Bab 47

10.1K 577 44
                                    

Hollaaaaaaaa
Selamat malam, Pren💚
Happy Reading ❤️
Absen dulu yukkkkk💚

🐊🐊🐊

Panas terik menghiasi siang hari ini, matahari yang tampak sangat bahagia memancarkan sinarnya begitu kuat. Udara siang yang panas bercampur dengan polusi dari kendaraan membuat suasana semakin panas. Hingar-bingar suara klakson motor dan mobil bersautan, jalanan yang lumayan senggang terlihat pengendara sepeda motor mengebut, alhasil tidak banyak dari mereka yang hampir saja bertabrakan. Membuat siapapun yang ingin menyeberang menjadi takut.

Tampak seorang wanita sedang mengibaskan tangannya dan memegang sebuah benda berwarna putih dan tipis. Sesekali mengusap peluh di wajahnya dengan tangan putihnya. Duduk di sebuah halte dan terlihat sedang menunggu sesuatu.

Tidak berselang lama, sebuah mobil berhenti di depannya. Ia buru-buru memasukkan benda putih pipih itu ke dalam tasnya dan langsung masuk ke dalam mobil. Tanpa disadari, sepasang mata telah memerhatikannya dengan tatapan penuh kemenangan dan senyuman jahat terukir di bibirnya.

🐊🐊🐊

Udara malam yang dingin disertai hujan membuat siapa saja akan malas untuk melakukan apa-apa.  Dua insan duduk saling memeluk satu sama lain sambil menikmati tayangan kartun anak cewek yang tengil dan beruang jantan. Sesekali bocah laki-laki itu tertawa melihat tingkah lucu dan menjengkelkan tokoh kartun tersebut.

"Bunda, dedeknya kapan keluar?"

"Sebentar lagi, Sayang. Alzam mau dedek cantik apa ganteng kayak Alzam nih?"

"Yang cantik dong, Bunda. Biar nanti Alzam bisa jagain dedeknya."

Melihat antusias Alzam akan kehadiran adiknya membuat Alisia terharu, Alisia berpikir Alzam nantinya akan menjadi kakak yang baik dan sayang selalu melindungi adiknya. Bagaimana jika mereka harus terpisah dengan Alzam. Apakah Alzam maupun calon anaknya nanti bisa hidup tanpa kehadiran seorang kakak yang begitu baik seperti Alzam.

"Pintar banget sih anak Bunda ini. Oh iya, Alzam gimana di sekolah?"

Alzam yang semula duduk di samping Alisia, kini langsung meletakkan kepalanya di paha Alisia sambil menciumi perut Bundanya. "Alzam sedih Bunda."

"Kenapa? Alzam ada masalah?"

"Abang dikatain bukan anak Bunda, terus nanti kalau adik udah lahir, Bunda nanti nggak sayang lagi sama Abang. Bunda sama Papa bakalan lupa sama Abang." Suara Alzam bergetar, detik berikutnya tangisnya pecah. Alisia langsung merengkuh tubuh Alzam dan memeluknya.

"Abang juga dikatain anak pungut, Bunda."

Mendengar perkataan Alzam yang terakhir, hatinya langsung sakit. Ia tidak habis pikir dengan teman sekolah Alzam. Masih usia dini dan omongannya sudah sangat menyakiti hati lainnya. Seharusnya anak-anak seusia Alzam tidak sepantasnya berbicara seperti itu.

"Abang, sini, Nak. Bagaimanapun juga Abang tetep anak bunda, sampai kapanpun Abang tetap jadi anak bunda sama papa. Abang jangan pernah dengerin dan percaya semua omongan teman-teman Abang. Abang hanya boleh percaya sama Allah dan orangtua Abang, yaitu Papa sama Bunda. Ngerti ya, Nak?"

Alzam hanya mengangguk dan memeluk erat tubuh Alisia. Alisia tidak menyangka jika teman-teman Alzam begitu jahat sampai mengatakan Alzam anak pungut. Apa mereka tidak diajari sopan santun dan menghargai orang lain sama orangtua mereka.

Alisia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang