22. Mimpi terbesar Fahri

52.5K 5K 238
                                    

Happy reading 🙆

Setelah hampir seminggu lamanya sakit Fahri telah sehat kembali, melewati beberapa hari full bersama Mona membuat Fahri merasa hubungan keduanya sudah seperti hubungan suami istri seperti yang bagaimana mestinya, Mona juga sudah tidak malu-malu atau menolak saat Fahri mengecup pipinya ataupun memeluknya saat tidur.

Saat ini Fahri sedang berada di salah satu kafe tempat ia biasanya menyanyi, kali ini Fahri membawa Mona bersamanya membiarkan perempuan itu menikmati lantunan lagu yang dibawakannya.

Fahri dapat melihat Mona tersenyum bahagia dibawah sana, Fahri diberi rehat beberapa menit untuk mengistirahatkan suaranya, pria itu menghampiri Mona.

"Suaramu selalu bagus," Mona mengacungkan kedua jempolnya.

Fahri melemparkan senyum manisnya lalu mengelus punggung tangan Mona, "suaraku memang selalu sebagus itu."

Mona spontan tertawa, "pede juga ya."

"Pede itu perlu," balas Fahri.

"Untung gue ada disekitaran sini!" Keluh Ananta yang baru saja datang.

Fahri mengirim pesan ke grup chatting mereka dan mengatakan siapa yang berada disekitaran kafe untungnya Ananta merespon dengan cepat.

"Kamu pulang duluan ya sama Ananta."

Mona membulatkan matanya, "huh?"

"Kamu pulang duluan sama Ananta, kalau kamu nungguin aku bakalan bosan banget." Fahri mencoba menjelaskan, ia tidak ingin Mona sampai kecapean menunggunya menyanyi, apalagi keadaan kafe malam ini begitu ramai pasti Mona juga capek duduk terus sampai jam setengah dua belas.

Mona mengangguk pelan, "iya."

"Hati-hati Nta bawa mobilnya bini gue tuh," sahut Fahri.

"Iya Ri, lo mah kayak gue apaan aja."

Kini Mona berada di dalam mobil Ananta, kecanggungan menyelimuti keadaan mobil pria itu, Mona tidak tahu harus memulai pembicaraan darimana.

"Gue ikut senang lihat hubungan lo sama Fahri semakin baik," sahut Ananta.

Mona menoleh lalu tersenyum tipis, "biasa aja."

"Tapi Fahri sudah sedikit berubah saat lo sama dia nikah."

"Hm, gitu ya?"

"Maaf untuk sikap gue yang bercanda nggak tahu tempat, harusnya gue nggak bicara soaal Agil pas itu," Ananta menoleh dengan tatapan tulusnya.

Mona mengangguk paham, "udah nggak usah dibahas lagipula aku udah lupa juga."

Keduanya kembali terdiam Ananta fokus mengendarai mobilnya, perjalanan terasa begitu jauh karena kemacetan.

Tangan Mona tak sengaja menyenggol sesuatu hingga beberapa barang itu jatuh mengenai kakinya, Mona tunduk mengambil beberapa foto yang jatuh itu.

"Mon nggak usah diambil," ucap Ananta yang takut perut Mona kenapa-napa.

Mona memegang beberapa lembar foto yang jatuh tadi lalu melihatnya seksama, "foto pacarmu? Kok mukanya nggak sama pas ultahmu?"

Mona dapat melihat raut Ananta sedikit berubah menjadi muram. "Itu namanya Damika dia pacar gue yang terakhir dan pertama."

"Hah?"

"Iya dia pacar gue yang pertama dan terakhir."

"Yang pas kamu ultah itu siapa? Bukannya pacarmu?" Tanya Mona keheranan.

"Kalau perempuan kayak gitu nggak cocok dijadikan pacar Mon mereka lebih cocok dipakai, gue nggak pernah merasa pacaran sama mereka semua," jawab Ananta frontal.

Wedding Destiny [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang