30th Point | END

21.5K 1.6K 136
                                    

Semua yang terjadi terasa seperti mimpi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semua yang terjadi terasa seperti mimpi. Kejadian itu penuh dengan keajaiban. Terlalu mustahil. Terlalu sulit tergapai. Pun, terlalu egois jika dipaksakan. Namun, saat dua kelopak itu terbuka dan kembali menampakkan manik kopi yang pekat, Zahra sadar jika ia telah diberi sebuah kesempatan oleh Tuhan.

Tidak langsung masuk ke dalam, Zahra masih duduk di kursi tunggu bersama teman-temannya, membiarkan kedua orang tua Andra masuk terlebih dulu untuk melihat keadaan anaknya.

Tangisnya berubah menjadi haru. Rasa ragu kepada laki-laki itu pun telah berpendar menjadi perasaan yang penuh akan rasa percaya.

Detik telah berganti menit, dua paruh baya itu telah keluar dari ruangan. Zahra mendongak dan mendapati wajah penuh haru dari keduanya sekalipun jejak tangis masih membekas di pelupuk mata. Marisa mengurai senyum kepada Zahra dan tangannya terangkat untuk mengusap kepala gadis itu.

"Masuk, Nak. Dia nunggu kamu."

Zahra tidak menjawab, ia hanya mengangguk sambil tersenyum samar. Gadis itu memang masuk seorang diri, karena teman-temannya seolah memberi ruang untuk Zahra dan Andra.

Zahra kembali mematri langkah masuk ke ruang pre-steril. Persis seperti yang ia lakukan satu jam lalu--dengan keadaan yang berbeda tentunya. Saat Zahra sudah berada di dalam dan matanya bersirobok dengan netra kopi itu, keduanya masih sama-sama bungkam. Sementara, Andra termangu menatap Zahra tidak percaya.

Sedetik, dua detik, tiga detik terlewati sampai akhirnya Zahra menjadi pihak pertama yang membuka obrolan.

"Hai."

Tiga huruf yang membuat Andra tersenyum, membuat Zahra tanpa ragu kembali melangkah mendekat ke ranjang tempat Andra terbaring.

"Kamu ... di sini?"

Mendengar pertanyaan Andra yang terlewat lirih, membuat Zahra tersenyum. Tidak langsung menjawab, ucapan Zahra telah terinterupsi oleh gerakan tangan Andra.

Zahra mengangguk. "I'm here ...."

Ringkih. Dengan tangannya yang masih lemah, Andra perlahan menyelipkan helai Zahra ke belakang agar dia mampu menyusuri wajah gadis cantik di depannya dengan lebih leluasa.

"Za."

"Ya, Ndra?"

"Kangen ...."

Zahra tertawa haru. Dalam keadaan tidak berdaya seperti ini saja laki-laki itu masih sempat melemparkan tatapannya yang khas. Tanpa pikir panjang, Zahra terlebih dahulu menghamburkan tubuhnya terlebih dahulu ke tubuh Andra.

Meeting Point (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang