30. Like An Arrow

3.3K 225 37
                                    

Iris obsidian itu berkilat penuh intimidasi pada tiga orang yang tengah duduk di pojok ruangan. Dalam hati ia merutuki nasib karena berteman dengan orang-orang ajaib ini.

"Hey kalian, artis ibu kota! Bisakah kalian pergi dan tidak mengganggu konsentrasi murid-muridku?!" sentaknya lengkap dengan ekspresi cemberut luar biasa. "Lihat! Permainan mereka salah semua gara-gara kalian."

Dua yang dimarahi justru tertawa lucu. Sedangkan yang satu hanya menatap datar, lalu kembali sibuk dengan game ponsel.

"Kenapa malah tertawa? Pergi sana!"

"Cerewet sekali. Padahal kami tidak melakukan apapun," gerutu si muka datar.

"Ya sudah, Tae. Biar aku saja yang mengajari mereka. Menyanyi? Atau Hobi Hyung mau mengajari mereka menari?"

"Aku mau! Aku mau belajar menari, Oppa!" salah satu dari anak-anak itu menyahut.

"Wah... Benarkah? Ya sudah ayo," yang dipanggil Hobi malah bersemangat dan beranjak dari duduknya, tanpa peduli guru sebenarnya yang sudah hampir hilang kesabaran.

"Tidak tidak! Orang tua mereka bisa membunuhku kalau mereka tidak juga lancar memainkan lagu ini sampai bulan depan," sungut sang guru. Ia lalu berpaling pada murid-muridnya. "Kelas hari ini sampai di sini saja, adik-adik. Kalian bisa pulang sekarang. Jangan main sama orang itu. Dan jangan panggil mereka Oppa atau Hyung. Mereka itu sudah terlalu tua!"

"Ya!!! Tutup mulutmu, bocah!!"

15 murid berumur 8 tahunan itu segera mengemasi barang dan pergi, merasakan situasi yang mulai tak kondusif. Pasti akan ada perang besar di tempat les mereka.

Sebenarnya ini bukan tempat les formal. Hanya ruang baru di samping rumah Taehyung yang sengaja dibangun sederhana dengan nuansa kayu untuk menampung anak-anak desa yang ingin, atau diminta oleh orang tuanya belajar bermain piano. Setelah lulus dari universitas 2 tahun lalu, Taehyung hanya iseng mengajari anak yang tidak sengaja mengintipnya saat bermain piano di rumah. Namun semakin hari, muridnya justru bertambah banyak. Taehyung bahkan tidak pernah mematok harga untuk setiap pertemuan. Dia hanya merasa senang melihat ekspresi polos, tawa, bahkan suara anak-anak yang bertengkar.

Sial, hari ini, kesenangannya itu terganggu oleh kedatangan tiga musisi besar Korea Selatan yang datang tanpa diundang. Siapa lagi kalau bukan Jimin si penyanyi bersuara tenor sekaligus penyandang predikat sebagai penari kontemporer terbaik di Negeri Ginseng, bersama rekan duetnya, J-Hope alias Jung Hoseok, si rapper sekaligus dance leader yang kelenturan tubuhnya tak diragukan lagi. Dan tak ketinggalan, produser yang setiap lagu ciptaannya selalu menjadi rebutan para penyanyi, Suga alias Min Yoongi.

Taehyung kesal karena kedatangan mereka membuat suasana belajar menjadi begitu ribut. Tidak sadarkah orang-orang ini kalau mereka sudah terkenal? Jangan-jangan mereka lupa kalau mereka ini selebriti, sampai setiap libur mereka selalu mengganggu urusan Taehyung.

"Kalian ini kurang pekerjaan ya? Kenapa susah-susah datang ke sini? Ayo masuk!" ketus Taehyung sembari berjalan menuju rumah utamanya, diikuti ketiga pria yang hanya cengengesan.

"Lapar tidak? Kalau lapar, bantu aku memasak."

Yang diajak bicara saling menatap.

"Setuju!" seru Jimin bersama dengan kakinya yang melangkah menuju dapur.

"Cuci sayurnya, Hyung." Taehyung menyerahkan selada dan pakcoy yang baru ia keluarkan dari kulkas pada Hoseok. "Dan Yoongi Hyung yang memotong ayamnya." Karena Taehyung masih sedikit enggan melihat darah. Terapi yang baru berjalan beberapa bulan belum bisa menghilangkan Post-traumatic Dissorder dan hemophobia sepenuhnya.

"Terus aku?" Jimin menunjuk dirinya sendiri.

"Kau pergilah ke rumah Jungkook. Suruh dia membawa dua kilo strawberry. Yang besar," titah Taehyung dengan tangan yang telah sibuk mengupas kentang. Ia lalu melirik pada Yoongi yang tengah memotong ayam. "Oh, dan tangerin juga."

Hello My Summer Rain! (Kim Taehyung)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang