10. DIA

171 133 279
                                    

Happy reading...

Mengapa lidah ini kelu
ketika angan sudah berdiri
nyata dihadapan?

~Karellio Alberan~

*****

Sebuah kaki yang terlapis celana abu-abu serta sepatu yang menutupi punggung serta telapak kakinya, melangkah di koridor yang ramai. Langkah yang dibilang santai dan enggan berhenti walaupun terdapat sesuatu yang menghalangi langkahnya.

Tubuh ya tegap melewati beberapa wanita yang memekik heboh dengan tampang memuja saat melihat sosoknya.

Langkah tersebut berhenti di pinggir lapangan yang sangat ramai oleh para murid yang menonton acara perlombaan.

Kepala lelaki itu menengadah ke langit dengan mata menyipit, bibirnya mengeluarkan decakan ketika sang mentari keluar dari balik awan. Enggan tubuhnya tersengat matahari dirinya memilih berjalan ke arah pohon mangga dan langsung mengusir siapapun yang berada di tempat itu tanpa rasa takut, bahkan dirinya yang ditakuti.

Sebuah senyum tipis melintas begitu saja dibibir tipisnya manakalah bola mata menangkap sosok yang selama ini selalu dirinya perhatikan dari jauh.

Karel, ya orang itu adalah Karellio Alberan. Seseorang yang cukup ditakuti di sekolah ini. Bukan, bukan karena prestasi yang dimiliki namun karena jiwa tempramen nya yang mendomisili. Wajah tampan yang mampu menutupi kelakuannya sehingga banyak para wanita berbondong bondong memperebutkannya, tapi tidak dengan seseorang gadis yang mampu membuat dirinya dapat tersenyum kala matanya menangkap sosok tersebut.

Dengan hal lain dirinya suka mempermainkan perempuan, lebih tepatnya dirinya ingin dilihat oleh gadis tersebut, namun nyatanya gadis itu tidak menoleh ke arahnya walaupun semenit pun.

Bahagia ketika melihat gadis yang dirinya kagumi tersenyum lebar.

Karel terus memperhatikan gadis tersebut yang duduk dipinggir lapangan bersama para temannya. Hingga matanya menangkap sosok lain, laki-laki yang mendekati gadis itu dengan sebuah botol yang tersodor dihadapan gadis tersebut.

Tangannya mengepal dengan gigi menggigit bibir bagian dalam miliknya untuk menahan emosi yang ingin dirinya lampiaskan saat ini juga.

"Tidak! Dirinya tidak boleh didahului oleh SIAPAPUN." Tekatnya dalam hati

Karel memilih pergi dari tempat tersebut, sudah cukup dirinya hanya memandang.

Ketika keluar dari sebuah ruangan salin, tidak sengaja matanya menangkap sosok yang selama ini ia dambakan dalam diam. Dengan tampang datar dan pandangan tidak terlepas dari objek dihadapannya. Kakinya melangkah mengikuti setiap gerak milik orang tersebut.

Ketika seorang itu memasuki sebuah kelas, langkah Karel terhenti. Dengan senyum miring dirinya menatap lekat kearah kelas sembari meremas sebuah handuk putih berukuran kecil yang berada ditangan kirinya.

Dirinya menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan sesuatu. Setelah merasa aman Karel memasuki kelas sambil tersenyum penuh arti.

Dan ya, terlihat seorang gadis berdiri membelakanginya. Senyum yang sedari tadi hadir, kali ini semaking merekah mana kala gadis itu membalikan tubuhnya.

Dia Noeralia Kanaya Vallery Putri, banyak orang memanggilnya Kana seorang gadis yang ramah dengan senyum manis yang menghiasi bibir pink yang terpoles lipgloss tersebut.

Karel tersenyim miring ketika melihat sosok Kana yang terkejut mendapati kehadiran dirinya. Dengan langkah lambat tubuhnya mengampiri tubuh Kana yang mulai menegang. Terlihat Kana ketakutan dari gerak tubuhnya dan mata yang memandang kesana kemari.

Dengan cepat Karel melempar handuk yang dirinya bawa kearah Kana, dan handuk tersebut tepat mendarat dikepala gadis tersebut.

Melihat Kana yang mulai menyentuh handuk kecil tetsebut, Karel mengeraskan rahangnya. Dan mengubah mimik wajahnya menjadi datar ketika handuk tersebut disingkirkan dari wajah Kana.

"Elap keringet lo, risih gue ngeliatnya." Setelah mengatakan hal itu, Karel pergi keluar kelas meninggalkan Kana yang masih kebingungan.

Sesampainya di taman, Karel menendang rerumputan yang mulai sedikit meninggi. Dirinya merutuki kebodohan yang telah dibuatnya.

"Bego lo rel, dia udah ada didepan mata!" ucapnya sambil menjambaki rambutnya yang mulai gondrong.

Disaat dirinya berdecak kesal, ada seseorang yang mengampirinya.
"Karel, OMG! Lo kenapa?" tanyanya yang sedikit syok, orang tersebut berlari mendekati Karel. Sesampainya dihadapan Karel, tangan orang itu terulur untuk menyugar rambut Karel kebelakang.

"Apaan!"

Asya memekik ketika tangannya ditepis kasar oleh Karel.
"Karel sakit tau..."  Gadis itu memegangi tangannya yang berdenyut akibat ditepis, tak lupa bibir yang ia kerucutkan.

Karel memutar bola matanya malas.

"Eh kekantin yuk," ajak Asya yang langsung memeluk lengan Karel, dan lagi ditepis oleh sang empu.

Asya menatap sinis kearah Karel yang ditatap balik dengan tajam oleh lelaki itu.

"Kedip! Colok nih." Asya mengarahkan dua jarinya kearah mata Karel.

Karel berdesis.
"Ngapain loh ganggu gue mulu?"

Asya tersenyum sambil mengedipkan kedua matanya.
"Apa salahnya ganguin capa?"

"Calon pacar." Lanjutnya sembari terkekeh.

"Emang gue mau sama, lo!" setelah mengatakan hal itu Karel berjalan menjauhi Asya. Namun langkahnya terhenti ketika sebuah tangan memegang lengannya, siapa lagi pelakunya? Ya Asya, karena disini hanya ada mereka yang berdiri sambil menatap satu sama lain.

Karel kembali menepis tangan Asya.

"Kenapa sih lo kasar sama gue? Kenapa cuek? Kenapa sinis? Seharusnya cewe yang sinis bukan cowo!"

"Bacot!"

"Ih kasar." Dengan seenak jidatnya Asya menyentil bibir Karel.

"Apaan sih lo!" ucap Karel yang mulai naik pitam dengan rahang yang mulai mengeras.

"Kata momy anak ganteng gak boleh ngomong kasar."

Karel mendekati Asya yang tersipu malu ketika menangkap tubuh Karel yang berjalan kearahnya. Karel memajukan wajahnya hingga tersisa jarak sepulu centi dengan wajah Asya.

Jantung gadis itu mulai tidak normal, seperti sedang ada makhluk yang berdisko didalamnya.

"Gue orang jahat," desis Karel.

Setelah itu Karel benar-benar pergi meninggalkan Asya yang menghentak-hentakkan kakinya gemas. Tau gitu dirinya langsung nyosorkan, mumpung gak ada yang lihat juga.

"KAREL GUE CINTA SAMA, LO!" teriak Asya, padahal dia ngomong biasa saja pasti terdengar oleh Karel, karena jarak Karel hanya sepuluh langkah dari tempat dirinya berpijak.

"Gue egak!" Serunya datar sembari mengacungkan jari tengah keudara.

"BEBEB, HONEY, BABI." Ups babi. Merasa tak dihiraukan oleh Karel, Asya memilih mengikuti lelaki tersebut dengan berlari hingga membuat rambut nya yang tergerai bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti gerak dari tubuh gadis tersebut.

TBC.

Maaf ya kalau ceritanya tidak sesuai dengan ekspetasi pembaca.

Ada yang ingin disampaikan untuk saya?

AIZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang