2. Langit Jingga

163 20 28
                                    

Rutinitas Azura selepas ngampus ya kalau tak mampir ke kosan Caca sama Mey, palingan langsung pulang ke kosan dia. Apalagi kalau kuliah mereka sampai sore seperti sekarang.

Azura akan memilih langsung cabut ke kosannya untuk beristirahat dibanding mampir ke kosan dua manusia yang bagai malam dan siang.

Sebejarnya, Azura tak habis pikir bagaimana sosok manusia yang sanguinis dominan seperti Caca dengan Mey yang koleris dominan bisa anteng-anteng saja satu kamar. Awalnya mereka juga tak menyangka akan seperti ini, tetapi Azura tau, ada banyak hal yang bisa menyatukan orang yang berkepribadian beda.

Salah satunya cara pandang dan pola berpikir Caca dan Mey. Azura tau, dua sahabatnya itu orang yang menargetkan masa depan mereka masing-masing, salah satunya masalah skripsi. Sebagai salah satu mahasiswa semester 3, Azura tak menutup kemungkinan kalau dosen dan waktu akan menuntutnya untuk berpikir tentang sebuah judul.

Ia hanya frustasi terhadap perkuliahan yang ia jalani. Berharap dapat ipk lebih bail dari sebelumnya dan menghilangkan predikat C di lhs nya adalah tujuan. Kadang ia menangisi tentang dirinya. Ingin tamat cepat namun ia sering merasa akan menjadi orang gagal.

Ia selalu ketakutan tentang apapun yang berhubungan dengan perkuliahan. Apalagi saat ia mendengar betapa bagusnya persiapan Mey dan Caca.

Tetap, yang paling menggemparkan adalah Caca dan Mey yang sudah menemukan bidang apa yang akan mereka ambil. Mey yang ingin fokus pada grammar sedangkan Caca ingin fokus pada Writing.

Lagi-lagi, Azura insecure sendiri tak bisa seperti kedua sahabatnya itu. Azura selalu merasa, ia tak hebat sama sekali, bahkan tak ada bidang yang bisa ia teliti. Ia tak tahu, dibidang apa yang ia inginkan. Rasanya, ia ingin tenggelem dalam sore yang beranjak menjadi malam seperti sekarang.

Ia membayangkan bahwa dirinya juga hebat seperti sahabat-sahabatnya. Sayangnya, saat ia berharap seperti itu, sisi insecure nya bertambah dan membuat dada nya sesak. Sesak karena menurutnya ia bukan sosok yang sempurna dan serba bisa.

Azura akan selalu insecure ketika ia merasa lelet dalam memahami sesuatu.

Tapi, Azura juga tetap berusaha meyakinkan dirinya bahwa ia bisa menemukan satu judul suatu saat nanti seperti sahabatnya. Bahwa suatu saat nanti, ia bisa seperti orang lain. Menatap dunia dengan percaya diri tanpa ada rasa insecure.

Saat gadis itu ditemani oleh pemikirannya, satu suara menginterupsi dirinya.

"Azura?"

"Kak Ardiansyah? Kakak ngapain?"

"Kebetulan lewat mau pulang, terus liat cewek geleng-geleng in kepalanya. Gue kira siapa, ternyata lo" kekeh Ardiansyah yang membuat Azura membeku beberapa detik. Bagaimana pun juga, Ardiansyah adalah gebetannya. Maksudnya, orang yang disukai Azura.

"Bareng gue aja pulangnya Ra, lagian kosan lo sama kosan gue beda perempatan doang kan yang dekat mesjid?" Sambil membuka jok motornya untuk mengambil sebuah helm.

"Loh? Kakak masih ingat?" Kaget Azura yang berusaha memastikan bahwa ucapan tadi hanya imajinasinya saja. Sambil menerima helm yang diberikan Ardiansyah.

"Ingat dong! Bagaimana pun juga lo adalah mantan anggota baru yang gue bimbing"

Azura hanya nyengir dan langsung saja menaiki motor Ardiansyah untuk membawanya pulang.

"Udah Ra?" Tanya Ardiansyah sekali lagi untuk memastikan bahwa Azura sudah duduk dengan benar.

"Udah kak"

Kemudian tak ada lagi suara diantara Ardiansyah yang mengendarai sepeda motor dengan Azura yang pikirannya sudah berkelana.

Dalam keheningan di lampu merah sebelum berbelok ke arah kosan mereka, Adriansyah berkata, "Azura, lo kenapa out dari seleksi anggota?"

My Love Is My Universe Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang