Bab 38

10.1K 577 15
                                    

Happy Reading ❤️

•••
°°°

Sudah dua hari ini, sikap Fathan tidak seperti biasanya. Alisia yang menyadari akan hal itu, ingin sekali bertanya kepada suaminya. Namun, Alisia mengurungkan niatnya karena suaminya selalu pulang larut malam.

Namun, hari ini Alisia menunggu suaminya pulang sampai larut malam. Yang biasanya Fathan pulang sebelum magrib, akhir-akhir ini pulang lebih dari jam delapan malam. Sudah hampir pukul delapan malam, tetapi belum juga ada tanda-tanda Fathan akan pulang. Alisia masih setia menunggu sambil menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang, sembari bermain ponsel.

Sesekali berdecak kesal karena matanya sudah ingin sekali dipejamkan. Rasa kantuknya sudah sangat kuat. Namun, anak yang di dalam kandungannya ingin sekali dielus oleh sang ayah. Mengingat beberapa hari ini Alisia selalu tidur terlebih dahulu sebelum Fathan pulang.

Cklek!!

Alisia menoleh ke sumber suara, terlihat Fathan dengan wajah lelahnya memasuki kamar. Tas kerja di tangan kanannya, serta jas yang tersampir di tangan kirinya. Pandangan Fathan langsung teralih ke arah Alisia yang masih belum tidur.

"Kok belum tidur?" tanya Fathan menuju ke arah Alisia, setelah meletakkan tas dan jasnya.

Alisia meletakkan ponselnya di atas meja samping tempat tidur, "Belum ngantuk," jawab Alisia singkat.

"Belum ngantuk apa kangen?"

"Apaan? Ngaco banget."

"Biasanya kan kalau belum tidur ada maunya," ujar Fathan duduk di depan Alisia. Sesekali Fathan memijat kaki Alisia.

"Mas?" Alisia menatap suaminya serius, membuat Fathan juga ikut serius.

"Ada masalah?" tanya Alisia serius, membuat Fathan sedikit kaget. Tidak menyangka jika Alisia menyadari bahwa dirinya sedang ada masalah, atau lebih tepatnya menyimpan rahasia.

"Nggak." Fathan masih berusaha menutupi semuanya. Namun, wajahnya sangat menunjukkan bahwa dirinya memang sedang menyembunyikan sesuatu.

"Jangan bohong deh, Mas. Yakin nggak mau cerita?" tanya Alisia berusaha tenang, meskipun ingin sekali dirinya sewot.

Alisia membenarkan posisi duduknya, melipat kedua tangannya di depan dada. Menatap suaminya lekat, serta terlihat sangat mengintimidasi. Fathan yang ditatap istrinya seperti itu langsung mendekatkan diri ke arah Alisia.

"Oke, aku mau ngomong. Jangan dipotong dan dengerin." Fathan menarik napas dalam-dalam, "Ini tentang Alzam."

Alisia ingin menyela, tetapi langsung dicegah oleh Fathan. Alisia kembali memasang wajah serius memandang suaminya.

"Orangtua kandung Alzam beberapa hari yang lalu mencari Alzam. Mereka menanyakan keberadaan Alzam. Aku berusaha semaksimal mungkin agar mereka tidak bertemu dengan Alzam dalam waktu dekat. Aku belum siap jika mereka akan membawa Alzam pergi. Bagaimanapun, Alzam  tetap anak kita."

Jantung Alisia seakan-akan berhenti berdetak. Napasnya mendadak sesak, hatinya mencelos mendengar apa yang baru saja suaminya katakan. Ia belum siap jika harus pisah dengan Alzam. Air matanya dengan sombong langsung membasahi pipinya.

"Terus sekarang mereka belum tahu kan, kalau Alzam sudah jadi anak kita?" tanya Alisia lirih.

Fathan menggeleng dan langsung membawa Alisia ke dalam pelukannya, "Untuk saat ini belum, nggak tahu nanti. Berdoa saja, meskipun pada akhirnya semua akan mengetahui jika Alzam sudah bersama kita." Fathan mengelus punggung Alisia, berusaha menenangkan istrinya.

Alisia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang