Bab 2

27.1K 1.5K 29
                                    

(Jangan lupa follow akun author dulu ya Bunda-bunda sekalian.)
Love sekebon buat Kelen❤️❤️❤️❤️❤️❤️💚💚💚💚💚

Deru mesin mobil BMW memasuki gerbang sebuah rumah megah berwarna putih bertemakan modern. Jarak gerbang dengan rumah mencapai 100 meter. Seorang pria muda turun dari mobil dan berjalan menuju pintu utama rumah tersebut. Dengan gaya khas bos yang memiliki badan tegap dan tangan berotot.

Sebelum memasuki rumah, ia mengernyitkan dahinya melihat sebuah mobil yang sama seperti mobilnya terparkir di garasi rumah. Sepertinya sedang ada acara kumpul keluarga, pikirnya. Atau adik bungsunya sedang berada di rumah. Tumben, biasanya pulang kalau ingat.

Suara langkah kaki memasuki rumah, membuat seorang perempuan paruh baya menengok ke arah pintu masuk. Terlihat seorang pemuda memakai kemeja berwarna biru navy, dipadukan dengan celana bahan dan sepatu pantofel hitam. Terkesan gagah dengan sorot mata elang yang menatap penuh ke depan. Memberi salam dengan mengambil tangan kanan wanita paruh baya itu dan mencium kening sudah menjadi kebiasaannya. Duduk di hadapan sang ibu sambil mengendurkan dasi yang mencekik lehernya.

"Tumben sudah pulang?" tanya Jelita pada putranya.

"Habis meeting langsung pulang, Ma," jawab Fathan.

Alfahreza Kafathan Gemilar, seorang pemuda ganteng. Bukan pemuda, lebih bisa disebut dengan om-om. Bekerja sebagai CEO di salah satu cabang perusahaan ayahnya. Diusianya yang akan memasuki kepala tiga, 2 bulan lagi. Fathan belum juga menemukan tambatan hati. Bahkan mempunyai pacar pun tidak. Adik bungsunya sudah menikah, kakak perempuannya juga sudah menikah. Hanya dia saja yang masih lajang di antara saudaranya. Sampai-sampai dia dijodohin oleh kedua orangtuanya. Namun, Fathan selalu menolak mentah-mentah. Fathan anak kedua dari 3 bersaudara. Kakak perempuannya sudah menikah dan kini ikut dengan suaminya di Bandung. Yang kedua adalah Fathan, jomblo abadi. Dan yang ketiga, adik laki-laki yang sekarang juga sudah menikah setahun yang lalu.

"Kamu kapan bawain mama menantu?" pertanyaan yang selalu dilontarkan mamanya beberapa tahun terakhir ini.

"Mama kenapa sih nanya itu mulu? Kayak nggak ada pertanyaan lain yang lebih berbobot." Fathan kesal mendengar pertanyaan mamanya.

"Lagian kamu, adikmu udah nikah. Terus kapan kamu mau nikah? Atau gini aja, mama jodohkan?" ancam mamanya.

"Mama! Mama apa-apaan sih? Dikira Fathan nggak laku apa?"

Fathan langsung masuk kamar dengan wajah kesal dan sedikit emosi. Mamanya selalu saja memaksanya untuk segera menikah. Padahal usianya  masih muda, belum kepala empat. Toh juga belum ada yang pas menurutnya. Mencari istri itu tidak mudah, dikira cari tomat di pasar apa. Hal seperti ini lah yang membuatnya malas pulang ke rumah. Ia lebih senang tinggal di apartemen. Sekalinya pulang ke rumah, mamanya selalu menanyakan istri. Seperti tidak ada topik pembicaraan saja.

***
Fathan terus diteror dengan pertanyaan 'kapan nikah?' , 'kapan bawa calon istri?', oleh seluruh anggota keluarganya. Bahkan saat makan sekalipun, papanya juga menanyakan hal yang sama. Sungguh seperti berada di alam kubur. Seharusnya jika makan ya makan aja. Tidak usah membicarakan hal yang serius dan menyakiti hati orang lain. Bukan menyakiti lebih tepatnya mereka semua menyindir Fathan.

"Kamu ada teman yang masih lajang nggak, sayang?" tanya Nadhir pada istrinya dengan niat menyindir sang kakak.

Adik Fathan ini bekerja sebagai wakil CEO di perusahaan ayahnya juga. Sebagai wakil dari Fathan. Nadhir sudah menikah satu tahun lalu. Kini tinggal sendiri bersama istrinya. Hobinya adalah menyindir kakaknya untuk segera menikah.

"Banyak sih, kenapa? Kamu mau poligami?" tanya Arsyana sang istri.

"Astaghfirullah, kamu berdosa sekali. Mana mungkin aku mau poligami." Nadhir langsung menyentil tangan istrinya.

Alisia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang