Bab 25

16.7K 843 0
                                    

"Kalau cemburu itu bilang, jangan gengsi. Gengsi aja terus yang digedein."

_Alisia Malaika Tarasari_

•••

Happy Reading 💚

•••
°°°

Jika kemarin Fathan yang melakukan simulasi minggat namun tidak berhasil. Bagaimana tidak gagal, dirinya saja minggat cuma ke rumah orangtuanya. Tentu saja Alisia sangat mudah menemukannya. Fathan terlalu menunjukkan bahwa dirinya cemburu, namun sangat gengsi untuk mengakuinya. Jangankan mengaku, sedikit menutupi saja tidak bisa.

Paginya, Alisia membantu mama mertuanya menyiapkan sarapan. Mertua dan menantu ini sangatlah kompak jika masalah masak-memasak. Hobi sekali memporak-porandakan dapur. Pagi ini, Alisia hanya memasak nasi goreng, sangat simpel adalah alasannya. Mama mertuanya menambahkan ayam goreng bumbu ungkep kesukaan anak-anak dan suaminya. Setelah selesai menata makanan di meja makan, Alisia kembali ke atas untuk membangunkan Fathan dan Alzam. Memandikan Alzam, serta menata tempat tidur yang sudah seperti kapal pecah.

"Mas!" Alisia menggoyang-goyangkan bahu Fathan. Namun, Fathan malah menaikkan selimutnya.

"Kok malah sembunyi sih. Bangun! udah siang, nggak kerja kamu?" Alisia akhirnya mencubit kecil lengan suaminya.

"Jam berapa?" tanya Fathan yang masih memejamkan mata.

"Jam 7. Udah ditunggu mama sama papa. Cepetan deh," omel Alisia yang sudah geram melihat Fathan yang tidak kunjung bangun.

Alisia beralih ke Alzam yang juga masih meringkuk di bawah selimut. Menepuk-nepuk pelan pipi Alzam agar bangun. Dan, membangunkan Alzam tidak sesulit membangunkan suaminya. Alzam lebih gampang bangun. Alisia langsung menggendong Alzam menuju kamar mandi.

"Mandi di kamar mandi sebelah aja, aku mau mandiin Alzam," titah Alisia, hanya dibalas dengan dehaman oleh Fathan.

"Jangan ham hem doang, buruan bangun terus mandi." Persis sekali seperti emak yang memarahi anaknya ketika sulit dibangunkan.

"Iya-iya." Akhirnya Fathan menurut, beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi sebelah. Menuruti sang istri, karena jika tidak menuruti Alisia, jangan salahkan dirinya kalau akan ada siraman rohani di pagi hari.

Suasana sarapan kali ini sangat riang dan penuh canda tawa. Bagaimana tidak, Alzam terus saja berceloteh tentang dirinya yang sangat menginginkan adik. Tentu saja Anton dan Jelita dengan semangat mengompori Alzam untuk terus mendesak sang ayah.

"Katanya pulang dari Bali bawa adik, mana adiknya?" tanya Alzam polos. Alisia langsung menatap Fathan, menyuruh suaminya menjawab pertanyaan dari anaknya itu.

Fathan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, bagaimana cara menjawab pertanyaan dari Alzam. Salah menjawab pasti akan terus menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru nantinya.

"Adiknya masih dibuat," jawab Fathan ngawur, tentu saja membuat mata Alisia melotot. Apa-apaan sih human satu ini. . Batinnya ingin sekali mencekik leher Fathan.

"Gimana cara buatnya, Pa? Alzam pengen tau, biar bisa buat sendiri." Semua orang yang berada di meja makan sontak tertawa dengan kepolosan Alzam. Tentu saja Alisia tetap was-was dengan jawaban apa yang akan dilontarkan suaminya nanti.

"Alzam masih kecil, nggak bisa buatnya."

"Yang bisa buat itu cuma Papa sama Mama Alzam. Alzam tinggal nunggu aja sampai adiknya jadi," sahut sang nenek.

Alisia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang