32. MINTA MAAF

714 81 2
                                    

HAPPY READING♥

Suasana yang tergambar di ruang makan mewah ini hening. Selagi makan, tak ada seorang pun yang berbicara. Hanya ada suara dentingan sendok dan piring saja yang terdengar.

Hingga akhirnya sarapan pagi pun selesai. Sarah meneguk air putih hingga tandas. Ia berdiri hendak kembali ke kamarnya. Namun, ditahan oleh Jaya.

"Tunggu Sarah!"

Sarah menatap Jaya sekilas lalu menurut. Ia duduk kembali di kursinya yang bersebelahan dengan Rain. Ia menunggu Ayahnya untuk mengucapkan sesuatu. Sepertinya penting pikirnya.

"Kamu mau maafin Bapak, kan? Bapak tahu Bapak telah melakukan sebuah kesalahan yang besar, tapi apakah kamu tidak bisa memaafkan Bapakmu yang sudah tua ini?" tanya Jaya penuh harap pada Sarah.

Lagi-lagi Jaya meminta maaf. Tadi malam ia minta maaf pada Rain lalu sekarang pada Sarah. Baiklah sekarang pikiran Jaya sudah bulat. Ia benar-benar sudah tersadar dari kesalahannya. Hal yang harus dilakukannya sekarang hanya minta maaf. Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa selain mengucapkan kata 'maaf'.

Jaya tidak akan berhenti untuk meminta maaf pada Sarah, Rain, dan Raga sebelum ia dimaafkan oleh mereka. Ia merasa hidupnya tidak tenang. Rasanya ia selalu dihantui oleh bayang-bayang kesalahannya di masa lalu.

Rain dan Rina yang sedari tadi menjadi penyimak menatap Sarah dalam. Mereka berharap agar Sarah bisa memaafkan kesalahan Jaya, meskipun mereka tahu kesalahan yang telah diperbuat olehnya memang sangat sulit untuk dimaafkan. Sarah melirik putrinya yang sedang menatapnya kemudian ia menghembuskan napasnya kasar.

"Aku udah maafin Bapak. Tapi Bapak juga harus meminta maaf sama Mas Raga. Bagaimanapun juga kesalahan Bapak juga sangat berdampak bagi Mas Raga," ucap Sarah.

"Kamu beneran maafin Bapak? Terimakasih, Nak. Bapak janji. Bapak akan meminta maaf dengan Raga. Bapak juga tidak akan menentang rumah tangga kalian lagi. Berbahagialah Sarah, Rain." Jaya tersenyum lega.

Sebuah kata maaf memang tidak seberapa, tapi bagi sebagian orang kata tersebut sangatlah berharga.

                                   ✥✾✥

"Davira!" panggil Rain pada Davira.

"Maaf."

Davira menaikkan sebelah alisnya. "Untuk?"

"Kemarin. Maaf karena gue, Awan jadi nggak balik bareng lo," terang Rain.

"Nggak papa. Emang mungkin karena gue yang terlalu berharap sama dia."

Kening Rain mengernyit berusaha memahami ucapan Davira barusan. Apa maksudnya?

"L-lo suka sama Awan?" tanya Rain. Ia merutuki bibirnya yang berani-beraninya mengeluarkan pertanyaan seperti itu.

"Iya," jawab Davira sembari bergerak keluar kelas.

Rain mematung di tempat. Hanya satu kata yang dilontarkan oleh Davira. Namun, berhasil membuatnya terdiam di tempat. Suka? Suka dalam artian cinta? Atau dalam artian lain?

"Apa gue juga suka sama Awan? Gue selalu merasa nyaman di dekat cowok itu. Tapi kalo iya, itu berarti ... gue harus saingan sama Davira," monolog Rain.

"Ah tapi status gue sama Awan, kan sekarang sahabat. Aish Rain kenapa lo lupa hal itu, sih. Lo nggak boleh terlalu berharap. Dia baik sama lo karena sekarang dia sahabat lo." Lagi-lagi Rain bermonolog. Ia menepuk-nepuk pelan pipinya agar cepat tersadar ke realita.

Gadis bernama belakang Pradipta itu sedari tadi hanya berdiam diri di kelas saat semua teman-temannya sudah berhamburan ke kantin. Tasha, sahabatnya pun sudah ngacir sedari tadi. Dia tidak peduli dengan Rain yang tidak mau diajak ke kantin saat perutnya dalam mode kurang asupan gizi.

Brittle [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang