HAPPY READING♥
Sarah berlari secepat mungkin, menghiraukan kakinya yang terasa sakit karena tidak memakai alas kaki. Air matanya sudah tak terbendung lagi. Ia menghiraukan tatapan aneh orang-orang. Bahkan keberadaan Raga yang entah di mana saat ini sudah tidak ia pedulikan. Yang Sarah pedulikan saat ini hanya Rain, putri semata wayangnya.
Dengan tak sabaran, Sarah membuka pintu ruangan yang ditempati Rain. Di sana sudah ada Awan yang terdiam sambil membendung air matanya dan Tasha yang menangis histeris. Dapat ia lihat juga tubuh putrinya yang sudah tertutupi oleh kain tipis berwarna putih.
Tidak! Ini tidak benar. Pasti ada sesuatu yang salah pikir Sarah. Wanita itu melangkah mendekat pada putrinya yang sudah terbujur kaku. Kemudian ia singkap kain putih yang menutupi wajah sang putri. Seketika ia menutup mulutnya tak percaya dengan air mata yang sudah bercucuran.
Kakinya pun terasa lemas untuk sekedar menopang tubuhnya. Sarah terisak. Ia tidak percaya jika Rain telah tiada.
"Rain," lirih Sarah.
"Rain! Kenapa kamu tinggalin Mama, Nak?!"
Sarah mendekatkan dirinya pada Rain lagi. Digoyang-goyangkannya tubuh kaku Rain, berharap ada pergerakan kecil yang ditimbulkan oleh putrinya tersebut. Namun, namanya makhluk hidup jika sudah mati maka tidak mungkin akan bergerak kembali seperti saat masih bernapas.
"Nggak ini nggak bener. Kamu bohongin Mama, kan?! Kamu masih hidup Rain. Kamu jangan bohongin Mama!"
Tasha mendekati Sarah lalu memeluknya. Tasha juga tidak terima atas kepergian Rain, tetapi ia bisa apa?
"Tasha juga belum siap kehilangan Rain, Tante. Tapi kayaknya Tuhan lebih sayang sama Rain." Tasha mengusap lembut bahu Sarah.
Sementara Awan, laki-laki itu nampak seperti sebuah patung yang berdiri dengan tatapan lurus menatap wajah pucat Rain yang sudah tidak bernyawa. Matanya panas ingin mengeluarkan liquid bening. Jantungnya berdetak kencang. Ingin rasanya Awan berteriak sekeras mungkin pada dunia bahwa gadisnya belum mati. Dia masih ada dan masih hidup. Namun, Awan tak kuasa.
"Rain belum meninggal, Tasha," kata Sarah di sela isak tangisnya.
"Tante harus ikhlasin Rain. Mau tidak mau kita harus bisa mengikhlaskan kepergian Rain."
"Nggak! Rain belum pergi. Rain masih hidup."
"Rain cuma mau prank Mama iya, kan, Sayang?"
Sarah kembali menggoncang-goncangkan tubuh kaku Rain. Ia herharap putrinya hanya pingsan atau bahkan hanya tertidur untuk sementara waktu.
"Bangun, Sayang ini Mama. Kamu dengar, kan suara Mama." Air mata Sarah rasanya tidak bisa berhenti mengalir.
"RAIN! KAMU DENGAR SUARA MAMA, KAN?!"
"RAIN!"
"RAIN!"
Napas Sarah memburu. Dadanya naik turun tidak stabil. Barusan itu mimpi? Tanpa sadar air mata mulai menetes dari sudut matanya. Jika itu mimpi berarti itu adalah mimpi yang sangat buruk. Tidak seharusnya ia ketiduran di sini. Ia harus segera ke rumah sakit untuk melihat keadaan Rain.
Mimpi Mama buruk banget, Nak. Semoga kamu baik-baik saja, batin Sarah.
✥✾✥
Perasaan Sarah sedari tadi memang tidak enak. Dugaannya tepat sekali. Ada sesuatu yang terjadi pada putrinya. Ia sudah menghubungi Raga agar segera ke Rumah Sakit. Ia tidak boleh membiarkan putrinya menanyakan keberadaan Papanya jika gadis itu tersadar dari komanya nanti.

KAMU SEDANG MEMBACA
Brittle [Tamat]
Novela JuvenilRain Oktavia Pradipta, gadis rapuh yang selalu terlihat kuat di depan semua orang. Hal langka baginya jika mendapatkan sebuah kebahagiaan. Hidup dengan topeng yang menutupi semua kesedihannya. Selalu berusaha menjadi gadis ceria di depan semua orang...