Chapter 28 : Langit Jingga, Senja

20 2 1
                                    

"Sekarang kalo jalan berdua sama gue gini, Akash marah ga, Ja?" Langit memulai pembicaraan saat keduanya memasuki jalanan kota. "Jadi takut dihajar, gue."

Langit tertawa cukup renyah mencoba mencairkan suasana di dalam mobil yang sejak 10 menit yang lalu hanya berisi suara saluran radio kota. Siang tadi, Senja meminta Langit untuk meluangkan waktunya pergi bersama Senja ke pantai yang dahulu mereka berdua datangi. Sudah selama satu minggu lebih Senja berpikir cukup matang untuk mencoba menyelesaikan apa yang terjadi di antara dirinya dengan Langit. 

"Akash hari ini pergi ke panti, gue juga bilang ke dia mau pergi sama lo." Jawab Senja tanpa berniat untuk menoleh ke Langit dan memilih untuk melihat jalanan di samping kirinya.

Senja memutar otaknya, mencoba merangkai banyak kata yang nanti akan keluar agar tak mampu menyakiti perasaan Langit. Perempuan itu mengigit jari telunjuk kirinya, merasakan gelisah yang lebih dirasakan dibanding saat ia mengobrol serius dengan Akash terakhir kali. 

"Gimana rasanya pacaran sama temen sendiri, Ja?" Langit menoleh pada Senja yang masih tak mau melihat dirinya. "Curang nih lo berdua, gue jadi jomblo sendirian."

"Cewe yang suka sama lo banyak, tinggal pilih satu tuh."

"Iya ya, dengan taraf ketampanan gue, harusnya gue bisa tinggal pilih salah satu diantara mereka."

Senja tersenyum masih dengan posisi yang sama. Kini jari tangan kanannya memilih untuk mengetuk-ngetuk kaca jendela secara teratur. Ia mengedarkan pandangannya menatap parkiran yang dipenuhi oleh mobil-mobil yang terlebih dahulu sampai disana. Jalanan kota sore itu ternyata tak begitu ramai hingga harus menyita waktu keduanya di jalanan.

Kini Senja dan Langit sudah sama-sama menyamakan langkah keduanya setelah membeli minuman di salah satu penjual di pinggir parkiran. Langit mengarahkan Senja untuk berjalan menuju salah satu pohon yang cukup rindang di bibir pantai itu. Memilih tempat itu untuk mereka tempati selagi menikmati angin sore pantai yang kini mulai menerbangkan rambut terurai milik Senja. 

"Kemarin ibu-ibu kompleks curhat sama gue tau, Ja." Langit kembali membuka pembicaraan setelah membuka tutup botol minuman milik Senja.

"Curhat apa?"

"Katanya menantu idaman mereka sekarang tinggal satu, soalnya Akash udah diambil sama lo. Kayaknya abis ini Bunda harus siap-siap kalo tiba-tiba ada yang ngelamar gue. Mereka pasti lagi rebutan gue tuh buat jadi menantu mereka."

"Ngaco!" Senja memukul lengan Langit seraya tertawa. "Bisa mandi kembang 7 hari 7 malem mereka kalo lo jadi menantunya." 

Langit tertawa mendengar respon Senja yang lebih mencair dibanding sebelumnya. Dirinya tahu bahwa Senja sedikit berbeda beberapa hari kebelakang kepadanya, tapi ia memilih untuk diam dan menunggu perempuan itu untuk berbicara langsung padanya. 

"Kalo gue ada salah, gue minta maaf ya, Lang." Senja mengucap pelan seraya tangannya sibuk bermain pasir yang ada di depannya.

"Akhirnya setelah bertahun-tahun lo sadar kalo punya banyak salah sama gue."

"Bukan itu." Senja menoleh dan menatap Langit cukup serius, "Ya itu juga sih sebenernya, kalo selama ini gue ga sadar ngelakuin salah, tolong dimaafin ya. Tapi yang paling utama, maaf karena gue ga bisa peka buat sadar sama sinyal-sinyal yang lo kasih."

"Bunda kalo ngisiin paket data ke nomer gue emang banyak banget sih, Ja. Terus nomer gue provider-nya emang bagus, jadi kenceng buat internetan. Makanya lo sering minta tethering 'kan?"

"Serius, Lang."

Langit mengacak-acak rambut Senja, "Mau ngapain emang serius-serius?"

"Mau nyelesein masalah perasaan lo."

Langit SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang