Bab 49

11.9K 596 32
                                    

Happy Reading 💚
Jangan lupa pencet tombol bintang❤️

🐊🐊🐊

Semenjak huru hara beberapa hari lalu, Fathan terus memberi ultimatum kepada Alisia untuk tidak keluar dari rumah. Fathan akan selalu siap sedia untuk mengantar anak dan istrinya sendiri. Karena, ia trauma dan memastikan Ellen sudah tidak mengikuti bahkan mengancam istrinya lagi.

"Pokoknya kamu nggak boleh keluar atau pergi ke mana-mana kalau nggak aku yang antar," titah Fathan saat setelah Alisia mendapat teror dari Ellen lagi.

Lagi-lagi Ellen mengirim pesan ancaman untuk Alisia. Kali ini, Ellen mengancam akan membuat Alisia dan bayinya celaka. Tentu saja membuat Fathan semakin geram dan murka pada perempuan itu. Ellen sudah berkali-kali mengirim ancaman dan teror untuk Alisia.

Namun, Fathan sudah bergerak lebih cepat untuk menghentikan langkah Ellen. Meskipun wanita ular itu selalu memakai nomor baru untuk meneror Alisia, Fathan sudah mengetahuinya.

Tidak ada kata menyerah dan berhenti mengganggu kehidupan orang lain di hidup Ellen. Mungkin, mengganggu kehidupan orang lain adalah hal yang sudah biasa dilakukan oleh Ellen.

Amira, wanita itu sekarang sudah mulai menjauh dari kehidupan mereka. Wanita yang mempunyai sifat dan kelakuan yang sama seperti Ellen itu sudah tidak lagi mengganggu Alisia. Wanita berambut pirang itu seperti di telan bumi, menghilang dengan sendirinya. Tentu saja membuat Alisia sedikit bernapas lega akan hal itu.

Kedatangan Ellen kemarin membuat Fathan langsung bergerak cepat. Tanpa disadari, Fathan sudah menyewa bodyguard untuk mengawasi istri dan anaknya. Tidak hanya itu, Fathan juga menambah satpam di rumahnya. Fathan tidak mau kecolongan lagi, Ellen yang menerobos masuk tanpa izin.

"Mas!" panggil Alisia kesal, karena sedari tadi ia hanya diam melihat suaminya sibuk dengan laptop. Suaminya itu seperti lupa jika memiliki seorang istri, lebih fokus kepada monitor yang menampilkan tulisan yang Alisia tidak mengerti sama sekali.

"Hm." Hanya itu yang diterima oleh Alisia, membuat dirinya langsung menutup laptop tanpa aba-aba.

Fathan langsung menggeser duduknya dan memutar badannya menghadap ke arah Alisia. "Kenapa, hm? Kamu mau apa?"

"Nggak!"

"Jangan marah, udah aku minta maaf. Sini deh deketan." Fathan menggeser tubuhnya lebih mendekat dan menarik Alisia ke dalam pelukannya. Namun, Alisia langsung memberontak melepaskan diri.

"Aku bosen tau, Mas di rumah mulu," ujar Alisia mengeluh bosan. Alisia hanya keluar di sekitar rumah hanya untuk jalan pagi dan berbelanja sayur. Selepas itu, ibu hamil yang sudah mendekati waktu lahiran itu hanya di dalam rumah saja. Sama seperti tahanan lapas kalau kata Alisia.

"Maunya ke mana?"

"Jalan kek ke mana gitu, di rumah mulu kek tahanan."

"Bentar lagi lahiran, tinggal nunggu hari aja. Kalau anak kamu tiba-tiba brojol pas lagi jalan-jalan kan nggak lucu sayang," ujar Fathan memberi pengertian Alisia. Karena, Fathan tahu jika HPL Alisia tidak lama lagi, atau bisa dihitung hari.

"Iya sih, tapi kan aku bosen di rumah terus, Mas." Alisia terus kekeuh ingin keluar, membuat Fathan memijat pelipisnya.

"Gini aja, kamu mau apa nanti bakalan aku beliin?"

"Ih apa sih, aku tuh maunya pergi bukan mau makan atau apa, ngerti nggak sih, Mas?" Alisia yang sudah kesal langsung beranjak dan meninggalkan suaminya.

Alisia terus berjalan ke kamar dan langsung menyenderkan tubuhnya di kepala ranjang. Ekor matanya melihat suaminya berjalan menuju ke arahnya. Namun, karena sudah kesal, Alisia justru memainkan ponsel dan tidak menghiraukan Fathan.

Alisia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang