14. BAYANGAN

96 64 413
                                    

Happy reading....

Kita berbeda!
Tetapi,
Haruskah takdir yang disalahkan?

~AIZA~

Kana menatap kepergian Karel, dirinya pun memilih ikut pergi dengan perasaan yang sulit diartikan.

Tanpa disadari ada seseorang yang mengawasi mereka sedari awal. Tangannya mengepal erat dengan nafas yang tidak teratur.

Tasya menatap sinis punggung Kana yang melewati dirinya yang sedang berdiri dibalik tembok kelas, kepalanya ia miringkan dengan masih menatap gadis itu, yang telah menjauh dari penglihatannya.

"Lo ingin bermain rupanya." Gadis itu terkekeh memandang remeh seorang Kana.

*****


Di hari minggu ini Kana melaksanakam aktifitas rutinnya, yaitu beribadah dan mengunjungi makam kedua orang tua dan adiknya.

Setelah melakukan kedua hal tersebut, Kana menyeret kedua kakinya untuk melangkah kearah perumahan yang dulu pernah menjadi tempat tinggalnya.

Tepat didepan gerbang, Kana melihat satu keluarga dengan beranggotakan empat orang, dua orang sepasang suami istri dan dua orang anak yang bisa dibilang lumayan jauh selisih umur mereka. Iya, dia melihat kebahagian dari keluarga itu, senyum dari mereka menular kepada Kana. Kana menundukan kepalanya dan menoleh kearah rumahnya tepat terbukanya pintu utama, Kana melihat seorang anak laki-laki berlari sambil memeluk sebuah sepatu, disusul gadis remaja yang berlari dibelakang anak itu.

"Pras! Balikin sepatu kakak!"

"Mana ada, kalo bisa ambil sendiri. Tuing!" anak tersebut melempar sepatu sang kakak ke arah pohon mangga yang berada di taman depan rumah mereka.

"Pras!" geramnya.

"PAPA!" teriak sang kakak.

"Kenapa sih teriak-teriak" ucap seorang wanita keluar dari dalam rumah bersama seorang laki-laki yang menggenggam tangan wanitanya.

"Lihat," tunjuk gadis tersebut ke sang adik yang terlihat santai dengan keadaan yang telah dibuatnya.

"Adek nyangkutin sepatu kakak!" rajuknya sambil menghentak-hentakan kaki.

"Adek..." ucap wanita itu seolah menyuru berhenti mengerjai sang kakak.

"Apa? Adek gak salah kok. Kakak duluan yang makan Kinder Joy adek!"

"Pelit amat, sih!" pangkas sang kakak.

"Bodo, yang pelit aku ini. Wlee..."

"Adek, udah! Ambil sepatu kakak, nanti kita beli Kinder Joy lagi."

"Wah beneran?" girangnya.

"Iy-"

"Apaan, enggak!" sarkas sang kakak.

"Kinder Joy mulu, udah tau mahal," cibir sang kakak.

"Apasih! Sirik tandanya kepingin."

Gadis itu membulatkan matanya, ingin menimpal lagi namun dilerai oleh orang tuanya.

"Kana," ucap sang papa, yang dijawab helaan nafas dari gadis tersebut.

"Buru ambilin sepatu kakak."

"Pake apa?" gadis itu kembali membulatkan matanya.

"Pake parasut, jadi kamu manjat tebing dulu, habis itu terjun. Ya manjat lah!" geramnya.

AIZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang