Bab 48

10.6K 597 36
                                    

Holaaaaa!!!!
Assalamualaikum.wr.wb
Selamat Malam, Pren 💚

Jangan lupa pencet bintang dulu ya💚❤️

🐊🐊🐊

"Sejak kapan kamu menyembunyikan ini, Al?" tanya Fathan mengintimidasi. Tatapan penuh emosi dan kecewa terlihat dari mata laki-laki di depan Alisia itu.

"M-mas...."

"Berani sekali kamu menyimpan surat ini? Baru ditinggal dua hari saja kamu sudah berani membawa pulang surat ini," desis Fathan penuh penekanan dan tangannya dengan lihai menyobek kertas tersebut.

Alisia yang sudah tidak bisa berkata apa-apa hanya bisa menangis dan menyesali perbuatannya. Hanya karena hasutan dan ancaman dari orang yang ingin menghancurkan rumah tangganya, ia rela melakukan hal yang sangat dibenci oleh Allah.

"Siapa yang menyuruh kamu melakukan semua ini?" tanya Fathan dingin dan menusuk. Fathan yakin ini bukan kemauan Alisia sendiri. Ia tahu istrinya tidak akan senekat ini jika tidak ada yang memaksanya. Namun, kali ini Alisia sudah sangat kelewatan.

Bukannya menjawab, Alisia justru menunduk dan menangis. Ia bingung harus menjawab apa. Di satu sisi ia tidak ingin ini semua terjadi. Namun, di sisi lain ia takut dengan orang yang telah mengancam dan selalu mengawasinya.

Keadaan sudah tidak baik-baik saja jika Fathan sudah tidak lagi menggunakan kata 'sayang' saat memanggil Alisia. Fathan sudah memanggilnya dengan nama dan kata 'kamu', artinya Fathan sudah benar-benar marah.

"Jawab, Al! Kenapa kamu dia aja? Takut? Untuk datang ke tempat itu kamu bisa, tapi jawab pertanyaan aku aja kamu nggak bisa. Kali ini kamu sudah keterlaluan, Al. Aku nggak habis pikir sama kamu. Sudah aku bilang kan kalau ada apa-apa cerita, bukan kamu pendam dan bikin keputusan gila seperti ini."

"Aku tau kamu bukan seorang istri yang minim akan ilmu agama, Al. Dan aku juga yakin  kamu juga tau kalau Allah sangat membenci sebuah perceraian. Namun, kenapa kamu melakukan ini semua? Kamu boleh emosi, aku tau kalau orang hamil itu gampang sekali emosi, tapi nggak gini caranya. Iman kamu nggak boleh lemah, Al."

Fathan semakin mendekat ke arah Alisia dengan tatapan yang semakin tajam dan penuh kekecewaan. Tangannya meremas benda putih hingga tidak berbentuk lagi. Alisia yang takut sedikit mundur, namun dengan cepat tangan Fathan menahan tangan Alisia dengan mencengkeram kuat, membuat Alisia sedikit meringis kesakitan.

"Oke, kali ini kamu merenung dulu atas apa yang telah kamu lakukan. Aku pergi dulu."

Tanpa pikir panjang, Fathan langsung meninggalkan Alisia. Namun, dengan cepat Alisia menahan Fathan untuk tidak meninggalkan dengan sekuat tenaganya. Alisia langsung memeluk suaminya dari depan lalu menangis dengan kencang. Ia menumpahkan semua beban yang ia rasakan selama beberapa hari ini. Semenjak perempuan ular itu datang, hidup Alisia selalu dibayang-bayangi oleh ancaman demi ancaman dari Ellen.

"Ja-jangan pergi," lirih Alisia di sela tangisannya. Perut buncitnya membuat dirinya tidak bisa memeluk erat suaminya. Namun, tangannya mencengkram kuat agar suaminya tidak benar-benar pergi.

"Lepasin, aku mau ngantar Alzam. Dia udah nungguin, kamu di rumah aja." Tetap dengan nada dingin Fathan mencoba melepas pelukan istrinya. Selain masih kesal dengan istrinya, Fathan juga tidak mau jika bayinya kegencet.

Alisia menggeleng kuat. "Nggak! Aku mau jelasin semuanya, Mas di sini aja."

Fathan langsung melepaskan pelukan Alisia saat merasakan cengkraman tangan istrinya sedikit mengendor. "Kasihan Alzam, aku pergi dulu."

Alisia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang