CHAPTER 4 : Maba Katanya, mah.

33 8 4
                                    

Terik matahari yang masuk melewati jendela ruang belajar Keluarga Narendra tidak menghentikan tawa Senja karena celotehan Langit. Ketiganya memilih untuk berkumpul pagi ini untuk sama-sama bersiap menerima pengumuman masuk kampus yang direncanakan keluar pada pukul 13.00 siang. Masing-masing dari mereka sama-sama menyimpan kegelisahan yang saat ini mereka coba untuk tutupi dengan tawa renyah yang menggelegar di dalam ruangan itu. 

"Santai, Ja." Ucap Akash seraya menggenggam tangan Senja yang sedari tadi bergetar.

"Masih ada empat jam lagi, tapi gue udah deg-degan banget kayak gini."

"Ayo berpikiran positif aja, Ja." Sekali lagi Akash mencoba menenangkan perempuan itu sambil ibu jarinya mengelus punggung tangan Senja.

"Kash, kalo misal lo ga keterima di pilihan pertama, nanti kita harus pisah dong?" Tanya Senja.

"Ya mau gimana lagi? Ayah minta buat pilihan kedua gue 'kan disana." Akash tersenyum, "Tapi, ayo yakin gue pasti keterima dipilihan pertama."

Senja menghela napasnya, "Gue takut banget kalo gue ga keterima."

"Ja, kayaknya diantara kita bertiga yang berpeluang banyak untuk gagal itu gue ga sih? Gue lintas jurusan, tapi liat gue tenang. Jadi lo harusnya bisa tenang juga." Ucap Langit.

"Lo ga takut, Lang?" Tanya Senja pada Langit yang direspon dengan gelengan.

"Gue beneran berharap kita satu kampus lagi. Kayak kalo misal beda kampus apalagi beda kota, ga asik banget hidup gue nanti." Lanjut Senja.

"Ututu.. Neng Jaja sayang banget ya ama Bang Langit?" Ucap Langit seraya mencubit pipi Senja.

"GUE TARIK UCAPAN GUE ANJIRR.." Senja mendorong Langit dibantu oleh kakinya.

"Ja, jangan lupa lo anak taekwondo, ya. Walaupun gue cowo, tapi kalo ditendang sama lo juga tetep sakit."

"Lagian tingkah lo ga pernah ada niat untuk jadi normal ya?"

"Daripada stress nunggu pengumuman, mending bercanda 'kan, Ja?"

"Orang lain mah berdoa, ngapain lo malah bercanda? Tuhan ga ngabulin orang yang bercanda."

Langit mengangguk, "Akhir-akhir ini lo sering nonton kajian ya?"

"Gue pada dasarnya emang alim."

Akash tersenyum melihat Senja yang sedikit teralihkan karena bercandaan Langit. Tangannya yang bebas meraih kotak kecil di sampingnya yang sedari tadi bergetar tidak henti. Akash membaca satu-persatu pesan yang masuk. Mencermatinya dengan perlahan hingga respon yang terlambat itu akhirnya menguap.

"Pengumumannya dimajuin."

Dua kata yang keluar dari mulut Akash mampu membuat Senja dan Langit yang sedang bercanda seketika berhenti. Keduanya menoleh kaget menatap Akash dan buru-buru mencari handphone milik masing-masing dari mereka.

Kini ketiganya sudah terpaku pada handphone digenggaman. Suasana tegang terasa disekitar tiga anak SMA ini. Hal tersebut juga didukung oleh para ibu yang kini sudah memasuki ruangan dan menatap anak mereka cemas.

"Sesuai perjanjian, gue buka punya Langit, Akash buka punya gue, terus Langit buka punya Akash. Oke?"

Akash dan Langit sama-sama mengangguk mendengar intruksi Senja. Ketiganya mengetikkan biodata yang menjadi syarat memasuki akun untuk melihat pengumuman tersebut. Mereka sama-sama tegang, di dalam hati sama-sama merapal doa agar ketiganya sama-sama menerima kabar gembira sesuai harapan.

"LANGIT KETERIMA MANAJEMEN!" Teriak Senja sepersekian detik setelah ia memasuki akun tersebut.

Langit sebagai sosok yang disebut sudah memandang Senja kaget tidak percaya.

Langit SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang