7. Nyanyian Rindu

290 44 23
                                    

Setelah kembali ke Tangerang. Fildan kembali kepada aktivitasnya sebagai buruh toko dan pengamen jalanan. Bahkan ia tampak lebih giat dan bersemangat kerja. Ia ingin menghilangkan pikiran - pikiran berat tentang masa lalunya dengan mengalihkannya kepada pekerjaan. Sampai - sampai beberapa tuan toko lain seringkali memanggilnya untuk membantu pekerjaan di toko mereka.

"Idhan, rehat dulu. Sudah mau dhuhur ini," teriak Pak Galang, Tuan Toko tempat Fildan bekerja.

"Iya pak. Sebentar ada yang Idhan belum selesaikan," Sahut Fildan seraya kembali bekerja mengangkat barang - barang jualan dari mobil ke dalam toko. Teman - teman kerjanya hanya memandang Idhan dengan pasrah. Fildan memang pekerja keras. Namun setelah kembali dari Jakarta mengapa ia terlihat menggila dalam bekerja.

Merasa jengah, Yoga salah satu teman buruhnya mendekati Fildan dan menghentikan pekerjaannya. "Udah Dhan, udah. Kamu butuh istirahat," ucapnya tegas. Sementara Fildan tak menjawab, dan ia terus saja mengangkat barang -barang jualan Pak Galang.

"Sudah Dhan !!!, kamu mau cari muka depan tuan hah?," bentak Rian teman buŕuh Fildan yang lain. Fildan terpaku. Sungguh ia tak berniat seperti itu.

"Ga Yan, aku cuma mau kerja aja. Biar ga banyak pikiran."ucap Fildan dengan jujur.

Semua temannya termasuk Ryan menatapnya nanar. Sebenarnya mereka memahami kalau Fildan sedang ada masalah, tetapi menyiksa diri seperti ini akan menambah masalahnya bukan?.

Ryan tersenyum miris, sebenarnya ia berkata seperti tadi hanya agar Fildan mau berhenti. Tidak ada maksud lain. Ia yang paling memahami Fildan. Ia tahu sahabatnya itu orang yang tak enakan. Jika ia mengatakan seperti tadi, mau tidak mau Fildan pasti mengalah dan berhenti memaksakan bekerja.

"Istirahatlah Dhan, apa kamu mau kami dipecat karena semua pekerjaan kamu sikat sendiri?," Ucap Ryan.

Fildan melunak, ia meletakkan barang jualan yang akan ia angkat tadi. Ia masuk ke samping toko dan mencuci tangannya. Pikirannya kembali terasa kacau karena tidak bisa mengalihkannya lagi ke pekerjaan.

"Makan Dhan!!!," teriak Ryan dari luar toko. Fildan menatap malas kepada Ryan yang terus memelototinya. Dengan sangat terpaksa Fildan mengambil makanan yang memang sudah disediakan tuan toko untuk para buruhnya. Ia makan sedikit demi sedikit. Namun baru lima suapan, perutnya terasa sudah sangat kenyang. Ia tak memiliki selera menghabiskannya.

"Yan, aku kenyang," seru Fildan. Ryan menghela napas kasar. Matanya bisa melihat jelas makanan Fildan yang masih tersisa banyak. Iapun pergi ke samping toko dan mencuci tangannya. Lalu ia segera mendekati Fildan dan duduk di sampingnya.

"Makan lagi !! kubantu kau, tapi lain kali kau harus habiskan sendiri. Sayang makanan Dhan. Banyak orang di luar sana tak punya makanan," Ucap Ryan dengan logat melayunya yang tegas namun penuh perhatian. Keduanya pun makan bersama. Fildan sedikit memaksakan diri untuk menelan makanan itu. Ryan yang melihatnya menjadi kasihan.

"Sudah, sudah, nanti aku habiskan. Kau pergi sana siap - siap shalat. Ga lama lagi teman - teman pengamen kau itu datang ke sini."

Fildan mengangguk pelan mendengar perkataan Ryan. Sebuah senyuman tersungging di wajahnya. Ia pun berlalu.

"Wajah anak satu ini kenapa mengingatkanku sama penyanyi terkenal itu ya? Ah tapi ga mungkin. Penyanyi itu orangnya gagah, rambutnya rapi, badannya cukup berisi dan kulitnya cukup bersih walaupun ga putih. Kalau Idhan ini sudah dekil, item, kurus tinggal tulang, ah menyedihkan nian," lirihnya.

***
Fildan mengganti pakaian kerjanya dengan sebuah sweeter hitam dan celana panjang lalu segera mendirikan shalat dhuhur. Tak lama kemudian, teman - teman pengamen Fildan datang menjemputnya. Fildan tersenyum tipis dan bersalaman ala lelaki kepada mereka.

Cinta KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang