Happy reading 🙆
Malamnya Mona sudah benar-benar tidak bisa menahan sakit di perutnya, pinggulnya seperti hendak berpisah dari tubuhnya.
Mona bergegas berkemas memasukkan beberapa lembar pakaiannya dan sarung, tak lupa baju bayi yang dulu dibelinya sama Fahri ikut dibawanya juga. Sambil meringis menahan sakit Mona merapikan barang yang akan dibawanya ke rumah sakit, setelah berkemas ia memesan gocar menuju rumah sakit tempatnya biasa periksa kandungan.
Mona menghapus air matanya yang mengalir tanpa disadarinya, setelah menunggu beberapa menit mobil yang dipesannya sudah datang, Mona melangkah dengan tertatih menuju depan seraya menjinjing tasnya yang agak berat itu, jam menunjukkan pukul 23:45.
"Astagfirullah mbak, suaminya kemana?" Tanya mas gocar-nya setelah Mona naik ke mobil.
"Lagi kerja Mas," jawab Mona lirih.
"Saya jadi takut nih Mbak," ujar mas gocar.
"Saya nggak akan melahirkan disini kok Mas," balas Mona membuat mas gocar-nya langsung tancap gas.
Sesampainya di rumah sakit Bunda dan Anak Mona di tuntun mas gocar-nya kedalam UGD, setelah mengantar Mona mas gocar-nya pergi sebelumnya Mona sudah mengucap terimakasih sebanyak-banyaknya.
Setelah Mona dipindahkan ke kamar inap ia langsung ditangani oleh satu dokter wanita dan dua perawat yang terlihat seumuran dengannya, Mona langsung dipasangkan infus.
"Baru pembukaan tiga Bu Mona," ucap dokter Jessica.
Setelah dokter dan kedua perawat itu pergi Mona memejamkan mata, rasa nyeri di pinggulnya sudah mereda. Mona menggelinjang karena rasa sakitnya datang kembali, Mona turun dari ranjang rumah sakit seraya memijat pinggulnya yang terasa begitu nyeri. Mona meraih ponselnya di nakas jam menunjukkan pukul 03:48.
Setelah kontraksi itu sudah mereda Mona kembali naik diatas ranjang dengan pelan-pelan. Mona menatap langit-langit kamar inapnya saat ini, rasanya begitu sepi hingga suara-suara aneh dari luar bisa ia dengar dengan jelas.
Mona menitihkan air mata, detik-detik seperti saat ini seharusnya ada seorang suami atau keluarga yang selalu menemani dan memberikan semangat kepada perempuan itu, tetapi Mona harus sendirian menghadapinya, bertarung dengan isi kepala dan hatinya.
Mona menyambut paginya dengan kontraksi lagi, dokter Jessica kembali masuk kedalam memeriksa Mona.
"Masih pembukaan lima Bu Mona, lbu keliling-keliling aja dulu agar otot pinggul dan rahimnya rileks," ucap dokter Jessica yang dibalas anggukan oleh Mona.
Setelah dokter Jessica keluar ponsel Mona yang dichargernya di nakas berdering, nama Citra muncul di layar ponselnya.
"Kamu dimana Mon? Kok rumahmu kosong tapi mobil Fahri ada," ucap Citra disebrang telepon.
Mona menimang-nimang dulu sebelum memberitahukan keberadaannya, "aku ada di rumah sakit Cit."
"DEMI APA? KAMU LAHIRAN?!" Pekik Citra diujung sana.
Mona menjauhkan sedikit ponsel dari telinganya lalu mendekatkan kembali setelah Citra berhenti memekik diujung sana, "belum nih, masih pembukaan lima katanya."
"Sharelok sekarang juga!" Ucap Citra sebelum memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak.
Mona menghela nafas berat lalu mengirimkan Citra lokasinya saat ini, Mona juga mengirimkan pesan kepada mertuanya kalau dirinya masuk rumah sakit, sejujurnya Mona enggan memberitahu mama mertuanya karena Fahri tidak ada disampingnya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Destiny [TERBIT]
RomansaBerawal dari kelulusan Fahri dan beberapa teman seangkatannya yang membanggakan di fakultas teknik, kelulusan itu langsung dirayakan di klub. Fahri terus dicekoki minuman keras hingga tak terkendali dan berakhir mabuk berat. Saat itu seorang perempu...