8. Bawang merah

62.8K 6.2K 60
                                    

Happy reading 🙆

"Jadi begini kelakuanmu? Dari mana kamu semalaman baru pulang jam segini?!"

Sial, Fahri mengumpat dalam hati mendapati mamanya duduk di teras rumah.

"Aku berangkatnya tadi pagi kok ma," elak Fahri.

"Jangan coba bohongin mama ya Fahri, memangnya mama nggak tahu gerak-gerik kamu selama tinggal sama mama. Benar-benar ya kamu, mama nggak habis pikir," ucap mama terdengar putus asa.

Fahri kalah telak membuatnya diam, daripada membela diri dan berujung emosi mending ia diam mendengar namanya mengomelinya seperti anak kecil, ia bukanlah Farras yang harus dituntun ia sudah besar dan sudah tahu tanpa diajari.

"Sialan, perempuan itu kemana?" Gumam Fahri saat mencoba membuka pintu yang ternyata terkunci.

"Apa kamu bilang?"

"Enggak bilang apa-apa kok ma."

"Ingat ya Ri, seharusnya Mona yang benci kamu disini bukan malah sebaliknya. Jadi selama ini kamu belum dapat pekerjaan? Kamu mau beri makan apa Mona selama ini, kamu ini benar-benar nggak ada tanggung jawabnya sama sekali!" Mama mengomel tiada henti.

"Cari kerjaan nggak segampang itu," balas Fahri yang mulai muak mendengar namanya menyudutkannya.

"Bagaimana nggak susah kalau kamu maunya kerjaan yang bagus, turunkan gengsimu sedikit aja demi kebaikanmu."

"Kalau aku turunkan gengsi terus papa bakalan memanusiakan aku? Dia malah makin memandang aku sebelah mata ma, aku nggak mau. Aku bakalan buktiin ke papa kalau aku bisa berdiri di atas kakiku sendiri."

"Yang penting mama sudah menasehati, semuanya kembali lagi ke kamu nak. Papamu nggak sekeras itu kalau kamu juga nggak keras ke dia," ucap mama dengan pelan.

Fahri menatap lurus ke arah Mona yang baru saja datang, perempuan itu membawa kantong plastik di kedua tangannya, yang satunya berisi sayuran dan satunya lagi Fahri tidak tahu.

Mengingat mamanya ada disini Fahri langsung mengambil kantong plastik itu dan membawanya masuk kedalam.

"Gimana tadi?"

"Alhamdulilah semuanya baik-baik aja Ma," jawab Mona.

Fahri meletakkan kantongan plastik itu diatas meja makan, plastik yang bertuliskan nama supermarket ternama itu menarik perhatiannya. Ia membuka kantong kresek itu, melihat isinya jantungnya langsung berdetak kencang padahal isinya hanya susu hamil berukuran besar, entah kenapa ia jadi merasa tidak enak saat Mona membeli semua ini menggunakan uangnya sendiri.

Mendengar tawa Mona dan mamanya Fahri cepat-cepat menutup kantongan plastik itu.

"Kamu udah ada kenalan disini belum?"

"Ada kok Ma, tetangga sebelah dia baik banget sama aku," ucap Mona.

Fahri manggut-manggut mendengarnya, Andin memang sangat ramah bahkan saat pertama kali Fahri membeli rumah ini wanita itu lah yang menjaga rumah ini sebelum ditempati.

Suara motor terdengar berhenti di depan rumah, Fahri keluar untuk mengecek siapa yang datang.

"Farras, ngapain kesini?"

"Mau jemput mama lah," ucap Farras masuk kedalam rumah mendahului Fahri yang menutup pagar.

"Teteh kenapa sih harus pindah kesini? Aku nggak ada teman cerita kalau malam," ucap Farras. Fahri menunggu tanggapan Mona, ia juga baru tahu kalau selama di rumah mama Farras dan Mona teman cerita.

Mona tersenyum lebar, "bukannya karena nggak ada kerjain tugas kamu?"

Farras terkekeh kecil, "tahu aja sih teh."

Wedding Destiny [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang