11. Terimakasihku Kejora

306 43 27
                                    

Tarik napas kuat dan hembuskan dengan perlahan. Ijinkan aku bernapas lega sejenak sebelum aku menulis kisahku kembali. 

Setiap jalan yang harus kupilih, terkadang membawaku kepada pilihan baru yang lebih sulit. Aku dihadapkan kepada dua wanita penting di dalam hidupku. Yang satu adalah bidadari yang diturunkan Tuhan untuk mendampingi hidupku, sedang satu lagi adalah Bintang terang yang mendampingi hidup keduaku, yaitu karirku.  Sebutlah mereka adalah Riani isteriku dan Lesti, sang Kejora. Aku bukan siapa - siapa jika tanpa mereka.

Ohya, Aku tak sedang mengeluhkan apapun. Aku sedang ingin mengungkapkan betapa bahagianya hatiku karena keberadaan mereka. Sungguh aku bersyukur kepada Tuhan.

Dan terkhusus saat ini, kisahku ingin kutujukan pada Sang Kejora. Sebelumnya aku mohon jangan salah paham padaku, mengapa kisahku dengan Kejora jauh lebih banyak kutuliskan dalam kisah ini. Kalian tentu sudah membaca kisahku di waktu sebelumnya. Bagaimana aku dibuang tanpa belas kasihan padahal cintaku teramat besar, sehingga sedikit rasanya yang dapat kuungkapkan tentangnya.

Baiklah, sejenak kita lupakan duka itu. Aku ingin berbicara tentang hal yang kini kulalui karena sang Kejora. Setelah ia kembali dalam hidupku dan memberiku secercah harapan bahwa aku masih berharga di dunia ini. Aku semakin merasakan keterikatan padanya. Setiap hari, di setiap waktu luang ini, kami berkirim pesan. Entah sekadar mengucapkan selamat atas hal sepele seperti selamat pagi, selamat makan, bahkan selamat tidur. 

Lalu beranjak ke bahasan yang  begitu sensitif seperti apa yang tengah ia rasakan, apa yang membuatnya mengambil suatu keputusan, bahkan apa yang tengah ia sembunyikan dari dunia. Dan ajaibnya, aku yang selama ini seringkali menjaga jarak dan terkesan bersikap biasa saja, menjadi begitu peduli tentang apapun darinya. Kadang menjadi begitu posesif ketika aku dapatkan berita yang kurang baik tentangnya. Entahlah, seperti Aku ingin terus melindunginya.

Gayung bersambut, Lesti pun merasakan keterkaitan itu padaku. Sampai - sampai, pernah suatu malam ketika aku disibukkan karena pekerjaan tambahan acara keluarga tuan tokoku, dan handphoneku kutinggalkan di rumah markas pengamen dengan keadaan tak bernyawa karena habis battery, ia menghubungiku. Menelepon berkali - kali, mengirim chat berderet, dan mengirim sms memenuhi room pesanku.

Naas, aku baru membukanya di esok hari. Ia sangat marah, dan aku menyadarinya di kali terakhir ia meneleponku saat itu, kudengar ia berbisik lirih padaku dengan getaran suaranya, "Papah ke mana? dua hari ini kok Lesti dicuekin?"

Degh, ada apa dengan kejora? kenapa dia terdengar begitu menyedihkan?. Bathinku lirih.

"Hmm, kemarin saya ada pekerjaan tambahan di rumah Tuan Toko, Beliau ada hajatan, jadi saya diminta bantu - bantu di sana. Hp saya ga ada batterynya, karena biasanya cuma bisa saya charge di Toko" Jelasku jujur.

Hening, tak ada jawaban dari sang Kejora hingga begitu banyak yang berlalu lalang memperhatikan tingkah konyolku memanggil namanya di seberang sana, tetapi handphoneku tetap hening. Ku lihat layar benda pipih itu sekilas untuk memastikan panggilan kami masih terhubung, dan benar, kami tetap dalam satu panggilan yang sama.

"De, dede, masih di sana kan de?" 

"Pah, dede boleh minta sesuatu?"

Hah, napas legaku berderu mendengar suara lirihnya.

"Boleh de, mau minta apa?"

"Papa mau kembali ke panggung hiburan, nemanin dede nyanyi lagi?"

Hening, kali ini bukan darinya. Melainkan dari diriku yang merasakan shock karena permintaannya. Kejora, tak adakah hal lain yang bisa kau minta dariku selain hal ini?.

"De, saya belum siap kembali, lagipula jika saya siap pun, mereka sudah tidak menginginkan saya lagi," lirihku. Aku mencoba menghela napas berkali - kali agar tak menangis di dalam panggilan ini. Aku tak ingin Lesti mendengar jeritan hati pria lemah ini.

Cinta KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang