Tahun baru bersama dengan semester baru menyambut manusia Hime-Hime dengan langsung dihadapkan sebuah quiz mata kuliah Cross Culture Understanding (CCU). Entah kesalahan apa yang mereka perbuat, namun dosen yang baru saja dilantik menjadi ketua jurusan itu katanya ingin menguji kemampuan mahasiswanya. As expected from Ma'am Elaine --- half Indonesian half Australian.
Melihat lima soal esai yang tak mereka ketahui jawabannya itu membuat seisi kelas frustasi bahkan beberapa kali helaan nafas terdengar hanya karena bingung dengan apa yang harus diisi.
Kalau bisa mengarang indah pun mereka ingin, tetapi soal yang keluar tak bisa mereka asal-asal jawab. Hanya saja, satu soal membuat mereka mengernyit heran sebab cukup aneh memikirkan apa yang jadi masalah perbedaan nya.
"What is the difference between ambulance in western country with Indonesia?"
Saat membaca soal tersebut yang dipikirkan Azura cuman satu, yaitu saat ambulan di jalanan. Ada yang memberi lewat dan ada juga yang tidak.
Sama seperti hidup, ada yang memberi kita ruang untuk bisa menyelamatkan kita dari keterpurukan, kesengsaraan diri hingga ruang untuk memaafkan diri sendiri agar bisa beraktualisasi.
Namun, tak semua manusia seperti itu. Masih ada manusia yang enggan memberi kita ruang hingga yang terjadi adalah sebuah ke-toxic-an.
Kerja sama saat ini entah bentuk aktualisasi diri atau sebuah ke-toxic-an, Azura tak tahu.
Soalnya, Azura sama kesalnya dengan teman sekelasnya yang juga bingung sedangkan peluang untuk membuka handphone, untuk googling tidak ada. Bisa dikatakan lebih tidak berani.
Rasanya kini energi 27 mahasiswa itu melayang di udara dan belum kembali akibat kepanasan otak yang bekerja saat isinya tidak ada sebagai starter nya. Cukup unik.
"Ke kantin yuk!" ajak Lea yang diangguki oleh yang lainnya. Hanya saja, Diandra nampak menggerutu melihat iphone miliknya dan memasuk kan kembali ke dalam tas berwarna cokelat itu.
"Duluan aja, gue ada urusan penting" jelasnya yang membuat Diandra kebingungan.
"Ngapain lo?" tanya Mey memastikan sambil tetap berjalan dengan langkah yang lebih lambat ke arah tangga. Tidak ingin menggunakan lift, sebab orang-orang mulai ramai berdiri di sana
"Rapat para petinggi yang aslinya gue malas" keluh Diandra saat membayangkan pertemuan dengan para penerus sepuluh keluarga bangsawan itu.
"Kok lo? Bukannya anak pertama yang bakalan selalu ikut rapatnya?" tanya Mey tanpa menoleh sedikit pun pada Diandra. Soalnya mereka tengah fokus melihat satu persatu anak tangga.
"Kakak gue ga bisa hadir hari ini soalnya ada urusan katanya. Pusing tau ah gelap" frustasi Diandra yang membuat Mey terkekeh.
"Ga boleh gitu Di, jala---"
"Kenapa lo Di?" tanya Azura saat melihat ke belakang dan terlihat raut wajah lesu dan tak berniat hidup sama sekali.
"Lo tau kan sepuluh keluarga itu?" tanya Diandra yang membuat Azura paham dan begitu juga sahabat-sahabat nya lain.
"Rapat bareng mereka itu bikin kepala meledak" keluh Diandra. Padahal gadis itu sudah akan bercerita panjang lebar saat seorang pria berpakaian hitam disertai kaca mata hitam sudah berjalan ke arahnya dengan tegap.
Kemudian membungkuk sebagai penghormatan. Ini yang tidak pernah Diandra sukai. Ajudan keluarga nya ini pasti suruhan keluarga nya. Hingga membuat gadis itu cukup menarik perhatian.
"Ayo cepat pergi. Kalian, gue pergi dulu ya" berlalu nya Diandra yang tiba-tiba saja memakai sebuah cincin permata ruby --- simbol anak keluarga Dirgantara --- yang indah itu. Bisik-bisik mulai menggema hingga cukup mempertanyakan siapa Diandra sebenarnya. Gadis itu bahkan terlihat sangat cantik.
Pantas saja ada yang aneh, seorang Diandra memakai dress.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love Is My Universe
Fanfiction[Selesai] Azura hanya menanamkan hal-hal standar dalam dirinya karena gadis itu memang kurang minat untuk menjadi sorotan. Memasuki radio kampus dan berakhir resign di tengah jalan adalah pilihan terpaksa yang harus dilakukan Azura. Namun siapa sang...