49. AYO BANGUN RAIN

821 64 4
                                    

HAPPY READING♥

Seminggu berlalu begitu saja. Tangis dan doa selalu mengiringi Awan selama seminggu ini. Ia tidak menyangka gadisnya akan tertidur selama itu. Awan merindukan suara gadisnya. Awan rindu senyum yang terpatri di wajah cantik itu. Awan juga rindu wajah yang kadang menampilkan raut jutek itu.

Kapan gadisnya akan terbangun? Harus sampai kapan ia menunggu? Apa yang harus ia lakukan agar Rain terbangun dari tidur panjangnya? Tuhan ... bolehkah Awan saja yang berada diposisi Rain saat ini? Ia tidak sanggup untuk terus melihatnya terpejam.

Rasanya tidak adil sekali melihatnya seperti ini. Ia tahu betul gadisnya selalu ingin merasakan yang namanya kebahagiaan. Baru saja gadis itu merasa sedikit bahagia karena orang tuanya telah bersatu kembali. Sedikit lagi kebahagiaan gadis itu akan mencapai puncaknya. Harusnya saat ini Rain sedang tertawa bahagia bersamanya atau keluarganya, bukan terus memejamkan mata seperti ini.

Beberapa hari ini pola makan Awan juga tidak teratur. Lingkaran hitam turut serta menghiasi wajah tampannya. Ia seperti kehilangan semangat untuk hidup. Kejadian ini mengingatkannya pada mendiang Rita, Mamanya. Awan takut ia akan kehilangan untuk yang kedua kalinya. Hal yang paling ditakutkannya adalah kehilangan seseorang yang paling dicintainya.

Tidak hanya Awan, seorang laki-laki yang mengenakan baju pasien rumah sakit itu pun sama. Beberapa waktu lalu dia mendapat semangat untuk bertahan hidup saat seorang gadis yang dicintainya rajin menjenguk dan menemaninya di rumah sakit. Namun, kini semangatnya untuk sembuh berangsur-angsur hilang bersamaan dengan sosok gadis yang dicintainya itu terbaring lemah tanpa tahu kapan akan terbangun kembali.

Di taman rumah sakit ini, Ethan termenung seorang diri. Berusaha meyakinkan dirinya bahwa gadis yang dicintainya pasti akan terbangun kembali. Entah itu kapan.

"Lo bilang jangan pernah patah semangat untuk hidup. Lo juga bilang, meskipun kita tidak yakin, tetapi kalau Tuhan yang berkehendak kita hanya bisa mengikuti alur yang telah diciptakan-Nya. Sama seperti hidup gue yang lo bilang waktu itu. Gue dengerin lo dan gue jadi merasa memiliki harapan hidup lagi. Karena lo, gue jadi semangat untuk melawan penyakit ini," monolog Ethan dengan pandangan lurus menatap ke depan. Jemarinya mencengkram tiang infus yang dibawanya ke mana-mana.

"Tapi ... kalau sekarang gue yang bilang ayo buka mata lo, apa lo bakal dengerin gue? Apa lo mau dengerin gue dan membuka mata lo lagi? "

Tanpa Ethan sadari ada seseorang yang memperhatikannya dalam diam. Orang itu juga mendengar ucapan Ethan barusan. Kemudian tak ingin berlama-lama menjadi pendengar dan pengamat, dia pun memutuskan untuk mendudukkan dirinya di samping Ethan.

Ethan menoleh ke samping, menatap dari atas sampai bawah orang yang baru saja duduk di sampingnya ini.

"Lo—"

"Saat ini harapan gue dan lo sama. Menginginkan dia membuka matanya lagi." Awan menoleh ke samping, menatap Ethan.

"Tapi mungkin waktu ingin bermain-main dulu. Waktu membuat kita terus menunggu-nunggu, membuat kita harus bersabar lagi, dan harus rajin berdoa agar dia segera bangun dari tidur panjangnya."

Ethan menghela napas berat. "Iya lo bener," katanya lirih.

Awan menepuk bahu Ethan. Seharusnya memang seperti ini di antara mereka. Akrab dan tidak ada permusuhan yang terpancar. Dari dulu, Awan juga tidak pernah menginginkan ia dan Ethan  menjadi musuh. Bahkan jika ia boleh memilih, Awan ingin menjadi kawan dibandingkan lawan.

"Cepet sembuh," tulus Awan pada Ethan.

✥✾✥

Sore ini Davira datang ke rumah sakit. Baru sekarang ia bisa melihat keadaan Rain. Baru sekarang ia berani untuk menjenguknya. Itupun atas paksaan dari Vina. Selain itu, Davira juga merasa takut jika orang tua Rain akan menyalahkannya sebagai penyebab Rain kecelakaan.

Brittle [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang