28th Point

9.4K 1.4K 68
                                    

Mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi tatkala rodanya mulai menyentuh jalan tol

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi tatkala rodanya mulai menyentuh jalan tol. Tanpa Zahra duga, Nata menginjak gas kuat-kuat, membuat punggungnya terbanting begitu saja ke sandaran jok. Mobil yang mereka tumpangi melesat di atas rata-rata. Membelah jalanan dengan manuver tajam yang mengundang umpatan dari pengendara lain.

Dalam keadaan seperti ini, Zahra hanya mampu menahan napas sembari menggenggam seatbelt kuat-kuat. Sorot matanya sarat akan ketakutan. Sementara, di sampingnya Nata tampak tersenyum puas dengan apa yang ia perbuat.

Dengan sisa-sisa kekuatannya, Zahra membuka suara dengan lirih. "Nat, lo gila?"

Zahra memejamkan mata kuat-kuat. Ia sama sekali tidak menyangka sosok Nata yang selalu tertawa riang dan sering bercanda dengannya di ruang sekretariat kini berubah menjadi sosok yang menakutkan. Napas Zahra tersekat. Oksigen seakan dirampas paksa dari paru-parunya.

"Gue benci sama semuanya! Gue benci kenapa Rafandra sama sekali nggak peduli lagi sama gue di saat dia ketemu lo. Lo punya segalanya, Ra. Sementara gue ... nggak ada lagi keluarga yang buat gue nyaman ada di rumah."

Nata menumpahkan seluruh emosinya yang terpendam selama ini. Gadis bermata sipit itu telah memantapkan hati setelah lama menunggu kesempatan ini. Dalam hati, ia terus berjanji pada dirinya untuk segera menuntaskan detik ini juga. Apa yang ia lakukan saat ini tidak akan membunuh, tetapi mampu memberi rasa hancur setelah luka lama Zahra berhasil ia buka kembali.

Enam tahun berlalu, Zahra berusaha menyembuhkan traumanya atas kejadian kecelakaan yang merenggut nyawa Aldias. Di waktu itu juga ia berharap mampu melupakan ingatan kelam tersebut. Namun, ternyata harapan itu akan berakhir tanpa tepi. Ingatan dan rasa sakit itu masih terpatri di kepalanya.

"Lo nggak bisa maksa orang lain buat cinta sama lo!" pekik Zahra setelah Nata meluapkan emosinya.

Nata tersenyum miring. Tanpa pikir panjang, ia semakin menginjak gas, membuat napas Zahra semakin memburu.

"Nat, please ... bisa pelanin dikit?" tanya Zahra sambil terbata. Air mata terus menetes membasahi pipi, sementara keringat dingin telah merambat di kulit tubuhnya.

"Bisa!" bentak Nata sembari memutar kepala ke sisi kiri. "Asalkan lo pergi dari kehidupan Rafandra!"

Zahra masih diam. Gadis itu kehilangan kata-kata untuk menjawab karena jiwanya seakan dirampas paksa dalam keadaan yang menjatuhkannya saat ini. Zahra lagi-lagi menggeleng. Bukan karena ia tidak mampu pergi dari kehidupan Andra, tetapi ia tidak menyangka Nata masih menyimpan dendam sedalam ini karena masalahnya beberapa minggu lalu.

Zahra tidak mungkin mengharapkan sosok Andra untuk datang mengakhiri siksa yang ia dapat sekarang, karena lelaki itu sudah tidak mempedulikannya lagi. Jangankan, Andra, teman-teman satu departemen yang lain pun sudah jauh di depan sana dan tidak mungkin bisa melihat Nata yang berkendara tanpa akal sehat.

Meeting Point (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang