. Gue percaya lo nggak pinter kalau ada pertanyaan yang gue tanyain ke lo, tapi lo nggak paham dan nggak bisa jawab. Sementara lo, tiap gue nggak paham sama suatu matkul, lo selalu jelasin gue detail banget. Terus itu apa coba kalau nggak pinter?"

Nadia hanya menghela napas berat dan kembali mengarahkan atensi pada buku-bukunya.

Cukup lama mereka terdiam dan sibuk dalam urusan masing-masing, Zahra menggigit bibir bawahnya sekilas sebelum membuka suara. "Nad, gue boleh jujur?"

Nadia menghentikan gerakan menulisnya dan mendongak. "Soal apa, Ra?"

"Hm ... gue sebenernya belum pacaran sama Andra. Gue waktu itu bilang ke lo udah pacaran karena pengen lo bisa cepet percaya gue. Gue harap lo ngerti ya, Nad. Maaf banget udah bohong sama lo soal itu."

Nadia tersenyum tipis. "Nggak apa-apa, Ra. Gue kira apaan .... Gue bantu doa aja ya buat hubungan kalian," ucapnya sambil mengulum senyum.

Zahra pun ikut mengurai tawanya dan berkata, "Gue juga bantu doa ya biar lo sama Raga balikan."

"Eh, gimana?"

*****

Andra berdecak tatkala melihat teman organisasi yang menjadi penanggung jawab bersamanya untuk program kerja yang dilaksanakan akhir tahun nanti berjalan tanpa dosa memasuki ruang sekretariat, padahal ia sudah berjanji datang satu jam yang lalu.

Meeting Point (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang