22. Cinta

384 32 42
                                    

Raihan Pradipta, pria tampan yang telah meraih banyak kesuksesan di usianya yang baru menginjak 30 tahun. Berperawakan tinggi dengan otot yang seakan mengakar di tubuh langsingnya. Pria berkharisma yang wanita manapun tak sanggup untuk menolaknya. Tetapi hingga detik ini, ia belum memiliki satupun wanita yang menemani dalam kesehariannya. Kecuali seorang wanita cantik beranak satu yang telah mengambil hatinya, Riani.

Raihan sebenarnya seorang baik, bahkan ketika dia mulai dekat dengan Riani lalu Fildan kembali dalam kehidupan wanita itu, Raihan merelakannya. Dia tak ingin merebut kebahagiaan Riani. Tetapi, ia melihat hal yang lain di mata Fildan saat menatap Lesti, seketika rasa tidak rela itu muncul. Ia tak rela jika wanita yang dilepaskan demi kebahagiaannya itu tersakiti di tangan orang lain, meskipun di tangan orang yang dicintainya, Raihan tak bisa.

Riani adalah wanita pertama yang membuat hatinya luluh setelah menghabiskan aeumur hidupnya untuk bekerja. Meskipun saat itu ia tahu jika Riani telah memiliki suami. Raihan mendekat karena ia lihat Riani berbeda dari wanita lainnya. Riani tak memandang harta yang Raihan miliki, tak memandang ketampanannya, hanya memandang kepada pertemanan yang saat itu Raihan tawarkan sejak hari pertama pertemuan keduanya.

"Fildan keterlaluan, gimana bisa dia memandang penuh cinta sama Lesti, punya akal gak sih ni orang," dumel Raihan menonton berita - berita kembalinya Fildan ke dunia hiburan. Raihan adalah pria biasa, yang bisa membedakan mana tatapan kagum, mana tatapan cinta. Dan yang Fildan berikan adalah tatapan cinta kepada sang gadis.

"Kalau kamu berani menyakiti Riani, aku tidak segan Fildan, aku akan merebutnya. Aku akan menjadi pelabuhan terakhir perjalanan cinta Riani, aku yang akan membahagiakannya."

***

"Apa kabar Ni?," tanya Raihan.

Riani tersenyum kecil memandang Raihan. Riani takut perasaan yang pernah singgah di hatinya akan muncul kembali, dan membuatnya mengkhianati pria yang telah setia kepadanya.

"Alhamdulillah, aku baik Han. Kok kamu di sini?," tanya Riani.

Raihan menunduk sambil memainkan jemarinya, sebuah gelengan kepala ia berikan untuk menghapus segala pikirannya, "aku hanya ingin melihat keadaanmu, sekadar silaturrahim Ni."

"Makasih ya, kamu udah ke sini, bawain Adhan mainan banyak lagi, mestinya ga usah repot - repot gini Han." Riani mencium Adhan yang berada dalam pangkuannya, sejujurnya ia semakin takut jika sampai Fildan datang dan salah paham melihat keduanya. Meskipun mereka hanya duduk di kursi beranda rumahnya.

"Never mind, Adhan itu kan anak aku juga," Raihan melirik ke Riani yang tampak terkejut, "eh, maksud aku, aku udah anggap Adhan kayak anak aku juga Ni."

Riani mengangguk segan, "ia sekali lagi makasih."

"Ni, maaf, apa kamu bahagia?,"

"Kok, kok, kamu nanya gitu? ya aku bahagia lah. Keluargaku utuh kembali, pertanyaan kamu kok, lucu sih?," jawab Riani gelagapan.

"a.aku,"

"Sebentar aku ambil minuman dulu. Permisi, Adhan, temani Om Raihan ya." Riani meninggalkan Adhan dan Raihan. Si kecil itu langsung mendekati Raihan dengan mainan yang terus dipegangnya.

"Om duduk sama Om," celoteh Raihan.

"Oh, ayo sini nak." Raihan mengangkat tubuh si kecil lalu meletakkan di pangkuannya, "Raihan suka mainannya?."

Adhan mengangguk tanpa suara sedikitpun. Lalu menatap Raihan, "makaci Om Laihan." Adhan mencium pipinya.

Hati Raihan menghangat merasakan kelembutan Adhan, rindu pada si kecil inipun kembali memenuhi hatinya. Bagi Raihan, Adhan adalah puteranya sendiri. Adhan tak hanya jatuh cinta kepada Riani, tetapi juga kepada sang putera.

Cinta KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang