"Kasihan sekali anak itu. Ibunya bunuh diri waktu dia masih kecil. Dan sekarang Kakek-Nenek yang merawatnya juga meninggal."
"Kudengar Ayahnya orang kaya di Daegu. Tapi kenapa dia diasuh oleh Neneknya?"
"Entahlah. Mungkin Ayahnya tidak menginginkannya."
"Lalu bagaimana nasib anak itu sekarang..?"
Desas desus dari segerombolan wanita desa itu tampaknya sama sekali tak membuat remaja 13 tahun yang sedang mereka bicarakan merasa terganggu. Ia masih berdiri mematung di tempatnya tanpa menoleh sama sekali. Mulutnya bahkan tak terbuka sedikitpun meski sekadar untuk membalas ucapan bela sungkawa para pelayat.
"Taehyung, ayo pulang," ucap anak laki-laki yang lebih tua 2 tahun itu sembari meraih lengan adiknya ketika semua orang berangsur meninggalkan tanah pemakaman. Tapi yang diajak bicara hanya menepis tangannya pelan tanpa berkata apapun.
"Tae.. Sebentar lagi hujan. Ayo," ulang anak itu.
"Pulanglah, Hyung. Ayah menunggumu," lirih Taehyung masih dengan tatapan kosong ke depan.
"Kau mau tetap di sana? Tapi kau akan sendirian, Tae.." protes anak yang lebih tua.
"Taehyung, mau ikut Ayah pulang?"
Suara berat yang berasal dari belakang dua anak itu membuat Taehyung berjengit. Pria tinggi besar tersebut lalu berdiri mensejajari dua putranya.
"Mau ikut Ayah pulang atau tidak?" ulang Kim Jaewon dengan ekspresi datar.
Namjoon yang memperhatikan dari samping Taehyung dibuat heran oleh ucapan sang ayah. Bukannya meminta dengan tegas agar Taehyung kembali ke rumah, ia justru bertanya seolah memberi pilihan bagi Taehyung.
Dengan kepala yang menunduk dalam, Taehyung menggeleng pelan. Jaewonpun menghembuskan nafas panjang.
"Ya sudah.. Hubungi Ayah atau Paman Sejin kalau kau butuh sesuatu." Pria itu mengusap singkat kepala anak bungsunya dengan ekspresi yang tak dapat diartikan.
Si sulung yang merasa janggalpun tak tinggal diam.
"Yah.. Tapi sekarang dia sendirian di sana."
"Adikmu sudah besar, Namjoon. Biarkan dia memilih. Sudah, ayo pulang," final sang ayah.
Walau hatinya menolak keputusan itu dengan tanda tanya besar di kepalanya, Namjoon hanya pasrah dan mengekori ayahnya sambil sesekali menengok ke belakang. Mau bagaimana lagi? Sosok yang ia khawatirkan sendiri yang membuat keputusan itu. Ia menatap adiknya yang masih berdiri sendirian di sebelah gundukan tanah makam yang masih basah, hingga sosok itu menjauh, mengecil, dan menghilang.
Mata Taehyung masih menatap nanar pada tanah yang dipenuhi kelopak bunga segar. Sorot redupnya lalu beralih pada batu nisan di ujungnya. Ia menghela nafas susah payah, berharap tidak ada satupun air mata yang jatuh walau faktanya, tidak satu detikpun berlalu tanpa rasa sesak yang menghimpit dalam dadanya. Dunianya terasa gelap, dan segalanya terlihat begitu sulit baginya mulai hari ini.
"Jangan menangis, Nak.. Nanti Kakekmu sedih. Biarkan Kakek tidur dengan tenang, ya.. Taehyung anak baik, kan..? Kuat ya, Nak.."
5 bulan yang lalu, Nenek Taehyung mengatakan itu sembari menghapus air mata di pipinya dengan lembut dan penuh kasih di hari kematian kakeknya. Tapi semalam wanita itu tiba-tiba pergi hanya karena demam tinggi. Beristirahat di usia yang cukup renta, menyusul suami yang sangat dia cintai. Sekaligus meninggalkan Taehyung tanpa pesan apapun.
"Aku tidak boleh menangis.. Nanti nenek sedih," gumam Taehyung dalam hati, entah sudah yang ke berapa kali sejak semalam.
Tak berselang lama setelah semua orang pergi, tanpa petir maupun angin, hujan mulai turun rintik-rintik. Anak laki-laki jangkung itu mendongak ke langit berawan kelabu. Kenapa hujan harus turun sekarang? Padahal Taehyung masih ingin di sini, menemani Neneknya yang telah terlelap dalam damai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello My Summer Rain! (Kim Taehyung)
FanfictionKim Taehyung itu memiliki sifat terlampau unik, bagai alien yang terdampar di bumi. Ia tinggal sebatang kara dalam sebuah rumah kayu, lalu menjadikan rumah itu sebagai Mars-nya sendiri dan mengumpulkan teman-teman aliennya di sana. Namun, sebuah ins...