Bulan Desember adalah bulan paling krusial bagi mahasiswa. Bulan-bulan yang dipenuhi oleh masa-masa ujian ini mampu membuat siapa saja terlihat dua kali lipat lebih sibuk.
Ada yang sibuk mempersiapkan diri untuk ujian.
Ada yang sibuk mempersiapkan contekan.
Dan ada yang sibuk karena sok sibuk.
Hanya saja Azura dan kelima sahabatnya bukan kategori tiga maupun dua. Mereka adalah jelmaan dari tagar bersama kita bisa. Satu dan lainnya saling mendukung tanpa terkecuali. Hubungan yang bukan sebatas teman curhat dan teman makan-makan.
Tetapi juga hubungan yang membuat mereka sadar untuk saling mendukung secara akademik juga. Jika sudah masa seperti ini, keenam nya memilih untuk menghabiskan waktu bersama selepas ujian untuk kembali belajar.
Bukan, mereka tidak seambisius itu untuk mendapatkan nilai dan perhatian dosen. Hanya saja mereka tidak suka melihat indeks prestasi (ip) rendah. Bagi mereka berenam, pantang rasanya untuk gagal dalam satu mata kuliah. Soalnya, enam belas kali pertemuan bukan lah waktu yang singkat, melainkan waktu yang relatif lama.
Enam bulan kuliah, bukan berarti sebentar tetapi juga tidak selama itu. Bagaimana mungkin mereka mau gagal jika perjuangan untuk satu mata kuliah saja rasanya ingin menangis darah saking capek dan lelahnya.
Tentu mereka tidak mau merasakan penderitaaan yang sama dua atau berulang kali. Ingin cepat-cepat tamat dan lulus dari universitas adalah cita-cita mereka.
Walaupun begitu, mereka juga bukan orang yang setiap ujian akan duduk di depan agar tidak ada yang mencontek. Tetap saja, mereka manusia dengan kecerdasan normal yang akan membuat satu atau bahkan sampai empat soal kosong karena tidak tahu jawabannya maka sepuluh menit terakhir. Wajib untuk bertanya kepada orang lain.
Tak sesuatu yang baik, tetapi memang hidup itu keras.
Azura, ah iya gadis itu. Dia saat ini menjadi manusia pertama yang telah datang ke ruang ujian. Dengan sigap ia akan langsung menyediakan lima kursi yang harus ditandai dengan berbagao barang miliknya. Entah tas, kotak pensil, jaket yang ia pakai karena memang hari tengah hujan sejak dini hari, serta buku yang ia letakkan di atas meja.
Bagi teman sekelasnya Azura, mereka adalah penganut manusia-manusia yang lebih suka ujian duduk di belakang dari pada di depan. Sebab, mereka tidak bisa konsentrasi saat ujian.
Banyak dosen yang kebingunan sedari dulu, kenapa kelas yang satu ini selalu suka duduk di belekang. Tapi, akhirnya dosen-dosen paham bahwa mereka memang tidak fokus ujian jika duduk di depan.
Bukan kah pontensi untuk menyontek saat duduk di belakang sangat tinggi? Jawaban nya iya. Tapi mereka yang ber-dua puluh tujuh itu menghargai waktu pribadi orang-orang dalam mengerjakan tugas.
Sehingga, mereka akan fokus dengan diri masing-masing. Mungkin saking fokusnya, suara AC bahkan terdengar sangat keras.
Tapi tidak jika sudah memasuki waktu sepuluh menit terkahir.
"Pssssttt, pssstt. Azura! Azura! Ra!" panggilan kecil seperti bisik-bisik itu berasal dari Lea yang tengah memanggil teman di sebelahnya.
Azura yang merasa terpanggil pun akhirnya menoleh, "Apa?" tanpa suara hanya gerakan bibir saja
Lea pun menggerakan jaringan membentuk angka empat.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love Is My Universe
Fanfiction[Selesai] Azura hanya menanamkan hal-hal standar dalam dirinya karena gadis itu memang kurang minat untuk menjadi sorotan. Memasuki radio kampus dan berakhir resign di tengah jalan adalah pilihan terpaksa yang harus dilakukan Azura. Namun siapa sang...