9. Rumah mertua

63.2K 6K 53
                                    

Happy reading 🙆

Saat Mona membuka matanya pagi ini hal pertama yang langsung dilihatnya adalah wajah Fahri yang tertidur pulas, bahkan saat tidurpun aura datar pria itu masih terpancar.

Tidak ingin lama-lama memandangi wajah Fahri Mona turun dari ranjang, perempuan itu langsung memasak untuk sarapan Fahri nanti, setelah urusan dapur selesai Mona menyapu dan mengepel lantai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak ingin lama-lama memandangi wajah Fahri Mona turun dari ranjang, perempuan itu langsung memasak untuk sarapan Fahri nanti, setelah urusan dapur selesai Mona menyapu dan mengepel lantai.

"Rajin banget," tegur Andin setelah mobil suaminya baru saja keluar dari pekarangan rumahnya, wanita itu selalu mengantar suaminya sampai depan pagar.

"Udah rutinitas setiap hari," ujar Mona.

"Aku kalau mandi pagi tepat waktu itu udah syukur banget, ngurus anak benar-benar nguras tenaga belum lagi kalau anaknya rewel," ucap Andin sambil menggendong anaknya.

"Kalau kamu kesusahan titip ke aku aja."

"Seriusan nggak papa? Aku kadang mau mandi aja rasanya was-was banget takut Ghea kenapa-napa kalau aku tinggal sendirian."

Setelah berbincang ringan dengan Andin Mona kembali masuk kedalam untuk mandi, saat masuk kedalam kamar posisi Fahri masih tetap seperti tadi. Mona memilih-milih baju yang akan dikenakannya, perempuan itu memilih daster rumahan yang nyaman lalu dibawanya masuk kedalam kamar mandi, membawa baju ganti ke kamar mandi adalah kebiasaan barunya setelah menikah dengan Fahri.

Mona keluar dari kamar mandi dengan rambut yang dililit menggunakan handuk kecil, Fahri sudah bangun pria itu mungkin sedang berada di dapur, Mona membersihkan kamar dan merapikan ranjang yang berantakan dan bantal yang berserakan dilantai.

Saat Mona membuka pintu kamar Fahri sudah berdiri didepan pintu hendak masuk juga, karena lambat menyadari kehadiran Fahri di depan kamar membuat Mona menabrak dada bidang pria itu, Mona langsung salah tingkah kala Fahri tidak mengenakan baju dan hanya menggunakan celana kain selutut.

"Maaf," cicit Mona kemudian meninggalkan Fahri dengan rasa malu bercampur marah akan dirinya sendiri.

Sesampainya di dapur Mona menghela nafas berat melihat meja makan yang berhamburan, piring bekas makan Fahri diletakkan begitu saja diatas meja, padahal membawa piring ke wastafel itu sangatlah gampang, membersihkan sisa nasi yang terjatuh di meja makan itu nggak memakan waktu yang lama, Mona menggerutu dalam hatinya.

"Kamu siap-siap habis ini kita kerumah mama." Fahri keluar dari kamar dengan wajah yang fresh setelah mandi.

"Cepat!" Ucap Fahri tidak sabaran, karena takut Fahri kembali meneriakinya Mona hanya menggunakan blazer dengan masih menggunakan dasternya tadi.

Fahri menunggunya di mobil, Mona mengunci pintu dan pagar secara tergesa-gesa, setelah masuk di mobil Fahri menatap Mona dari ujung kaki hingga kepala.

"Salah pakai baju?"

"Kamu mau pakai apapun itu bukan urusanku," ucap Fahri sebelum menjalankan mobilnya.

Mona mendengus pelan, karena Fahri menatapnya seperti sedang menilai tampilannya jadi Mona bertanya, pria itu benar-benar menyebalkan.

Dimobil keduanya sama-sama diam, Mona sibuk memainkan ponselnya bertukar pesan dengan Citra, kata Citra Agil setiap hari menanyakan kabar Mona.

Mobil Fahri berhenti di depan rumah orang tuanya, keduanya turun. Mona masuk terlebih dahulu sedangkan Fahri sedang menepikan mobilnya agar tidak menghalangi jalan kendaraan lain.

"Bumil udah datang nih," ucap Fina. Mona terkejut setahunya kakak iparnya itu berada di Bandung, seharusnya Fahri mengatakan kalau Fina datang diperjalanan tadi agar dirinya tidak terkejut seperti ini.

"Teh Fina, gimana kabarnya teh?"

Fina membawa Mona masuk kedapur dan mendudukkannya di meja makan, disana ada mama mertuanya sibuk memasak, "alhamdulilah baik, teteh lagi ambil cuti jadi pulang kesini deh. Gimana kabar keponakanku?"

"Alhamdulilah baik, aku cuman disuruh jaga pola makan dan jangan terlalu banyak pikiran," ucap Mona mengulang kembali ucapan dokter kepadanya.

"Dengar tuh Ri, jangan bikin Mona banyak pikiran," ucap Fina membuat Mona menoleh ke arah Fahri yang baru saja masuk ke daerah dapur.

Fahri menarik kursi disamping Mona lalu mendudukinya, di keluarganya sekalipun Fahri tetaplah pria dingin dan datar, padahal sebelumnya pria itu humoris dan ramah. Jika mengingat itu Mona kadang merasa bersalah, itu semua karena kehadirannya di hidup Fahri.

"Dianya aja yang mau banyak pikiran," sahut Fahri.

"Ri, jangan gitu ih teteh nggak suka ya kamu begitu." Fina mencoba memperingkatkan adiknya.

"Memang gitu kok kenyataannya."

Semua keluarga Fahri baik kepada Mona, hal itu harus disyukurinya karena selama ini ia belum pernah merasakan berada ditengah kehangatan keluarga. Setelah keluar dari panti asuhan Mona berusaha hidup mandiri di tengah kota metropolitan yang kapan saja bisa menyeretnya ke hal buruk karena susahnya mendapatkan uang.

"Kamu udah ketemu sama papa belum? Dia datang kerumah mu, mama lupa tanyain ini ke kamu," ucap mama sambil meletakkan opor ayam yang dibuatnya tadi.

"Memangnya papa datang kapan?"

"Seminggu yang lalu kalau nggak salah, dia datang pagi pas mau berangkat kerja katanya sekalian mampir," ucap mama.

Fahri diam, pria itu seperti sedang berpikir.

"Kamu nggak ketemu, nak?" Tanya mama ke arah Mona.

"Enggak ma, padahal tiap pagi aku nyapu halaman."

"Nanti deh mama tanyain lagi, mungkin aja papa nggak jadi pergi."

Setelah makan Mona diajak Fina kekamar wanita itu, sedangkan Fahri masih berada di dapur sedang membicarakan sesuatu dengan mamanya.

"Fahri keras banget ke kamu, memangmya tiap hari dia kayak gitu ke kamu?" Tanya Fina.

"Enggak kok teh, mungkin lagi ada yang mengganjal pikirannya jadi bawaannya emosi mulu," elak Mona.

"Teteh lega dengarnya, Fahri nggak jelas banget padahal dulu anaknya ramah banget." Fina berdiri di depan lemari kayu jati lalu wania itu membukanya, Mona takjub melihat isinya. Lemari baju sebesar itu saja tidak muat menampung banyaknya baju Fina, belum lagi yang digantung.

"Fahri berubah gara-gara aku, kalau aja aku nggak datang dikehidupannya mungkin dia nggak bakalan jadi sosok baru," ucap Mona merasa bersalah.

"Itu bukan salahmu kok. Lagipula kalau kamu nggak datang dikehidupan Fahri kita nggak bakalan sedekat ini dong, senang mengetahui kalau kamu perempuan baik-baik."

"Aku juga senang kalau keluarga Fahri menerimaku tanpa memandang asal usulku yang nggak jelas ini."

"Hush jangan bilang gitu. Udah ya adegan sedih-sedihnya, mendingan kamu bantu aku ngeluarin baju-baju ini." Mona membantu Fina mengeluarkan bajunya, kata wanita itu di Bandung masih kalah banyak dibandingkan ini, bahkan ada beberapa baju yang Mona dapati masih baru dan belum pernah dipakai.

Fina memisahkan baju yang menurutnya sudah tidak cocok untuknya dan ada beberapa dress selutut yang masih baru, kata Fina dress itu terlalu kependekan untuknya, Fina memang mempunyai porsi tubuh yang tinggi layaknya model. Semua baru yang sudah dipisahkannya itu dikasih ke Mona, Mona menolak dengan alasan tidak enak karena baju tersebut terlalu banyak untuknya, 2 kantongan besar yang sedikit lagi robek karena terlalu sesak.

Karena Fina memaksanya Mona jadi tidak enak menolak, apalagi melihat kerja keras kakak iparnya itu saat membongkar lemarinya.

****

FAHRI MERESAHKAN
NGGAK SEH?

Wedding Destiny [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang