12th Point

9.4K 1.4K 99
                                    

Keduanya masih senantiasa membisu, duduk terdiam di kursinya masing-masing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keduanya masih senantiasa membisu, duduk terdiam di kursinya masing-masing. Andra yang saat itu fokus pada jalanan, sesekali mencuri pandang pada gadis yang duduk di sisi kirinya.

Sudah beberapa menit berlalu semenjak apa yang baru saja gadis itu luapkan kepadanya di rumah pohon, Zahra masih urung bersuara lagi. Pun, dengan Andra yang memilih diam, sekalipun ada beberapa pertanyaan mengganjal yang ingin ia lemparkan.

"Tidur dulu, Za. Sampe kos harus sebelum jam sepuluh, kan? Nanti kalau udah deket aku bangunin." Andra tersenyum penuh arti.

Zahra yang mendengar hal tersebut lantas mengangguk pelan. Sepertinya hal itu lebih baik ia lakukan daripada harus duduk terdiam ditemani tatapan Andra yang seolah sedang mengkhawatirkannya. Zahra sangat benci akan hal itu.

Setelah Andra memastikan Zahra memalingkan wajah ke jendela dan sudah menyandarkan kepala ke kursi sembari menutup mata, lelaki itu lantas menurunkan sandaran kursi agar lebih nyaman bagi Zahra.

Andra tersenyum sekilas. Tangannya sempat terulur mengusap puncak kepala Zahra sebelum kembali fokus ke jalanan. Entah dorongan dari mana yang membuatnya semakin jatuh dan tidak ingin meninggalkan gadis itu setelah apa yang baru saja ia ketahui di rumah pohon tadi.

Mobil dan motor saling berebut ruang. Sementara keduanya masih berjalan merambat di jalanan padat malam itu. Andra melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul sembilan dan berdecak.

Tinggal satu jam lagi indekos gadis itu ditutup sementara mereka masih terjebak di jalan yang bahkan belum memasuki tol. Berulang kali ia mengetuk setir mobil dengan ritme yang ia buat sendiri dengan gusar.

Beberapa saat kemudian, tatkala mobilnya benar-benar telah mendapatkan ruang, Andra langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, bermaksud agar cepat membawa pulang gadis itu sebelum jam malam indekosnya. Tanpa ia sadari, seorang gadis yang sebelumnya terpejam itu mulai membuka matanya dengan sorot yang sarat akan luka dan ketakutan. Andra yang tidak meliriknya sama sekali itu masih terus memacu mobilnya dan fokus ke jalanan.

Baru setelah Andra menginjak rem tepat di depan gerbang indekos Zahra, lelaki itu mengarahkan atensinya ke sisi kiri dan mendapati raut ketakutan dari Zahra.

"Za ...."

Namun, gadis itu tentu tidak meresponsnya. Zahra justru semakin gemetar hebat dengan napas pendek. Tangannya meremas seat belt dengan kencang, seolah berusaha meredam ketakutannya.

"Za ... kenapa?" Suara Andra kembali bergetar tatkala melihat Zahra seperti ini.

Tangan Andra terulur meraih tangan Zahra untuk ia genggam, berusaha menenangkannya. Setelah beberapa menit berlalu, napas Zahra mulai berangsur normal sekalipun keringat dingin masih merambat di kulit tubuhnya. Matanya kini mulai menatap Andra dengan kosong.

Saat Andra mulai mendapati setetes air yang luruh dari sudut mata gadis itu, ia baru menyadari jika dirinya baru saja membuat kesalahan besar.

"Maaf, Za ...."

Meeting Point (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang